~Terkadang aku berpikir, bahwa tidak semua yang pergi akan kembali. Namun aku masih berharap, akan bahagia yang telah lama dicuri~
🥀🥀🥀
Aku harus berjalan dari simpang gang karena sampai sinilah alamat yang diberikan. Setiap detail tempat kujamah dengan kecemasan. Sedikitpun mata tidak ingin berpaling ke belakang, hanya menatap ke depan untuk sebuah harapan. Aku terus menyusuri lorong yang sepertinya buntu. Saat sudah di ujung, telinga menangkap tawa yang kukenal. Kupercepat langkah untuk memastikan dugaanku benar.
Bisa kurasakan ada luka yang tersirat dalam tawanya, ada jerit putus asa di setiap desah napasnya. Aku menemukan Alfan dalam kesakitan. Kini aku bisa melihat mereka berbincang dengan sebuah gitar di tangan. Rupanya mereka sedang menikmati malam di teras yang tidak berpagar. Hadirku masih belum diketahui, Alfan menarik napas panjang. Kuhampiri dia dengan rasa lega.
“Alfan?” Dua pasang mata menatap dengan amarah. “Kau kenapa lari dari rumah? Mamah terus menelepon karena khawatir,” ungkapku dengan nada cemas. Wajahnya berubah pucat pasih dan Rio paham kami butuh waktu berdua.
“Aku juga ingin bebas sepertimu. Kenapa? Tidak boleh!?” Aku sungguh tidak mengerti sama sekali.
“Alfan kau kenapa? Ada masalah, cerita sama kakak,” tawarku seraya mengelus bahunya.