~Aku ingin segera merebahkan tubuh yang pilu, mengistirahatkan otak yang terenyuh dan mendiamkan hati yang terlalu sering terkena sembilu~
🥀🥀🥀
Setiap orang butuh alasan untuk mempertahankan sesuatu, tapi aku? Tidak ada alasan untukku bertahan hidup dan ini semakin membuat sulit di setiap detik. Setiap pagi aku bangun dengan sikap uring-uringan, menatap jam yang menandakan keterlambatan, hingga rasa tidak peduli akan resultan.
Tuangan air dari gayung menuntunku menutup mata, nikmatnya sampai ke jiwa. Aku masih berdiam diri meski tubuh sudah bersih. Suara air dari keran membantuku menikmati kedamaian. Pernahkah kalian merasakan kamar mandi sebagai tempat ternyaman? Mungkin inilah jawaban dari kebiasaan pecandu obat terlarang. Bukan hanya untuk menyembunyikan diri, tapi untuk menikmati mimpi. Bebas berimajinasi, seperti tidak ada lagi beban di hati.
Napas serasa lebih cepat. Bahkan aku lebih banyak menghela daripada menghirup oksigen di udara. Helaan kelegaan, seolah semua masalah telah sirna. Untuk setiap orang yang sedang digerogoti tekanan, jadikanlah kamar mandi sebagai kehidupan! Namun….
Tok… tok… tok…
“Nest, udah hampir sejam kok belum siap juga!? Yang lain sudah pada ngantri,” tuntut Kakak kos yang tidak terlalu kuhapal namanya.
“Eh sebentar Kak, ini udah mau selesai.” Kenapa aku terlalu menikmati mandi pagi ini?
Aku menyesal karena kamar mandi ini berstatus milik bersama. Lebih baik menikmati tekanan daripada nyawa terancam. Semoga mereka tidak mengiris tubuhku yang menyedihkan. Segera kubalut tubuh dengan handuk yang sedari tadi terkait pada gantungan. Handuk juga hal yang tidak boleh disepelekan sebagai anak kos sejati. Mungkin anggota keluarga akan mengambilkan jika kalian lupa membawa, tapi hal itu belum tentu terjadi di sini. Aku yang tidak terlalu dekat dengan mereka, mengharuskan diri lebih dari kata mandiri.
“Lain kali jangan diulangi Nest! Kau ‘kan tahu, tiap Selasa banyak yang masuk kuliah di jam kedua,” sambarnya dengan raut kesal. Terlihatlah tiga gadis lain sedang membuat antrian dan mereka memasang tatapan sinis.
“Maaf Kak,” ucapku tak memperpanjang masalah, ini memang salahku yang tak tahu tempat.
Semua yang terhenti tanpa kuakhiri, masih mampu menciptakan hal positif pada diri. Memilih baju bukan lagi hal yang rumit, apa yang lebih dulu terlihat, itulah yang akan kukenakan. Usapan make-up tidak usah terlalu dipusingkan, yang penting lipstik tetap menyamarkan kepucatan. Urusan rambut juga tidak terlalu buruk. Ikat saja seperti ekor kuda, yang terpenting rapi dan mampu menutup kekelaman.
Kuraih tote bag berwarna hitam. Jam kuliah pertama sudah tidak memungkinkan, yang kedua akan jadi pilihan. Syukurlah di masa kuliah, urusan masuk kelas tidak menjadi persoalan. Cukup ingat saja jatah absen, semua akan aman terkendali.