“Senang bertemu dengan Anda ….”
Terpaku.
Menatap sepenuhnya seorang bocah laki-laki berambut pirang bagaikan emas yang ditumpahi madu. Juga mata merah menggoda selayaknya warna pada isi dari buah delima, yang saat ini tengah mengecup punggung tangannya tuk memberikan salam kehormatan, … Purbararang yang telah menginjak usia delapan tahun sekarang, mengatupkan bibirnya rapat-rapat dengan pipi yang bersemu merah.
“… Nyai Putri Purbararang.”
Hari ini, dengan ditemani oleh ayahnya, Raja Prabu Tapa Agung, … Purbararang dipertemukan dengan keluarga Duke of Jaya.
Dengan maksud dan tujuan sebetulnya ialah ….
“Saya, Indra Jaya, merasa terhormat atas pertemuan kita yang begitu berharga ini.”
… Mengikat pertunangan dengan putra tunggalnya sang Duke Jaya, Indra.
“Ah, sebelum itu pula. Dari lubuk hati Saya yang paling dalam, … Saya ingin memohonkan maaf yang sebesar-besarnya, karena telah membuat waktu Anda yang sangat penting menjadi terbuang sia-sia.”
Dia, si bocah laki-laki yang Purbararang lihat seperti boneka tanpa ekspresi, memiliki jarak rentangan usia yang hanya terpaut dua tahun lebih tua darinya.
Tetapi, entah kenapa, si putri sulung kerajaan Pasir Batang itu justru merasa kalau perilakunya Indra Jaya jauh lebih dewasa dari tingkah laku anak-anak seusianya.
“Y-ya ampun, itu bukan masalah.”
Menarik lengannya dari genggaman tangan Indra Jaya secara canggung, Purbararang cepat-cepat melabuhkan masing-masing kedua telapak tangannya di samping badan.
Tak berapa lama, ia tampak menarik sedikit kain gaun tuk di angkat, menyeret satu kakinya supaya berada di belakang kaki yang lain dan menekuknya sedikit, … dan terakhir, … ia membungkukkan badannya lumayan rendah dengan mata yang terpejam, dalam memberikan salam kehormatan kembali dengan langkah yang begitu anggun.
“Suatu kehormatan untuk Saya, dapat menghabiskan waktu luang ini bersama-sama dengan Anda, Duke kecil.”
"…."