Putih Yang Menyamar Hitam

Senna Simbolon
Chapter #24

Perpisahan Yang Tidak Sepihak

~Jika masih berkeinginan mencintai orang yang sama dengan masa lalu, kenapa memutuskan berpisah dengan yang dulu?~

🥀🥀🥀

Bayangan Raka di malam itu masih sering terlintas meski rentang waktu telah berjalan setengah tahun. Aku ingin sekali memiliki alat pemutar waktu, aku ingin memperbaiki sikap di malam ia bermanja-manja. Maaf untuk hati yang sudah sangat memimpikan kebersamaan, saat ini semua itupun harus tertunda.

Namun, jika aku diijinkan memperbaiki hari lalu, belum tentu aku mampu; bisa saja hasilnya tak ubah. Jika ia cinta yang ditakdirkan untukku, ia akan kembali dengan cinta yang lebih besar. Aku hanya harus cukup dewasa untuk memulai dengan kepasrahan. Lagipula, kehilangan merupakan hal yang biasakan? Hidup memang tidak selalu adil, tapi apakah terus bersungut-sungut itu perlu? Apa aku harus menuntut semesta? Kurasa tidak juga. Ikuti saja alur yang sudah Tuhan siapkan!

“Semuanya harus kau dengar Raka! Semua isi hatiku. Termasuk betapa aku mencintaimu,” batinku dalam dada.

Sakit yang kualami sudah tidak terasa lagi, semua racun beralih menjadi penyambung hidup.

🥀🥀🥀

“Kali ini Abang harus benar-benar menyerah atas Nesta!” sombongku pada senior yang masih setia menjadi teman.

“Kok kau pula yang ngatur perjuangan seseorang? Bagiku mundur adalah sebuah pantangan,” bantahnya tegas.

“Udalah alumni emang susah dibilangi! Rencana mau mengabdikan diri di mana?” Aku beralih dari topik yang tidak akan ada habisnya.

“Di….” Bang Depo menahan ucapannya untuk membuat aku penasaran. “Jeng… jeng… jeng….” Ia seolah pembawa acara yang akan menyebutkan nama pemenang. Aku yang tadi serius menjadi gondok dan membuang muka. Tawanya pun pecah seketika.

Selain tawa kelepasan, aku melihat jiwa bebas yang merambah ke dalam jiwa. Seperti itukah perasaan seorang wisudawan? Melegakan sekali sepertinya. Aku harus menunggu paling tidak tiga tahun lagi agar dapat merasakan toga terletak di kepala. Kami terdiam sambil menatap air mancur kecil yang berada di tengah café. Tidak ada kata, kami tersenyum seolah berjanjian.

Ahhhh, ini akan menjadi tahun-tahun panjang bagiku. Semua orang telah pergi satu per satu. Kelak, ke mana pun lelaki ini melangkah, aku harap ia tidak berubah. Seseorang yang jiwanya tidak mudah tersinggung, tidak mudah tersakiti dan tetap menjadi seorang teman di kehidupan singkat. Meski aku mampu tersenyum melihat air yang turun dari pancuran, hati ini hampa tanpa tujuan.

Lihat selengkapnya