Kemungkinan besar teman-teman Biru menganggap sahabat Biru adalah Rendra. Begitupun dengan Biru. Selama ini belum pernah ada orang yang bisa begitu paham dirinya di luar Ibun dan Papahnya kalau diingat lagi.
Bukannya apa, karena seingatnya itu memang bukan jangka yang lama. Iya, ingatannya itu tidak lama.
Sewaktu kelas 2 SMP seingatnya ia terbangun tanpa mengingat apa-apa. Ia menjadi murid baru di sebuah Sekolah Menengah Pertama pinggir kota. Beberapa ingatannya juga tertuju pada ia saat memberi salam pada tetangganya karena keluarga kecilnya menempati rumah baru di lingkungan itu.
Ia ingat betul ia memberi salam hangat dan beberapa makanan ringan dibagikan untuk tetangga di lingkungan barunya. Ia mengenakan baju abu-abu dengan gambar ombak.
Tapi selama ini Biru tidak sempat berpikir sejauh itu, kemungkinan besar ia menganggap dirinya memang lupa. Lupa sewajarnya manusia yang lupa dengan berjalannya waktu. Juga, Biru sadar akan satu hal. Ini bukan perihal siapa Biru kemarin, tapi perihal siapa Biru sekarang. Masa lalu tidak bisa berubah, masa lalu pun tidak bisa selalu kita lihat.
"Ren, lu tau nomernya Mentari?" Biru bertanya di sela kegiatannya mengikat sepatu. Seperti biasa Rendra mampir ke kantin sebelum jam dimulai. Entah kenapa untuk hari ini Biru mengekorinya.
"Gue tau nama sama mukanya belum tentu punya nomernya!" Kesal Rendra yang mulutnya penuh bubur.
"Gue tau Ren, koneksi lu banyak," Biru tetep santai dan cuek. Sedangkan Rendra melirik dengan tatapan menusuk sambil menyendokkan bubur lagi.
"Kenapa nggak minta sendiri sih? Lu yang suka kok gue yang ribet!?"
Biru menghela napas. Berdiri lalu jalan menuju kelasnya. Rendra hanya mengumpat dari belakang dan mengejar Biru.
•••
Mentari melangkah keluar kelas, sebelum benar-benar pulang sekolah, ada satu kebiasaan dari siswi SMA Pusaka Bangsa. Jajan. Iya, bukannya apa tapi jajanan luar sekolah lebih menggiurkan dari pada makanan kantin yang itu-itu aja.
Jadilah Mentari keluar sekolah bersama teman-temannya untuk jajan sebentar. Mereka tidak menggunakan tas karena akan membawa jajanan ke kelas dan memakannya.
Tepat saat melewati pintu kelas, deheman seseorang membuat Mentari terintrupsi.
Mentari menoleh sebentar dan menaikan alisnya pada cowok yang ia kira berdehem padanya.
Biru yang ditatap seperti itu bingung hingga menjelajahkan mata ke arah lain. Sambil berusaha berdiri dengan santai hingga suara salah satu teman Mentari terdengar.
"Tari? Ayo!"
Mentari mengedikkan bahu dan berjalan lagi tanpa acuh melewati Biru yang memandangnya.
Kenapa ini mulut mendadak bisu sih?!
Biru mengikuti Mentari dari belakang berusaha terlihat tidak mencolok. Saat sampai di lapangan Mentari berhenti dan melipat tangan kemudian memutar badan. Biru buru-buru memasukan tangan ke kantong celananya, seperti ketahuan mencuri.
"Apa?" tanya Mentari.
"Minta nomor." Iya Biru itu kaku.
"Untuk?" Mentari menaikan sebelah alisnya.
"Gue mau deketin lo, siapa tau jadian," tukas Biru.
Mentari tertawa ringan, orang dihadapannya ini apa sih? Kok gayanya aneh.
"Gue kira lo mau nagih ucapan terima kasih," ujar Mentari.
Kemudian mendekat.
Membuka telapak tangan kanannya. Meminta benda pipih.