Pagi hari di Lembah Mawar…
POV: Caelan El Rose – Putri Kecil Mama
“Caelan, sayang… bangun… sudah pagi.”
Aku membuka kelopak mataku dan melihat Mama menguncang tubuhku. Mama cantik banget. Rambut peraknya berkilau terkena sinar matahari.
Aku bangun dan mengosok mataku.
“Selamat pagi, mom…” kataku sambil menguap.
“Cepat ganti baju dan gosok gigimu, sayang. Sarapan sudah siap,” kata ibuku lembut.
Aku merentangkan dua lenganku, minta digendong mama.
“Mom… bantu Caelan berpakaian,” rengekku.
Mama tersenyum dan mendesah perlahan.
“Caelan memang putri mama…” Mama mencubit pipiku, rasanya geli. “Kemarilah, sayang.”
Mama memelukku. Aku senang banget dipeluk Mama.
Rasanya hangat banget. Aku sayang kamu, Mama.
…
Setelah Mama bantu aku ganti pakaian dan sikat gigi. Mama menggandeng tanganku ke ruangan makan.
Aku naik ke kursi kayu. Mama membantuku.
Aroma hangat, gurih dan manis tercium di hidungku. Aku menoleh ke meja makan. Di sana, roti panggang madu, telur mata sapi, susu hangat dan sayuran rebus disajikan di depan mataku.
Air liur menetes dari mulutku. Aku mengambil roti panggang madu dan memakannya dengan lahap.
Masakan mama enak banget. Aku ingin makan masakan mama selamanya. Hehe…
“Sayang… makan perlahan! Bibirmu belepotan,” mama menyeka bibirku.
“Terima kasih, Mama. Caelan sayang Mama,” aku memeluk Mama dengan erat.
Mama menepuk punggungku dengan lembut. Aku mengencangkan pelukanku. Aku suka punggungku dipetuk mama.
Aku melepaskan pelukanku. Mama tersenyum, duduk di sampingku sambil memegang serbet putih.
Aku menoleh ke seberang meja. Di sana, kursinya kosong. Padahal kemarin, Kak Clara biasanya duduk di sana, menemani aku makan sarapan.
Aku mendongak ke wajah mama. Aku mengembungkan pipiku.
“Mom… kapan Kak Clara pulang?”
Bibir mama menjadi datar. Mama menepuk kepalaku.
“Sayang… Kak Clara masih sibuk bekerja di ibukota,” kata Mama.
Aku menunduk.
“Tapi… Caelan mau main sama Kak Clara,” rengekku.
Mama mengelus rambut perakku. Rasanya nyaman banget.
“Kalau Caelan ingin Kak Clara cepat pulang, Caelan bisa kirim surat kangen untuk Kak Clara. Kemarin, Mama sudah mengajari Caelan menulis surat, kan?” kata Mama lembut.
“Surat untuk Kak Clara?” Aku menatap wajah lembut mamaku.
“Iya, sayang. Kak Clara paling suka gadis manis seperti Caelan. Mama bisa bantu menulis surat untuk Kak Clara kalau Caelan mau,” kata Mamaku.
“Aku ingin menulis surat kangen untuk Kak Clara. Tapi—“ Aku mengelengkan kepalaku. “Mama tidak boleh mengintip surat Caelan ya?”
“Kenapa, sayang?” tanya mamaku sambil tersenyum lembut.
“Caelan mau buat surat rahasia untuk Kak Clara, Mom. Kalau Mama tahu aku kangen banget sama Kak Clara dan pengen main lagi sama Kak Clara, nanti suratnya tidak rahasia lagi.”
“Surat ini rahasia antara Caelan dan Kak Clara. Mama tidak boleh tahu,” kataku sambil membusungkan dadaku.
Mama menutup mulutnya. Suara kecil terdengar samar. Lalu, Mama menurunkan telapak tangan dari mulutnya.
“Mama tidak akan mengintip. Surat itu rahasia Caelan dan Kak Clara,” kata Mama sambil tersenyum. “Lanjutkan makannya, sayang.”
Mama mengambil roti dengan garpu, memotongnya dengan pisau dan memakannya perlahan. Aku mencubit ujung gaun mamaku.
Mama berhenti makan dan menoleh ke arahku.
“Ada apa, sayang?”
“Mom, kalau Caelan udah menulis surat buat Kak Clara, gimana Caelan mengirimnya?” tanyaku bingung sambil menyentuh daguku.
“Caelan tidak perlu khawatir. Nanti Mama bisa bantu kirim surat Caelan pakai tuan merpati,” kata Mama.
“Tuan merpati?”
“Iya, sayang. Tuan merpati akan mengirim surat Caelan menuju ibukota untuk diserahkan kepada Kak Clara,” kata mamaku.
“Wow… Tuan merpati baik banget. Terima kasih, Mom. Hehe…” kataku sambil tertawa riang.
“Sama-sama, sayang.”
Mama menyuapiku sayuran bayam yang lembek. Aku pernah memakannya dan rasanya hampar, tidak enak.
Aku menutup mulutku dengan telapak tanganku. Aku tidak ingin mama menyuapiku sayuran yang menjijikan. Aku pengen disuapi roti panggang madu.
“Buka mulutmu, sayang,” kata Mama sambil mendesah perlahan.
“Caelan tidak suka bayam rebus, Mom. Caelan pengen makan roti panggang,” rengekku sambil menutup rapat mulutku.
Mama menurunkan sendoknya. Bibirnya melengkung turun.
“Kalau Caelan tidak suka makan sayuran tidak apa-apa. Tapi nanti Caelan tidak bisa tumbuh cantik seperti Mama.”
Telapak tanganku tiba-tiba gemetar. Aku menurunkan telapak tanganku.
“Caelan tidak suka makan sayuran. Tapi Caelan mau tumbuh seperti Mama,” kataku sambil membuka mulutku.
Mama tersenyum dan menyuapiku. Aku mengunyah sayuran basah itu. Rasanya tidak enak. Tapi Mama memberikanku susu hangat.