Putih di atas Abu

Dinda
Chapter #1

Luka itu Datang dari Seorang yang Terletak di Relung Paling Dalam.

“Grace, kamu kok ambil jalur undangan untuk prodi hubungan internasional, kamu tau kan itu prodi impian aku.” ucap Laura dengan nada paraunya, tak menyangka sahabat terdekatnya itu menyabotase mimpinya sendiri.

“Maaf ya Lau,” ucap Grace sambil menundukkan kepalanya, malu dan tak berani menatap mata sahabat yang telah ia rebut mimpinya itu.

“Iyaa tapi kenapa? Kenapa kamu harus ambil HI padahal mimpi kamu kan akuntansi? Kenapa tiba tiba kamu begini? Dan kalaupun mimpi aku harus direbut sama orang lain, kenapa kamu orangnya, Grace?” Tanya Laura dengan mimik kecewa yang tak lagi mampu dibendung oleh siapapun juga.

Merasa terpojok, Grace berniat untuk membela dirinya sendiri dan berkata, “Yaudahlah Laura, kamu kan kaya, u can be everything that u want to be dengan uang dan relasi papamu yang kaya raya itu.”

Laura hanya terdiam, terlalu terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar dari seseorang yang selalu ia temani setiap harinya itu.

Di dalam keheningan lisan dan kekalutan kepala Laura, Grace kembali menimpali,“ Laura, aku bukan anak orang mampu sepertimu, orang orang yang penuh kemudahan seperti kamu tidak akan pernah mengerti, apa yang aku ambil darimu bukan suatu masalah yang besar lah, jangan terlalu mendramatisir keadaan!”

Laura terpaku dan terbelalak mendengar ucapan Grace, hingga akhirnya ia mampu mengucapkan kalimat terakhir untuk sahabatnya itu yang berbunyi “Grace, jangan pernah berlagak seolah kita pernah berteman lagi ya.”

Laura pergi meninggalkan Grace sendirian, ia menuju toilet perempuan, membasuh wajahnya dengan air tenang yang ia ambil dari wastafel berharap ia terbangun dari mimpi buruk namun ternyata tidak, ia tidak bermimpi, inilah kenyataan yang terjadi.

Laura memasuki kabin toilet dan menutup pintu rapat rapat, ia menangis sendirian di sana, kedua matanya yang sedang membawa dan tangannya yang guncang menatap dan menghapus segala foto dan kenangan bersama sahabatnya Grace, teman terdekatnya yang sudah seperti adiknya sendiri, yang selalu ikut bertamasya bersama keluarganya dan selalu dibantu oleh Laura apabila Grace sedang ada kesulitan ekonomi dalam membayar tanggungan sekolahnya.

Bel masuk kelas berbunyi, sedang Laura yang kacau itupun sudah tak mampu lagi perdulikan apapun. Sudah berselang waktu lama Laura tak kunjung masuk dan datang menuju ruang kelas, hal itupun membuat bu Utami mempertanyakan dimana keadaan Laura kepada Bestari sang ketua kelas.

“Bestari, ini temenmu Laura masuk kan?” tanya Bu Utami.

“Iya bu, tadi sewaktu jam pertama Laura masuk bu, itu tas dan barang barangnya juga masih ada,” jawab Bestari.

“Iya ya, kemana ya Laura? tumben sekali, apa di sini ada yang tahu Laura dimana?” tanya bu Utami kepada seluruh siswa di dalam kelas.

Sontak seluruh siswa kelas 12A itu pun kebingungan dan merasa tidak melihat Laura, mereka saling tatap beberapa menit sampai akhirnya berkata bahwa mereka tidak ada yang mengetahui dimana Laura berada.

Melihat hal tersebut Bestari sebagai ketua kelas pun berinisiatif untuk mencari keberadaan temannya itu.

Sambil mengangkat tangannya sebagai simbol permisi, Bestaripun berkata, “Bu Utami, sebaiknya pelajarannya dilanjut saja bu, sementara itu saya ijin untuk mencari Laura sebentar di sekitar sekolah ini ya bu.”

Lihat selengkapnya