Putri Eng Kian Sang Permaisuri

widyarini
Chapter #6

Hilangnya Sang Dayang

Aku bersama Yihua berjalan perlahan menuju ke arah paviliun pengawal Istana Barat. Jam malam masih beberapa saat lagi. Hilangnya seorang dayang di Istana Barat bisa menjadi alasan bagiku untuk melapor. Malam ini terlihat senyap. Di beberapa sudut aku melihat pengawal berjaga. Sesampainya di depan paviliun, dua orang pengawal menanyakan tujuan kedatanganku.

’’Apakah Panglima Zhao Shen ada?’’ tanyaku.

Seorang menundukkan wajah sebagai tanda penghormatan,’’Panglima Zhao sedang melakukan patroli rutin, Yang Mulia,’’ jawabnya.

’’Kepada siapa aku harus melaporkan perihal hilangnya dayangku?’’ tanyaku.

’’Yang Mulia Puteri tunggulan sejenak. Saya akan melaporkan perihal kedatangan Anda,’’ ujar Si Pengawal.

Aku berdiri dengan gusar. Ruping belum pernah menghilang begitu lama. Siapa yang berani mengusik dayang milik putri dari permaisuri kaisar? Aku melirik Yihua. Dia menunjukkan raut wajah sama cemasnya.

Selang beberapa saat Si Pengawal keluar dari paviliun dan mempersilakan aku masuk. Di dalam terdapat sebuah meja cukup besar dan beberapa kursi. Di sini mungkin tempat para pengawal mengadakan rapat dengan pimpinannya. Seorang pengawal berseragam berbeda dengan pengawal biasa menyambutku dengan penghormatan. Dia adalah pimpinan pengawal penjaga.

’’Ada keperluan apa yang membuat Yang Mulia Puteri sampai datang ke sini?’’ tanyanya.

Aku mengatur napas agar suaraku terdengar tenang. Rasa panik harus kukendalikan agar bibirku tak gemetar,’’ Salah satu dayangku yang bernama Ruping menghilang sejak pagi. Sebelumnya aku memintanya pergi menemui Panglima Zhao Shen untuk suatu keperluan.’’

’’Sejak pagi tidak ada dayang yang datang ke paviliun penjaga, Yang Mulia,’’ jawab pimpinan pengawal.

’’Di Istana Barat banyak pengawal yang berjaga. Saya ingin dilakukan penyelidikan. Pasti ada yang melihatnya untuk terakhir kali. Tidak mungkin dia hilang begitu saja bukan?’’ tanyaku dengan suara tegas. Baru kali ini aku mengeluarkan suara dengan nada yang berbeda. Rasa cemas dan takut membuatku berani untuk bicara lebih tegas agar masalah ini segera ditangani,’’Lakukanlah dengan hati-hati. Usahakan jangan sampai seisi Istana Barat gempar apalagi bila kabar ini didengar oleh kaisar. Saya harap kau cukup mengerti.’’

’’Saya mengerti, Yang Mulia.’’

Lihat selengkapnya