Purba Mahkota

Delis Solihat
Chapter #6

Chapter 5 - Merona Malu

“Kerja bagus, semuanya. Terutama, untuk Putri Purbamanik. Dialah yang paling bagus dalam mengerjakan semua pelajaran tata krama hari ini dengan sangat sempurna.”



Mendapatkan pujian yang berasal dari guru tata krama para putri yang tak lain adalah Ibu Ratu sendiri, Purbamanik, si putri berambut merah kejinggaan itu menengadahkan kepalanya dengan bangga, … di hadapan para putri yang duduk melingkar bersama ratu dalam latihan acara minum teh.



“Ini tidak seberapa, Gusti Ratu."



Tersenyum ramah dan merendahkan nada suara dalam ucapan manisnya yang penuh kesopanan, Purbamanik telah berhasil membuat Purbararang menatapnya dengan kesal akibat dari tindakannya yang sok rendah hati tersebut.



“Saat ini, Saya masih harus belajar dan mempelajari berbagai macam hal yang jauh lebih banyak lagi.”



“Luar biasa! Itu adalah suatu kemauan yang sangat bagus!”



Ibu Ratu kerajaan Pasir Batang, Sari Dewi Bunga Pamasti, yang penampilannya semacam bayangan akan perawakan Purbasari–jika bocah berumur 4 tahun sekarang telah besar–nanti, adalah seorang perempuan anggun yang telah menjadi idolanya Purbamanik.


Walau ibunya sebetulnya sangat membenci sang ratu sendiri karena posisinya yang memang patut untuk diirikan oleh seorang selir sepertinya, tetap saja Purbamanik masih mengaguminya sedari kecil sampai saat ini.



“Aku berharap banyak padamu, Putri Manik.”



Membuat Purbamanik–si putri yang tak selalu bisa jujur dalam mengekspresikan perasaannya–menjadi merona karena dielus pipinya dengan lembut juga ditatap dengan kasih sayang, … perlakuan dari sang ratu yang kini tengah memangku putri bungsunya, Purbasari, itu, … semakin disukai oleh para putri lain.


Terutama, sudah tentu si Putri Purbamanik sendiri.



Melirikkan mata kuning kejinggaannya ke arah Purbararang dengan senyuman yang sengaja diguratkan secara picik, Purbamanik berbicara mencebik.



“Saya harap, semoga Saya bisa menjadi seorang Putri yang layak untuk disegani semua orang. Sama seperti Anda … Gusti Ratu.”



Secara halus, putri sulung dari selir pertama raja itu menyindir Purbararang yang nilai dalam kelas pelajaran tata krama kebangsawanannya paling rendah dari putri yang lain.


Dia bahkan kalah anggun dari Purbakancana yang melakukan sesuatu dengan langkah tergesa-gesa, karena kekakuannya dalam bersikap feminin.



Tak menjawab sindiran itu meski telinganya terasa panas. Dengan santainya, Purbararang hanya mengulaskan senyuman tipis sambil melanjutkan aktivitasnya dalam meminum teh secara tenang.



“My apologies, Gusti Ratu.”



Pada saat itu, seorang Butler istana utama datang ke tengah-tengah acara perkumpulan latihan simulasi pesta minum teh, dan berakhir menarik perhatian dari semua.



“Maksud dari kedatangan Saya ke sini di waktu yang tidak tepat ini ialah … untuk menjemput Nyai Putri Purbararang, atas perintah langsung dari Gusti Raja.”



Purbararang yang di awalnya memang sudah mengulasi wajahnya dengan senyuman tipis, kini … semakin menarik sudut bibirnya secara lebar, mendelik Purbamanik yang sekarang memandanginya dengan tatapan horor, … dengan mata bermanik hitamnya yang menyipit membentuk bulan sabit.



“Mulai hari ini, Nyai Putri Purbararang akan menerima pembelajaran khusus yang akan secara langsung digurui oleh Gusti Raja, setiap hari.”

Lihat selengkapnya