Putri Mawar Darah Hanya Ingin Hidup Damai Bersama Putri Kecilnya

Eldoria
Chapter #11

Vol 1 Bab 11: Tarian Bayangan di Bawah Bintang

Bayangan di Tepi Danau…

Malam datang tanpa suara. Langit di Lembah Mawar bertabur bulan dan bintang-bintang, dan bersih dari awan.

Udara malam terasa segar. Di tengah kesunyian malam desa, sesosok siluet berdiri sendirian di tepi danau kecil yang tersembunyi di balik bunga-bunga mawar liar.

Clara melepas jubahnya dan duduk di atas batu besar. Di tangan kirinya, sebuah liontin perak kecil berayun lembut di ujung rantai. Wajahnya menatap danau, tetapi pikirannya melayang jauh, terlalu jauh.

Clara membuka liontin itu… di sana terdapat dua potongan foto dua gadis. Di sisi kanan gadis muda berambut ungu.

Dan di sisi kirinya, gadis berambut perak. Wajah gadis muda berambut itu tersenyum tulus.

Di sisi lain, wajah gadis berambut perak itu kabur… seolah-olah dunia menghapus wajah itu dari ingatan dunia.

Clara menatap foto usang itu dalam diam. Kemudian dia menatap perairan danau.

“Apakah aku pernah pergi ke tempat seperti ini sebelumnya? Kenapa rasanya begitu asing dan familiar di saat yang bersamaan?”

Beberapa saat kemudian… situasi hening. Namun tiba-tiba, suara gemerisik langkah kaki terdengar dari semak-semak diikuti samar-samar aroma mawar.

Clara mengerutkan keningnya. Dia berdiri waspada. Tangan kanannya menyentuh belati yang diikat pinggangnya.

"Srek… kraakk… srek…"

Dari balik kegelapan, terdengar suara ‘srek’ dedaunan liar terinjak, disusul ‘kraakk’ suara ranting patah. Suara itu semakin mendekat dan mendekat, menusuk keheningan malam.

Clara bersiap untuk kemungkinan terburuk. Dia memegang belati di tangan kanannya…. Tapi yang datang ialah seseorang wanita yang mengenakan gaun tidur merah tua sederhana.

Marry. Ibu muda yang merawat putri kecilnya dengan penuh kasih sayang.

Clara mengamati wanita itu selama beberapa hari terakhir. Kecuali aura misteriusnya, wanita itu nampak seperti ibu muda yang mencintai putrinya.

Marry berjalan mendekat. Rambut peraknya terurai. Mata birunya menatap dengan jernih.

Tapi tidak seperti ibu muda pada umumnya, ia tidak sedikit pun terkejut melihat Clara memegang belatinya.

“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di tempat ini,” kata Marry lirih, suaranya bagai melodi malam.

“Aku juga tidak menyangka kau akan keluar malam-malam,” jawab Clara, menyembunyikan ketegangannya dengan nada datar.

Marry melangkah perlahan, lalu ia duduk di batu lain tak jauh dari Clara.

Untuk sesaat tak seorang di antara mereka berdua berbicara. Hanya suara jangkrik, angin sepoi-sepoi, dan gemericik air yang menemani mereka.

...

Marry menatap air danau yang jernih. Bayangan bulan dan bintang-bintang memantul di perairan dalam.

Clara masih terdiam. Kemudian… Marry memecah keheningan malam dan berkata:

“Tempat ini terlalu sepi… terlalu sepi untuk detektif kerajaan sepertimu, bukan?” kata Marry, nadanya sinis namun tetap lembut.

Clara menoleh dan menatap Marry dengan tajam.

"Tempat yang sepi bukan berarti bebas dari bayangan."

Marry tersenyum tipis. Sepoi angin malam mengibarkan rambut peraknya.

"Benar. Bahkan bayangan pun bisa menari dengan indah di bawah cahaya bulan dan bintang-bintang."

Clara berhenti sejenak, lalu dia bertanya, “Siapakah kamu sebenarnya?”

Marry tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap langit malam.

“Saya hanya seorang ibu muda… yang ingin putri kecilku tumbuh dengan sehat… dan tersenyum setiap hari.”

Clara memegang erat belati di tangan kanannya.

"Kau bukan warga desa biasa. Tatapanmu, caramu berjalan, caramu berbicara... bahkan caramu menyembunyikan niatmu. Itu semua bukan milik ibu muda yang tinggal di perdesaan terpencil."

Marry menoleh pada Clara. Namun tatapan matanya tetap tenang seperti air danau.

"Dan kau... terlalu banyak berpikir sampai lupa merasakan."

Clara diam. Udara malam terasa dingin dan menusuk.

...

Lihat selengkapnya