Putih yang cantik. Memesona seperti intan permata. Lagi suci selayaknya permadani milik bidadari, … adalah hal terindah yang pertama kali didapatkan oleh tuan putri sulungnya kerajaan Pasir Batang, yang memiliki nama Purbararang, … dari penampilan memukaunya sang adik kandung yang baru saja terlahir ke dunia ini.
“Rarang, lihatlah tangan kecilnya. Bukankah dia sangat lucu?”
Ibu kandung dari Purbararang, sang Ratu Kerajaannya Pasir Batang, Ibu Ratu Sari Dewi Bunga Pamasti, … memiliki rupa cantik lagi menawan dalam menurunkan gennya ke adik Purbararang.
Diberkahi dengan rambut putih keperakan yang anggun, juga mata putih bening sesilau jernihnya bekuan air murni, … seorang ratu muda yang dikenal oleh rakyatnya sebagai seorang dewi karena sering menebar banyak kebaikan itu, … lekas mengarahkan tangan putri sulungnya yang baru menginjak usia 5 tahun kurang, untuk mencolek sedikitnya kulit merah bayi mungil di pangkuannya tersebut.
“Dia sangat cantik,” tukas seseorang menyusul.
Orang itu terlihat memiliki mahkota agung di kepala berambut hitam kelamnya, dengan manik mata hitam juga persis seperti ciri fisik yang terdapat pada Purbararang.
Mengusapkan tangannya untuk mengelus lembut kepala kecil sesosok makhluk hidup yang sebesar boneka ini, orang itu kembali menyambungkan ucapan.
“Sangat cantik sehingga segala kecantikan yang ada di dunia ini, seolah-olah berpusat kepadanya. Ah, bukan. Sepertinya, … semua kecantikan di dunia inilah, yang justru berasal darinya.”
Dia, orang itu, adalah seorang laki-laki tampan yang berprofesi sebagai raja muda kerajaan Pasir Batang, suaminya ibu ratu, juga Ayahnya Purbararang.
Yakni, Paduka Raja Prabu Tapa Agung.
“Purbasari, kuberikan nama itu.”
Mengecup dahi kecil si bayi yang baru saja di namakan dengan nama “Purbasari” olehnya, … Prabu Tapa Agung, lekas melengkapi pemberkatannya terhadap anak berdarah keluarga kerajaan yang baru lahir, dengan memanjatkan sebuah harapan.
“Semoga kamu tumbuh dengan baik, menjadi Putri yang sangat bijaksana untuk semua rakyatmu, … Putri Purbasari.”
***
“Teteh Lalang, Teteh Lalang!"
Purbararang kecil yang saat ini tengah bermain rumah-rumahan bersama dengan para putri–anak perempuannya raja dari selir-selir–lain yang kurang lebih memiliki usia tak jauh beda dengannya, … menolehkan kepala dengan rambut hitam sependek bahunya di cepol dua, … ke arah putri berambut hijau lemon dan bermata hijau kulit jeruk.
Putri itu adalah Purbaendah. Putri raja yang terlahir dari selir kedua.
“Endah dengal dari Ibu, adiknya Teteh Lalang sudah bisa belbicala banyak-banyak. Bukan menangis telus. Apa Endah boleh lihat?"
Awalnya terdiam sesaat, tak butuh waktu berapa lama kemudian, Purbararang menyahut dengan diiringi oleh tersimpulnya senyuman lebar yang terlihat begitu manis.
“Owhh, tentu! Saat Adik Rarang berbicara, dia akan sangat lucu, tahu! Dia cantik. Cantiknya mirip Rarang. Kamu ingat kan? Namanya Purbasari.”
“Purbathari?” sahut Putri lain yang tampak tertarik dengan topik pembicaraan.