Biru membaca deretan kata di sticky note yang tertempel depan kulkas.
Jangan cari makan malem!
Sepertinya Rendra sibuk mengutak atik ponselnya dan membuat panggilan.
"Kak, lo gk mikirin makan siang gue?" Terdengar suara merajuk Rendra dari tempatnya.
"Nggak kenyang lah."
"Eh, iya iya mau. Iya, iya. Dah." Hanya beberapa kalimat yang diucapkan Rendra untuk menyahuti suara sebrang sana.
Rendra berbincang dengan kakaknya pasti.
Biru sibuk dengan rubik yang ia temukan di depan ruang TV rumah Rendra dan memainkannya di sofa.
"Makan di rumah gue aja Ren, Ibun gue pasti masak." Biru peka kalau urusan-urusan semacam ini dari Rendra. Begitulah gunanya teman, iyakan?
"Peka banget emang lo, gue lagi males masak." Rendra nyengir dengan mengusak perutnya tanda ia senang dengan ajakan Biru. Ia berjalan masuk ke kamar untuk mengganti baju.
"Emang lo bisa masak?"
"Bosen kalo beli mulu Bir, yah paling masak ecek-ecek aja, liat internet." Suaranya terdengar samar karena berada di kamar.
Rendra memang sudah terbiasa di tinggal ibu dan kakaknya bekerja. Mengenai ayahnya, itu kurang enak dibicarakan. Ayahnya meninggal saat usianya baru 2 tahun.
Ibu dan kakaknya tidak setuju saat Rendra membuat saran mempekerjakan Asisten Rumah Tangga. Dengan alasan mereka tidak suka orang lain menyentuh barang mereka.
Ayolah Rendra cukup kesepian, bila mereka berdua pulang larut. Lagi, Rendra harus memasak atau membeli makanan jika ibu dan kakaknya pulang diatas jam 9 tanpa kabar.
•••
Saat istirahat, Biru yang dipaksa ke kantin oleh Rendra melihat kegaduhan. Kantin ramai, namun semua mata tertuju pada satu adegan. Dimana seorang cewek sedang menarik rambut cewek lain.
"Mau jadi sok pahlawan?" kata cewek yang menarik rambut.
"Lepas!" keluh Tera sambil berusaha menahan rambutnya agar tidak ditarik lebih.
Marisa, yang mengaku ratunya sekolah. Mengaku cantik padahal busuk hatinya. Siapa yang tertarik dengan cewek yang tidak punya attitude. Ia menginjak kacamata cewek yang tidak sengaja menumpahkan minuman jeruk ke bajunya.