Di Gudang Rumah...
Sinar keemasan menyinari kelopak-kelopak mawar merah di Lembah Mawar. Angin sepoi-sepoi berhembus masuk ke celah-celah ventilasi kamar yang pengap dan berdebu. Di dalam ruangan gudang itu seorang ibu muda dan putri kecilnya sedang memilah barang-barang bekas.
Pagi ini… seperti biasanya Marry El Rose membangunkan putri kecilnya, menganti pakaiannya, sarapan bersama, sebelum akhirnya mengajak putri kecilnya, Caelan El Rose, membersihkan kamar gudang di belakang rumah.
Tangan mungil Caelan menyentuh pakaian bekas yang menumpuk di dalam kardus.
“Mom, pakaian ini milik siapa?” Caelan kecil memegang pakaian feminim merah muda yang sangat imut, pakaian bayi yang tidak muat di tubuhnya.
Marry melangkah dan mendekati putri kecilnya. Ia menyentuh pakaian bayi bekas itu dan tersenyum.
“Sayang, ini pakaianmu saat kau masih bayi. Caelan tidak ingat?!” tanyanya lembut.
“Oh…” Caelan mengeleng-gelengkan kepalanya. “Caelan tidak ingat, Mom. Ini milikku ‘kan?!”
“Itu milikmu, sayang.” Marry mengelus rambut putri kecilnya. “Tapi… pakaian itu sudah tidak muat dengan tubuhmu… Mama bisa menjahitkan satu untukmu.”
“Hore… Mommy memang terbaik.” Caelan antusias.
Caelan menaruh pakaian bekas itu kembali ke dalam kotak kartus. Kemudian… tangan mungilnya mengorek-gorek isi kartu lainnya.
Dia menemukan koran bekas. Di halaman depan koran itu… tampak foto gadis detektif muda dengan rambut kucir kuda. Kepala Caelan agak miring melihat foto gadis muda itu.
Caelan menoleh dan memanggil Mamanya.
“Mom… ini foto siapa?!” tanya Caelan.
Marry mendekat dan mengambil koran bekas itu. Mata biru Marry melebar ketika melihat foto gadis detektif itu.
Di halaman depan koran itu… tertulis judul berita yang jelas dengan tinta hitam. “Siapa Identitas *** Pembunuh Berantai Bangsawan?”
Mata Marry menjadi serius. Ia membaca kembali koran bekas itu… membuka kembali ingatan gelap yang dilupakan dunia dan dia ingin menguburnya.
Koran itu tidak pernah menyebut nama “Putri Mawar Darah”. Semua penyebutan yang mengarah ke Marry atau Putri Mawar Darah menjadi kabur dan tak terbaca semenjak insiden runtuhnya ingatan dunia tujuh tahun lalu.
Marry terus membaca koran itu… namun alih-alih menjelaskan siapa identitas Putri Mawar Darah yang sudah dikaburkan.
Artikel koran itu justru menyoroti dan membuka aib setiap korban – para bangsawan yang tak pernah disentuh hukum – yang dihakimi Marry satu per satu beserta bukti lengkap kejahatan sistemik mereka.
Gadis detektif muda itu berkata, “… *** memang pembunuh berantai… tindakannya tidak bisa dibenarkan menurut hukum kerajaaan… namun semua korban yang *** bunuh adalah bangsawan tak tersentuh hukum.”
“Para pedagang budak, para pemerkosa, para pembunuh bayaran, para penyeleweng pajak, para pelaku kekerasan perempuan dan anak-anak. Mereka semua adalah penjahat yang pantas dihukum.”
“Mungkin… mungkin jika hukum kita lebih tegas, *** tidak perlu menghukum mereka.” kata detektif Clara.
Marry tersenyum tipis. Ia menatap langit-langit gudang… mengingat kembali ingatannya…
Sepuluh tahun tahun lalu… ketika ia bertemu dengan detektif Clara untuk pertama kali di gereja tua saat ia sedang menghukum bangsawan bejat.
Ia mengingat sorot mata hijau itu… sorot mata Clara yang bimbang, ragu, resah dan terguncang… melihat kenyataan dunia yang disembunyikan di balik tahta.
Namun berbeda dengan mata orang biasa yang umumnya memilih menutup mata. Mata hijau itu tetap tegas dan tidak goyah.
Gadis detektif itu menerima kenyataan itu meskipun pahit dan menyayat nurani.
Kemudian… tangan mungil menarik-narik gaun merahnya. Marry menoleh dan melihat wajah mungil Caelan menatapnya dengan mata bundar dan jernih.
“Mom… siapa dia?!”
Marry menghela nafas. Ia menyentuh kepala putri kecilnya.
“Sayang… dia itu detektif Clara. Dia itu detektif hati yang membela kebenaran.”
"Detektif hati?!” Caelan kecil memegang dagunya.“…Apa dia teman Mommy?”
Marry hanya tersenyum. “Ya… dulu Mama pernah mengenalnya.”
“Wow… teman Mommy?! Caelan mau lihat teman Mommy.”
“Tentu, sayang.” Marry menyerahkan kembali koran bekas itu kepada putri kecilnya.
Marry berdiri dan menatap ke langit-langit kamar gudang.