Putri Mawar Darah Hanya Ingin Hidup Damai Bersama Putri Kecilnya

Eldoria
Chapter #12

Vol 1 Bab 12: Titik Balik Clara dengan Putri Mawar Darah

Malam Sunyi di Bawah Sinar Bulan dan Bintang-Bintang.

POV: Detektif Clara

Namaku Clara. Aku tidak memiliki nama belakang seperti warga sipil umumnya. Tapi masyarakat sering memanggilku Detektif Clara.

Saat ini aku berada di Lembah Mawar untuk menjalankan misi menangkap dua buronan berbahaya, Bragg dan Garel, pedagang budak beringas yang licin seperti hantu.

Namun selama berhari-hari penyelidikan… aku belum menemukan tanda-tanda keberadaan mereka. Sebaliknya, aku malah bertemu dengan wanita misterius di perdesaaan terpencil ini.

Malam ini… aku duduk di atas batu di tepi danau… aku terus memikirkan wanita berambut perak itu. Ia menyebut dirinya ‘ibu muda’.

Namun sebutan itu terlalu aneh untuk dirinya. Tatapannya, cara bicaranya, cara berjalannya… semuanya terlalu elagan untuk ibu muda yang tinggal di perdesaan terpencil.

Aku mengamatinya selama beberapa hari terakhir. Diam-diam. Dari jauh. Tanpa persetujuannya.

Aku tahu mungkin ini kurang sopan. Tapi sebagai detektif kerajaan, mustahil menginvestigasi seorang… tanpa merahasiakannya.

Dan sebagai detektif… aku memiliki kode etik yang jelas. Tidak memvonis seseorang… sebelum semua bukti terungkap.

Aku hanya ingin tahu… siapa wanita bermata biru langit itu? Auranya terlalu misterius. Tapi entah kenapa… ketika aku berbicara dengannya, ia seperti orang yang pernah ku kenal.

Seorang yang mungkin pernah mengisi hidupku… tujuh tahun lalu atau jauh di tahun-tahun sebelumnnya, sebelum dunia memilih lupa.

Di atas batu dingin dan keras, aku menatap perairan danau yang tenang… Aku mengeluarkan sebuah liontin perak dari sakuku. Liontin usang dan selalu menemani langkah kakiku… kemanapun aku pergi.

Aku menyentuh liontin itu… dan membukanya. Di dalamnya, ada dua potongan foto, dua gadis muda yang aku satukan menjadi sebuah foto tunggal. Di sebelah kiri, seorang gadis muda berambut ungu sedang tersenyum. Itu diriku yang muda.

Di sebelah kanan, seorang gadis berambut perak. Wajahnya begitu kabur… aku tidak mengenalnya. Tapi kenapa aku menyimpan orang asing di liontinku? Ia pasti seseorang berharga… seorang telah aku lupakan semenjak runtuhnya ingatan dunia.

Aku mengamati foto itu… ditemani malam yang sunyi. Aku berusaha mengenang kembali ingatan yang telah terkubur. Tapi aku tetap lupa. Aku tidak tahu siapa ia.

Ketika aku masih merenung dan menatap bulan dan bintang-bintang… Tiba-tiba suara rumput bergesekan dan ranting patah terdengar dari kejauhan.

Aku refleks berdiri dan mencabut pisau belatiku. Aku bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

“Srek… kraakk… srek…”

Suara itu semakin mendekat dan mendekat… Tapi yang hadir bukanlah penjahat atau dua buronan berbahaya yang aku cari, melainkan seorang ibu muda berambut perak dan memakai gaun tidur merah tua.

Marry… begitulah penduduk desa menyebutnya. Seorang ibu muda satu anak yang tinggal di bukit di pinggir desa. Penduduk desa memujinya sebagai ibu lembut, rendah hati dan suka menolong.

Wanita itu terlihat sangat mencintai putri kecilnya. Ia mengajari putri kecilnya membaca dan menulis dengan sabar di bawah pohon yang rindang, dan ia tidak segan memuji, memeluk dan mencium pipi putrinya.

Dan putri kecilnya, Caelan, nampaknya hanyalah gadis kecil polos dan ceria yang membawa warna bagi ibunya.

Marry berjalan mendekatiku… setiap langkah kakinya begitu elegan seolah-olah ia pernah dibesarkan sebagai putri bangsawan. Dan ketika ia semakin mendekatiku… tiba-tiba tercium aroma mawar yang samar.

Marry terus mendekatiku… Aku masih berdiri sambil memegang pisau belati di tangan kananku.

Tapi Marry hanya berjalan dengan tenang. Ia terus melangkah mendekatiku. Lalu ia duduk di batu lain… tidak jauh dariku.

Wanita itu hanya duduk sambil memandang perairan danau.

Aku membiarkannya kesunyian menemani kami berdua.

“Krikk… krikk… krikk…”

“Srrruuhh…”

“Srrrsshh…”

Suara jangkrik, sepoi-sepoi angin dan gemercik air danau yang disentuh angin terdengar di tengah kesunyian malam.

Kemudian… suara merdu terdengar di udara malam.

“Tempat ini terlalu sepi… terlalu sepi untuk detektif kerajaan sepertimu, ya?” kata Marry dengan sinis sekaligus lembut.

Aku menatap tajam wanita itu. Aku melihat rambut peraknya menari-nari diterpa sepoi-sepoi angin malam.

“Tempat yang sunyi bukan berarti bebas dari bayangan, ” jawabku.

Marry tersenyum tipis.

“Benar, bayangan pun dapat menari dengan indah di bawah cahaya bulan dan bintang.”

Aku menegang… wanita ini jelas bukan ibu muda biasa.

“Siapa kau sebenarnya?” tanyaku spontan.

Tapi wanita itu hanya menatap langit berbintang.

Lihat selengkapnya