Clara telah berada di Lembah Mawar selama tujuh hari. Awalnya, ia datang untuk menyelidiki dua buronan kelas berat yang terakhir dilacak di daerah ini. Namun dalam seminggu, fokusnya bergeser—entah karena keramahan penduduknya, bunga-bunga liar namun tertata rapi, atau mungkin karena senyum polos seorang anak bernama Caelan yang setiap hari menyeretnya bermain.
Clara tahu bahwa sebagai detektif, ia tidak boleh tersesat. Namun ia juga manusia.
—
Hari Ketujuh...
Matahari belum tinggi ketika seorang ksatria elit muncul di desa membawa gulungan berlambang kerajaan mawar. Di dalamnya tertulis permintaan resmi dari Pangeran Elvyn mengenai perkembangan penyelidikan Clara. Waktu hampir habis.
Clara merasa frustrasi. Tak ada jejak. Tak ada sisa-sisa. Para buronan itu seakan lenyap ditelan bumi.
—
Pengakuan Tak Terencana...
Sore itu, di rumah kayu Marry, Clara duduk menatap minuman hangat di tangannya. Di luar, Caelan sedang berlari mengejar kupu-kupu. Clara tak kuasa menahan rasa cemasnya.
"Marry..." katanya pelan, setengah bercanda, "Kau membunuh mereka, ya?"
Marry tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Clara sejenak, lalu mengangguk.
"Ya."
Clara terkekeh gugup.
"Hahaha, kau... benar-benar serius dengan jawabanmu. Bagaimana mungkin... eh... kau..."
Tawa Clara mereda ketika ia menyadari tatapan Marry tak berubah.
"...apa... serius?"
Marry menyesap tehnya, lalu menjawab dengan tenang:
"Aku tidak menyembunyikannya. Kau hanya tidak bertanya. Dan selama ini kau terlalu sibuk bermain dengan Caelan, tanpa menyelidikiku."