Putri Mawar Darah Hanya Ingin Hidup Damai Bersama Putri Kecilnya

Eldoria
Chapter #19

Vol 1 Bab 19: Kembali ke Ibukota — Clara, Pangeran Elvyn, dan Bayangan Masa Lalu

Kembali di Ibukota…

Setelah delapan hari di Lembah Mawar yang damai dan lima hari perjalanan melelahkan, Clara dan para kesatria pengawalnya tiba di ibu kot. Barisan kuda Clara memasuki gerbang ibukota, mereka disambut warga ibukota dengan meriah.

“Wah, Nona Clara kembali…”

“Aku sudah hampir dua minggu belum melihatnya.”

“Nona Clara cantik seperti biasanya…”

“Apakah Nona Clara berhasil menangkap dua buronan keji itu?”

“Apa kau meragukan Nona Clara?! Dia sudah banyak menangkap penjahat…”

Begitu melewati gerbang utama, rakyat menyambut Clara dengan suka cita. Taburan bunga dan pujian mengiringi perjalanannya di jalanan ibukota. Namun, dia merasa seolah-olah kembali ke tempat yang berbeda.

Clara bukan karena kotanya telah berubah, tetapi karena dirinya telah berubah. Ibukota tampak ramai, namun terasa kosong. Hatinya masih berada di Lembah Mawar, di rumah sederhana tempat Marry dan Caelan hidup damai.

Clara menyambut sorakan warga dengan ramah. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum.

Clara menarik napas berat. Lalu dia sedikit mempercepat laju kudanya meninggalkan kerumunan dan melintasi jalanan berbatu yang ramai di ibu kota.

Bau roti panggang, dentingan logam dari gudang senjata, suara penjual koran yang berteriak kepada pejalan kaki, suara tapak kaki kuda dari kereta bangsawan, hingga suara anak-anak berlarian di tepi jalan... semuanya terasa familier.

Namun, di saat bersamaan terasa asing setelah keheningan lembah dan tawa polos Caelan. Clara menyentuh dadanya… dadanya terasa kosong mendengar keramaian ibukota.

Ibukota ini terlalu berisik… aku lebih suka duduk di bawah pohon rindang bersama Marry dan Caelan,” pikirnya.

Dia mendesah. Lalu, dia mempercepat laju kudanya menyusuri jalan ibukota.

….

Beberapa saat kemudian, Clara dan para kesatria pengawalnya tiban di markas besar Pengawal Mawar. Clara memarkirkan kudanya di belakang markas. Dia melangkah menuju kantor utama.

Ketika dia berjalan di lorong markas, Clara berpapasan dengan seorang wanita pegawai administrasi. Wanita berambut pirang itu berhenti tepat di depannya.

“Nona Clara… saya senang, Anda sudah kembali.” Dia terdiam sejenak dan tersenyum ramah. “Pangeran Elvyn sudah menunggu Anda di kantor utama.”

“Terima kasih. Aku segera pergi ke sana,” jawab Clara ramah.

Clara pun memberikan salam hormat sebelum berpisah dengan wanita itu. Lalu dia melangkah menuju kantor utama.

Clara tiba di depan pintu kayu antik bermotif mawar. Dia mencengkram ganggang pintu dan memutarnya.

Pintu berderit. Dan begitu pintu terbuka, udara sejuk menyapanya. Ruangan itu sejuk dan luas, dengan jendela besar yang menghadap ke Istana Putih.

Di depan jendela itu, Pangeran Elvyn berdiri menatap ke luar jendela ke arah ibu kota. Rambut pirangnya berkilau terkena sinar matahari yang masuk di celah jendela.

Pangeran Elvyn berbalik. Dia tersenyum ramah.

“Clara,” sapa Elvyn. “Kau sudah kembali.”

“Aku sudah kembali, Pangeran Elvyn,” sapa Clara sambil mengangguk perlahan.

Pangeran Elvyn berdiri membisu sejenak. Dia menatap detektif wanita di depannya. Rambut ungunya dikucir kuda. Mata hijaunya jernih. Senyuman ramahnya. Penampilan Clara nampak familier baginya.

Namun di saat bersamaan, dia merasa sikap dan kepribadian Clara nampak berbeda. Dia nampak lebih dewasa dan hangat, tidak seperti Clara penegak hukum netral serius seperti yang dia kenal.

“Ada apa, Pangeran Elvyn?” tanya Clara heran.

“Tidak apa-apa.” Elvyn mendesah. “Hanya saja kau… nampak berbeda.”

“Berbeda?”

“Ya, kau tidak terlihat seperti penegak hukum serius. Kau seperti seorang gadis yang baru saja kembali bekerja setelah liburan di kampung halaman,” jelas Elvyn.

Lihat selengkapnya