Arsa duduk di atas papan skatenya. Menikmati permainan karambol teman temannya. Bisa tertawa sendiri meski hanya sekadar menonton. Arsa sudah sedikit lega bisa lebih tenang dengan kejadian pagi tadi.
* * *
Arsa terlihat terburu buru karena sebentar lagi akan terlambat. Tak biasanya Arsa menjadi siswa yang datang terakhir. Belum lagi baru kali ini Arsa belum menyelesaikan tugas. Entah apa yang di lakukannya semalam. Sehingga membuatnya tertidur lebih awal. Kegelisahan membuat Arsa tak membolehkan orang lain menyalib. Tapi justru malah ia sendiri yang menabrak orang.
"Sory.. sory.gue ga sengaja. Lo ga apa apa kan?" Tanya Arsa sembari membantunya bangkit.
"Iya. Gue ga apa apa kok."
"Sory ya.. gue lagi buru buru." Arsa berniat ingin lanjut ke kelas. Mendapat anggukan dari gadis itu, ia segera melanjutkan langkahnya. Tapi lagi lagi terhenti. Mendapati seseorang menghalangi jalannya.
"Sory gue ga punya masalah sama lo." Ucap Arsa. Mencoba bersikap lebih tenang.
"Lo emang ga punya masalah sama gue. Tapi kalo lo berani sentuh Arika, itu artinya lo siap hadapi gue." Jawab lelaki itu sinis. Yang tak lain adalah Darwin. Arsa hanya menghembuskan napas kesal.
"Tapi sory. Gue udah minta maaf sama Arika dan Arika juga udah maafin gue. Jadi.. masalah gue udah selesai." Balas Arsa dan langsung melangkah pergi. Sebuah tangan menahan bahu kirinya. Lalu menarik kerah seragam Arsa dan memojokkannya ke tembok. Arsa hanya memalingkan wajah.
"Lo ga dengar gue ngomong apa barusan..?!" Suara Darwin tampak begitu marah. Arsa sudah bosan dengan adegan seperti ini.
Bel masuk kelas terdengar.
"Gue harus masuk kelas." Dengan tenang, Arsa melepaskan cengkeraman Darwin. Berjalan santai akan meninggalkan Darwin dan juga kedua temannya. Tapi tanpa di duga, tubuhnya tersungkur kedepan. Tendangan Darwin sudah membuatnya emosi. Belum sempat bangkit, ia mendapat serangan lagi. Pukulan Darwin yang tepat di pipi, membuatnya lebih bernafsu untuk membalas.
Satu pukulan tepat mengenai pelipis Darwin. Dengan emosi, Arsa lanjut menarik kerah seragamnya. Menonjok perut Darwin tanpa ampun. Berkali kali ia lakukan hingga menarik perhatian para siswa siswi. Koridor jadi semakin ramai. Sedang Darwin dan Arsa tidak ada yang mau mengalah.
Keramaian siswa siswi telah mengundang Bu Ambar datang.
"Ada apa ini?! Arsa, Darwin, ikut ibu ke ruang kepala sekolah!" Pinta Bu Ambar tegas.
"Yang lain masuk kelas!" Lanjutnya. Koridor mulai sepi. Bu Ambar sudah pergi lebih dulu. Arsa masih berusaha mengatur napas. Merasa di perhatikan oleh seorang gadis, ia beranjak mengikuti Bu Ambar.
"Brengsek!!" Umpat Darwin selepas kepergian Arsa. Sembari memukul tiang yang dekat dengannya.
"Lo kasih pelajaran aja tuh bocah." Saran Mahen. Salah satu temannya yang termasuk golongan playboy.
"Itu gampang." Jawab Darwin santai. Kemudian berlalu menyusul Arsa yang sudah tak terlihat di koridor. Mahen dan Gery berniat ingin menguping mereka di ruang kepala sekolah.
"Ada apa lagi bu dengan mereka..?" Tanya Pak Hadi selaku ketua kepala sekolah.
"Begini pak.. sebenarnya mereka hanya bertengkar biasa. Tapi kejadian ini tidak hanya sekali dua kali." Jelas Bu Ambar.
"Bapak mau tanya. Siapa disini yang salah?!" Tanya Pak Hadi. Sunyi. Keduanya tak ada yang bersuara.
"Tidak ada yang mau mengaku?!"
"Saya pak.." Jawab Arsa sembari mangangkat tangan rendah. Darwin menoleh. Menatapnya dengan tatapan kebencian.
"Baiklah.. Bapak maafkan kalian atas kejadian ini. Tapi bukan berarti kalian bebas dari hukuman. Bapak sudah pernah melihat laporan tentang kalian. Buat kamu Arsa.. maaf, bapak harus menskorsing kamu dalam 2 hari." Sambung Pak Hadi.
Seakan pernyataan Pak Hadi bukanlah suatu kabar buruk. Tak ada reaksi dari Arsa entah keterkejutan ataupun ketidak terimaan.
"Buat kamu Darwin, ada surat untuk orang tua kamu. Nanti bapak titipkan wali kelasmu."
"Sebelum pergi, ayo bersalaman." Pinta Pak Hadi lagi. Arsa mengulurkan tangan yang kemudian di balas oleh Darwin.
"Kalian boleh masuk kelas."
Arsa lebih dulu beranjak dan melangkah ke kelas. Benar benar melelahkan.
"Gimana sa..?" Tanya Gani sesampainya Arsa di kelas. Pelajaran kali ini kosong. Sehingga Arsa dapat dengan mudah masuk kelas.
"Biasa." Jawab Arsa malas.
"Maksud lo..?!"
"Liat aja besok." Arsa beranjak lagi dari kursinya.
"Mau kemana lagi lo..?!" Tanya Gani lagi.
"Ke UKS. Bosen gue disini."
"Gue disini aja lah.."
Arsa berjalan menuruni tangga. Menuju UKS yang ada di lantai 1. Sampai disana, ia langsung mendekati almari. Mencari obat merah juga kapas untuk mengobati luka di ujung bibirnya. Tapi obat yang di carinya tak tersedia di almari.
"Cari apa kak..?" Tanya seorang gadis yang berdiri di belakangnya. Arsa menoleh. Mendapati gadis berambut panjang terurai dengan mengenakan seragam olahraga. Berdiri menatapnya dengan hiasan senyum di wajahnya. Arsa pernah melihatnya, tapi tidak terlalu ingat siapa dia.
"Oh.. aku tau. Kak Arsa cari alkohol ya.." Tebak gadis itu setelah melihat luka di wajahnya. Gadis itu berjalan mendekati meja dekat ranjang. Arsa kebingungan dengan tingkah gadis itu. Ia mengambil kursi dan duduk di atasnya.
Gadis itu mendekatkan kursinya dengan membawa kotak P3K. Dengan telaten, ia bersihkan darah di ujung bibir Arsa. Takut akan tampak kegugupan, Arsa mengambil kapas darinya.
"Fanyaa.. gue udah bawa.." Belum selesai Kiran menuntaskan kalimatnya.
"Bawa sini ran.." Pinta gadis yang di panggil dengan nama Fanya. Arsa ingat. Gadis ini adalah gadis yang siang itu menabraknya. Tak sengaja, Arsa melihat luka baru di lutut Fanya.
"Dia kesini mau ngobati lukanya. Tapi kenapa malah jadi ngobati gue..?!" Gumamnya dalam hati.