~Aku tidak ingin mendengar apapun untuk hiburan, terdiam sambil berusaha mencinta adalah langkah mencari aman~
🥀🥀🥀
Barangkali aku sudah kehilangan senyumku sejak sepuluh tahun lalu. Barangkali juga saat itu aku telah kehilangan kebahagiaanku sepenuhnya. Aku sangat tidak menyukai tempat ini. Sudah sangat lama, tapi aku tetap saja belum bisa menerima keadaan.
Kepulan asap bisa menjadi lamunan yang panjang saat aku menatapnya. Rintik hujan bisa menjadi nanar bening di mataku. Terik siang bisa menjadi sayatan pisau pada perasaanku. Dan melihat daun yang selalu gugur aku sangat senang, setidaknya ada makhluk lain yang sedang menderita bersamaku.
Bukan hal sulit ketika harus mengabaikan hal di sekitarku. Aku sungguh tidak menyukainya, mengapa harus repot-repot seolah menyukainya? Aku bukan musuh dalam selimut yang tersenyum di depan lalu menusuk dari belakang.
Akan kukatakan jika aku tidak menyukainya, menusuk dari depan terasa lebih memuaskan. Aku bisa tertawa sepuasnya di hadapan musuh, tapi entah mengapa sampai saat ini aku tidak juga mengerti apakah tempat ini musuh atau tidak. Walau terus dalam lamunan duka mengapa ia berbaik hati merawatku? Akan lebih baik jika aku hanya berdiam diri seperti ini.  Â
Tak apa jika perempuan sepertiku mulai terasa menyedihkan, sudah sangat terbiasa dengan sepuluh tahun pengalaman yang menyedihkan. Perempuan tua itu tidak pernah mencariku. Apa dia sangat ketakutan dengan segala kesalahannya? Seharusnya ia bertanggung jawab atas tersiksanya aku, tapi kurasa dia telah menghilang atau akukah yang telah menghilang dari hidupnya? Mungkinkah kami saling melenyapkan diri sambil menghapus jejak kaki yang masih tersisa secuil? Sungguh tidak adil bagiku, sedikit pun tidak adil; tapi bagaimana lagi selain menjalani saja?