Putih Yang Menyamar Hitam

Senna Simbolon
Chapter #22

Pilunya Jiwa

~Seperti kijang yang dikejar-kejar dan seperti domba yang tidak digembalakan, demikianlah bahagia akan berpaling dariku~

🥀🥀🥀

Aroma tubuh bagai ikan busuk dari timbunan sampah. Langkah kaki terseret karena ditekan masalah. Aku sedikit tersenyum karena nasib yang menimpa. Ternyata bukan hanya aku yang sedang merana. Dia terus mengomel pada setiap orang yang lewat, tapi hanya bungkam yang didapat.

Tiba-tiba ia melontarkan senyum sambil sedikit tertawa. Ibu itu sangat kumuh dan kotor. Sambil meringkuk ia berteriak, “Sana pergi kau orang gila!”. Aku tertegun karena tidak ada yang mendekatinya. Semoga aku tidak dimakan ketidakwarasan yang sudah lama terpendam.

“Aduh…! Maaf ya.” Semua orang membalas dengan senyum dan anggukan.

Sopir angkot itu merasa tidak enak karena para penumpang harus menunggu beberapa saat. Salah satu ban belakang mengulah dan untunglah ada cadangan, sehingga kami hanya menunggu sekitar sepuluh menit untuk diganti. Memang tidak masalah jika turun dan menaiki angkutan yang lain, tapi lima penumpang seperti sedang tidak terburu-buru; termasuk aku. Dengan kesabaran kami menunggu hingga selesai.

Mesin angkot mulai dihidupkan kembali dan lajunya mulai terkendali. Aku masih melihat orang gila itu berusaha mengusir yang tidak ada. Aku mendekatkan dua kardus kecil yang mulai bergeser menjauhi kakiku. Aku menghela napas, ibu itu semakin jauh dan mengecil, masalah terus datang silih berganti.

🥀

Mamah dan Papah semakin mempermainkan hidupku belakangan. Dulu aku masih bisa menolak, tapi kali ini mereka mengancam seolah ada yang sedang ditahan. Terkadang ingatan menjadi alasanku untuk berjuang. Mereka memperlakukanku bagai bunga dalam pot, dipindahkan ke mana mereka suka. Tidak diberi kebebasan memilih seperti yang Alfan pikir.

Aku iri dengan dia yang bisa dekat dengan keluarga, sedangkan dia cemburu karena aku terlihat mampu mendapat yang kusuka. Dia tak mengerti bahwa seluruh milikku telah dicuri. Kami hanya melihat tanpa bertanya pada yang mengalami. Apakah orang tersebut bersuka dengan yang ia punya?

“Apa orang tuamu sudah gila!? Kalau Nesta kos, malah akan nambah biaya.” Siska masih tidak percaya cara Mamah-Papah mengendalikanku.

“Memangnya aku pernah bilang mereka waras!?” Aku terus membereskan baju-bajuku, tapi Siska berhenti dan menggeleng karena perkataan barusan.

Barang yang dibawa masih sebagian, aku berniat menyicil sedikit demi sedikit agar tidak terlalu berat. Hanya butuh waktu satu jam, semua sudah tersusun rapi. Aku sedikit bingung ketika membicarakan mengenai pindahanku, tapi Bibi seperti sudah menduga; tidak ada pertanyaan mengapa, tidak ada marah, dan tidak ada niat melarang. Tentu saja sikap beliau membuat aku yang dihujani keheranan.

Wih, udah rapi aja nih kamar! Tidak terlalu buruk,” ungkap Gema yang baru datang. Segera diletakkannya tiga bungkus nasi padang beserta tiga cup es jagung. Karena jarak kos yang dekat dari kampus, membuat Gema gampang menemukan kami. Lagipula sekarang ia lebih sering membawa sepeda motor, jadi menyusuri tempat bukanlah hal yang rumit.

“Nest, hewan peliharaan dikasih makan yang sisa aja ya,” ujar Gema mencari gara-gara.

“GE-MA!!” histeris Siska yang membuat peka telinga.

Tangannya dengan sigap mengambil satu paket menu siang ini. Dengan moncong yang sudah memanjang, dia memojokkan diri ke sudut kamar. Aku dan Gema langsung tertawa karena tak kuasa melihat tingkahnya. Merasa tidak terima, gadis mungil itu meraih buku tipis yang tersusun di dekatnya, lalu dilemparkan pada Gema, tapi malah aku yang kena.

Hiks… maaf Nest enggak sengaja,” tangis Siska yang tidak niat beranjak dari duduknya. Gema terus menjulurkan lidah, tanda kepuasan yang tak terkira.

Lihat selengkapnya