"Baju lo basah Tera!" pekik Biru. Ia langsung menutup matanya dan membalikan badan. Tak lupa memutar tubuh Rendra juga.
Mata Tera mengernyit bingung menatap ke arah Bilah kemudian. Bilah menyipitkan mata sejenak, efek tidak pakai kacamata. Tak lama matanya bingung, dengan canggung menutup dada Tera yang basah karena siraman air Marisa.
Tangannya hanya berusaha menghalau pandangan ke dadaku dari dua laki-laki yang nyatanya sudah berbalik memunggungi.
Kenapa sih?
Baju Tera yang basah.
Tolong aku ingin mengubur diri ke tanah rasanya. Bajuku putih ditambah basahnya air membuatnya lumayan tembus pandang. Tidak mungkin. Biru yang pertama menyadarinya, sudahkah ia melihat warna pakaian dalamku? Ini buruk.
Tera membuat tanda menyilang di depan dada. Bagaimana mukanya terasa panas sekali, jantung berdegup super cepat. Malu tahu!
Tera hendak kabur dari sana bersama Bilah yang ingin mengikuti.
Namun Biru mengejar, astaga sedang apa dia!
"Tunggu!" Tera melihatnya dengan ekor mata, tangannya berusaha menggapai namun tak berani mendekat. Tentu saja dia tidak ingin dianggap mesum 'kan!
"Kalo lo pergi, nanti makin banyak yang liat," ia berdiri kikuk sambil menggaruk tengkuk.
Iya benar apa katanya. Terus gimana?
Saat kepala perempuan dengan rambut sehu menoleh padanya penuh, pemilik kulit tan langsung membalik tubuh cepat. Gerakannya yang terlihat kikuk, canggung dan panik. Bisakah momen ditertawakan, tunggu, ini bukan waktu yang tepat.
Urusi diri sendiri dulu, Tera.
Lalu netra Tera melihat tangannya bersatu di depan. Posisinya berlawanan, jadi Tera tidak melihat apa yang tangan punggung tegap lakukan. Ia melempar seragamnya, mengenakan kaos polos yang ukuranya persis dengan seragamnya. Tera rindu Biru dengan balutan kaus putih polosnya.
Itu kebiasaannya. Ia tidak berubah, Tera.
"Pake, itu dulu, biar nggak tembus pandang banget. Double aja. Tapi jangan dibasahin. Biar lo bisa salin pake itu."
Tera dan Bilah adalah saksi kalimat gagapnya itu.
Tera paham maksudnya. Bilah kemudian mengambilnya dan menutup tangannya
yang menyilang dengan itu.
•••
Biru yang sedang peregangan karena merasa tubuhnya kaku dan sedikit pegal, keluar kelas. Bel pulang sudah berkumandang dari tadi. Tapi ia enggan pulang ke rumah. Mau main basket sampai puas. Namun karena hari ini ada anak basket yang latihan, ia harus menunggu hingga mereka selesai latihan.
Kenapa Biru tidak ikut ekstrakulikuler Basket? Ia tidak ingin terikat.
Biru merasa sekolahnya ini rumah kedua. Ya, ia bisa ngapain aja di sekolah sesukanya asal nggak ngelanggar peraturan tertulis, no problem.
Bahkan Biru pernah mandi di sini, ketiduran hingga pagi juga pernah dirasakannya. Padahal belum sampai 3 bulan ia sekolah di SMA Pusaka Bangsa. Tapi, satu yang ia tak inginkan ialah terikat dengan orang didalamnya kendati ia pasti akan lulus dan tak ingin merindukan orang. Lebih baik merindukan benda.
Sekarang Biru berjalan menyusuri lorong yang terlihat sudah sepi. Mukanya masih kusut khas orang bangun tidur. Biru mau cari makan, laper.
Biru menghampiri Pos dekat pagar sekolahnya itu.
"Pak, udah makan belom?" tanya Biru setelah menyapa Pak Amin satpam penjaga sekolah.
"Belum, Nak. Kamu baru bangun tidur, ya? Ada belek, tuh."