Putri Eng Kian Sang Permaisuri

widyarini
Chapter #17

Sekar Ayuwardhani

Gusti Prabu selalu mengunjungi paviliunku. Kami menghabiskan malam dengan banyak bicara. Pengetahuannya yang luas membuatku kagum. Kami bertukar pengetahuan dengan diselingi canda dan tawa. Sebegitu seringnya kunjungan itu membuat banyak selir semakin cemburu. Perasaanku sungguh tak nyaman.

 

’’Ada apa, Dinda?’’ tanya Gusti Prabu.

 

’’Apakah Kanda Prabu tak ingin mengunjungi paviliun selir lain atau mengundang mereka ke kediaman?’’ tanyaku,’’Kanda Prabu harus adil membagi waktu. Dinda sungguh merasa tak nyaman bila sampai Kanda Prabu melupakan keberadaan mereka.’’

 

Gusti Prabu tertawa,’’Biasanya permaisuri justru cemburu bila suaminya mengunjungi selir lain. Kau berbeda, Dinda. Apa kau tak merasakan cemburu membagiku dengan yang lain?’’

 

Aku membayangkan seandainya menikah dengan Panglima Zhao Shen kemudian dia menikahi wanita lain juga, bagaimana perasaanku? Tentu saja aku cemburu, mana bisa aku membagi orang yang kucintai dengan wanita lain bahkan Putri Eng Li sekalipun. Namun, aku sekarang adalah permaisuri seorang raja dari kerajaan besar. Di mana dia adalah panutan bagi semua orang terutama bagi anak-anaknya. Bagaimana bisa aku membiarkan suamiku dibicarakan di luar sana karena tak bisa berlaku adil dalam keluarganya sendiri?

 

’’Dinda adalah permaisuri yang menjadi panutan bagi para selir. Bila menuruti perasaan maka tentunya cemburu itu ada tetapi Dinda tak ingin Kanda Prabu memberikan contoh yang tak baik bagi para pangeran dan putri. Berlaku adil kepada keluarga sendiri dahulu maka akan membuat Kanda Prabu lebih mudah melakukannya nanti kepada orang lain terutama rakyat kerajaan ini,’’ jawabku.

 

***

 

Selama empat bulan tinggal di istana, sulit untukku menghafal nama-nama selir Gusti Prabu yang jumlahnya seratus lebih. Dalam setiap ucapara resmi kerajaan hanya permaisurilah yang mendampingi raja. Itulah kenapa aku tak begitu hafal wajah para selir. Selir utamalah yang seringkali kulihat, Sekar Ayuwardhani namanya. Dia adalah putri dari kerajaan kecil yang menjadi bawahan Majapahit. Sebelum kehadiranku, dia adalah calon terkuat permaisuri.

 

’’Yang Mulia Permaisuri, Gusti Selir Sekar Ayuwardhani menunggu untuk menghadap,’’ lapor Mirah.

 

Aku terkejut mendengarnya. Sekar Ayuwardhani baru sekarang datang berkunjung ke paviliunku. Sebelumnya hanya beberapa selir yang datang berkunjung untuk sekadar mengantarkan makanan atau hadiah atas penobatanku menjadi permaisuri.

 

’’Persilakan dia masuk,’’ perintahku.

 

Ruping menatapku sambil menggeleng,’’Yang Mulia, dia kan tak menyukai Anda,’’ ujarnya.

Lihat selengkapnya