Putih Yang Menyamar Hitam

Senna Simbolon
Chapter #20

Tidak Semudah Yang Dikira

~Bahkan aku berjuang mati-matian untuk tidak memulai percakapan. Kita akan merasa ada yang kurang, jika yang biasa kita lakukan hilang~

🥀🥀🥀

“Nest, kalau mau nginap jangan bawa-bawa hewan peliharaan dong,” sungut Gema padaku.

“Cewek imut gini dibilang peliharaan. Kalau nggak dibolehin nginap bilang! Biar Siska pulang aja!” Saat wajah Siska sudah menggemas, aku hanya diam tak membalas.

“Yaudah pulang sana! Oh ya, jangan lupa tutup pintu kamarku!” ketus Gema dengan ekspresi serius. Hal itu membuat Siska marah, meraih tas sandangnya, lalu berjalan ke arah pintu keluar dan kami hanya membiarkan.

“GE-MA, NES-TA!! Bukannya dicegah, malah diam aja! Bete… bete… enggak jadi pulang!!” Kami pura-pura tidak tahu apa yang dia maksud. Siska menghentakkan kaki dan melempar tas berwarna putih ke sembarang tempat, direbahkan tubuh tanpa peduli pada yang punya. Kebiasaan wanita pada umumnya jika sudah dibuat marah. Kami tertawa melihat sikap yang kekanak-kanakan.

“Nest HPmu bercahaya tuh, coba lihat siapa tahu ada yang nelepon!” Aku mengangkat ke dua bahu tanda tak tahu. Aku memang sengaja memberi mode diam karena ingin quality time bareng teman. Saat aku sudah sampai di meja belajar, telepon itu sudah mati dan terlihatlah lima panggilan tak terjawab dari Raka. Ia masih berusaha sekali lagi hingga aku memutuskan untuk meladeni.

“Halo....” Suaranya sudah seperti ibu-ibu cerewet yang menanyakan kabar. Ini sudah seminggu sejak pertengkaran kami kemarin, selama itu pula kontak berjeda. “Iya….” Aku masih kesal dengan adegan drama minggu lalu. “Enggak, di rumah Gema.” Raka masih tidak membahas persoalan yang membuat kami tidak saling bicara. Pertanyaan pak polisi pun terhenti karena aku tidak ingin balik bertanya.

Ia mengangkatku ke langit, melayangkan aku bersama ribuan bunga, lalu menghancurkanku dengan angin topan. Tanpa berniat minta maaf, Raka mengobati luka akibat badai yang diciptakannya sendiri. Suara yang sangat rendah, membuat hati luluh seketika. Aku sedikit mengutuki diri, mengapa aku masih mau berbicara dengan Raka? Namun, sahabat tidak boleh terkubur dalam amarah. Bagaimanapun dia adalah lelaki yang membantuku mengurangi rasa pada Sata.

“Siapa? Jawab teleponnya datar banget.” Gema bertanya ketika aku sudah menghampirinya.

“Raka,” jawabku singkat.

Lihat selengkapnya