Putri Eng Kian Sang Permaisuri

widyarini
Chapter #15

Perjalanan Panjang

Acara pelepasan rombongan yang akan membawaku ke pelabuhan telah usai. Aku menahan air mata yang nyaris jatuh ketika berpamitan ke keluargaku. Aku melihat Putri Eng Li telah usai menjalani hukumannya. Dia tampak jauh lebih tenang. Kami sama-sama kehilangan orag yang dicintai.

’’Maafkan aku, Kak,’’ lirihnya sambil memelukku.

Aku tersedu mendekap tubuhnya yang tampak lebih kurus,’’Aku memaafkanmu, Li Li,’’ ujarku dengan memanggil nama kecilnya. Kami berpelukan cukup lama.

’’Semoga kau selalu bahagia, Kian Kian,’’ ujar Putri Eng Lian. Kakak perempuanku lalu ikut memelukku.

Aku memberi hormat kepada kedua kakak laki-lakiku. Ini adalah hari terakhir menginjakkan kaki di negeri kelahiranku. Beginilah rasanya kehilangan semua hal yang kaumiliki di waktu yang bersamaan.

Ruping dengan tergopoh-gopoh menyampaikan kabar tentang Panglima Zhao Shen sesaat sebelum rombongan kereta kuda membawaku menuju ke arah Pelabuhan. Aku bisa menebak apa yang telah terjadi dari wajahnya. Aku yakin ini bukan kabar baik.

’’Ada kabar apa?’’ tanyaku cemas.

’’Ampuni saya, Yang Mulia. Kabar ini baru dikirim oleh Han Wen melalui Pengawal Li. Panglima Zhao Shen menghilang saat memimpin pasukan melawan Bangsa Mongol di perbatasan utara. Diperkirakan dia telah tewas di tangan musuh. Baju perangnya ditemukan berlumuran darah tetapi tubuhnya belum ditemukan hingga sekarang.’’

Tubuhku mendadak lemas. Sebelah jiwaku seolah ditarik keluar dari raga ini. Ruping dengan sigap memapahku naik ke atas kereta kuda.

’’Yang Mulia Putri, maafkan saya,’’ ujar Ruping sambil memegang kedua tanganku yang mendadak dingin. Dia berusaha menenangkanku.

Dia duduk di hadapanku dengan wajah cemas. Tak satupun kata mampu kuucapkan selama kereta kuda membawaku ke Pelabuhan. Tubuhku begitu lemas hingga terpaksa kusandarkan di dinding kereta. Aku mencoba memejamkan mata, berharap ini adalah mimpi.

***

Ada tujuh belas kapal besar yang menyertaiku menuju Trowulan. Kapal-kapal itu berisi hadiah untuk Raja Majapahit dan barang dagangan yang akan ditukar dengan rempah-rempah. Ayahanda Kaisar ternyata tak ingin kapal-kapal itu kembali ke Tiongkok dalam keadaan kosong.

Lihat selengkapnya