Putih Yang Menyamar Hitam

Senna Simbolon
Chapter #16

Sahabat Rasa Pacar

~Sebelum rasa ini muncul kepermukaan, aku harus membabat semua habis-habisan. Aku juga manusia, yang berusaha menghindari luka~

🥀🥀🥀

Aku kembali membuka lembaran lalu membawa imajinasi mengitari tawa, tangis, dan perasaan lainnya. Ketika lembaran tawa yang terbuka, mulut ini juga ikut tertawa. Jika lembar tangis yang terbuka maka wajah mengekspresikan kesedihan mendalam. Rasanya seperti sedang bercermin ke masa lampau. Sambil terus mencari jawaban untuk hati, kunikmati setiap kenangan di dalam. Kenangan bersama Raka di buku harian yang entah sejak kapan mulai kutuliskan.

 “Cie ada yang lagi jatuh cinta. Senyam-senyum pula,” sambar Bibi yang mendapatiku di kamar.

“Menurut Bibi persahabatan Nesta dengan Raka gimana?” tanyaku tanpa berpikir respons yang akan didapat.

“Dari kemarin ‘kan udah Bibi bilang kau jangan terlalu sering jalan sama Raka, karena apa? Karena berhubungan dengan lawan jenis yang udah pacar hanya akan membawa masalah. Nanti kau yang malah kecewa.” Seluruh semesta akan berpendapat demikian, jadi suara tak mau membuat dalih yang berkelanjutan. Bibi meninggalkanku dengan kecupan, sepertinya aku dipersilahkan merenung.

Mulut hanya terkatup, coba membiaskan kata yang sempat terdengar. Namun percuma, hanya sesaat saja, berbagai kalimat baru tercipta tentang perasaanku terhadap Raka. Sebelum rasa ini muncul kepermukaan, aku harus membabat semua habis-habisan. Aku juga manusia, yang berusaha menghindari luka. Lalu, bagaimana caraku melakukannya?

Aku kita tidak akan pernah bisa memastikan bagaimana perasaan ini esok. Masih sama atau akan berubah. Setahun penuh sudah persahabatan ini terjalin dengan baik-baik saja, tapi sebuah ego berusaha meenghancurkan ikatan. Sekarang aku membutuhkan coretan kenangan yang akan tersimpan rapi di salah satu sudut memori.

🥀🥀🥀

Kami adalah sahabat rasa pacar. Di mana hubungan tercipta tanpa rencana. Defenisi sebuah hubungan tidak pernah melintas begitu saja. Setiap bagian datang satu persatu tanpa memikirkan susahnya ke depan. Ada yang kecil juga besar, ada yang cerah juga kelam. Yang paling diinginkan ialah berwarna cerah. Sayang, kita tidak bisa memilih dan hanya dapat merenung tentang kata ‘Seandainya’. Semua seperti sesal yang tak seharusnya terjadi.

Drrrrtttt… Drrrrttttt…

Sebuah panggilan tak terduga, membuat dahi berkerut mengundang tanya. Ini masih pagi, seharusnya kami sibuk dengan jam kuliah. Aku masih ada waktu lima menit untuk mengobrol. Barangkali ada hal yang mendesak.

Lihat selengkapnya