~Kutatap langit yang bertabur bintang, bulan terlihat ikut mendampingi; saat ini matahari pasti sedang kesepian~
🥀🥀🥀
Kami berpisah karena arah rumah yang berbeda. Aku melangkah menyusuri jalan yang mulai di terangi lampu jalan. Aku tidak langsung menunggu angkot yang tadi Gema arahkan. Rasanya aku masih ingin menikmati malam yang panjang. Kaki melangkah lurus tanpa belokan agar tidak terjadi yang tak diinginkan; yaitu tersesat. Aku berharap kebersamaan tiga gadis aneh terus bertahan. Saat menikmati tawa sekelompok perempuan yang sedang bergandengan, sebuah getar membuyarkan lamunan.
“Farhan!? Ah…!” Aku tersadar masih berada di tempat umum. Kupelankan suara kegirangan. “Kangen banget samamu, kapan pulang ke Medan?” tanyaku tanpa basa-basi soal kabar.
“Eitss… santai aja dong suaranya ha… ha….” Tawanya menggema di telinga. “Sekarang aku sangat sibuk bekerja. Jadi banyak waktu yang harus disita,” lanjutnya menjelaskan.
“Udah pulang enggak tahu kapan, ngabarin aku juga jarang. Katanya Abang, masa meluangkan waktu untuk adeknya pun susah. Das_” Suaraku tercegat oleh perasaan yang mengganjal. Aku tidak lagi merasakan keberadaan lawan bicara di seberang.
Kutatap layar yang sudah menghitam. Ternyata ponselku sudah mati, aku lupa mengisi daya karena terburu-buru tadi pagi. Walau mendengar suaranya akan menambah rindu, tapi aku masih ingin bergurau . Farhan sedang berusaha sangat keras, kuharap impiannya bisa terwujud. Sekarang kami harus berjarak sejenak.
Banyak teman semasa SMA yang kurang beruntung karena tidak mendapat bangku di perguruan tinggi negeri, salah satunya Farhan. Karena keterbatasan biaya dan juga nama swasta yang tidak terlalu diminati, Farhan memilih bekerja selama setahun ke depan. Selanjutnya, kesempatan mencoba masih bisa diperjuangkan. Bukankah aku cukup beruntung dengan usaha yang tidak ada sama sekali? PTN bukan hanya tentang kepintaran, tapi juga keberuntungan.