Arkais memelankan laju motornya, dari kejauhan terlihat ada keramaian di depan rumah Aura. Aura mulai gelisah, ia takut terjadi sesuatu pada ibunya. Setelah sampai di dekat kerumunan, Aura segera melompat dari atas motor, ia menerabas kerumunan. Beberapa orang membopong ibunya dari dalam rumah.
Aura berteriak histeris melihat orang-orang sedang berusaha mengangkat ibunya yang tergeletak di lantai. “Bunda! Bunda kenapa? Ada apa ini?” ia menatap sekeliling dengan nanar.
Bik Sunar tetangga sebelahnya langsung memeluk Aura, mencoba menenangkannya.
“Tenang dulu Ra, kita antar ibumu ke rumah sakit dulu. Istigfar nak, istigfar.”
Aura memberontak, ia meraung sambil menangis histeris bak orang kesurupan. Bik Sunar dan beberapa tetangga lainnya mencoba menenangkan Aura. Bik Sunar terus membisikkan istighfar sambil mendekapnya erat-erat. Perlahan-lahan Aura mulai tenang,ia tidak lagi memberontak sambil meraung, hanya terisak sesegukkan.
Bik Sunar memapah Aura ke mobil yang akan membawa ibunya ke rumah sakit. Di dalam mobil, Aura memangku sambil memeluk kepala ibunya berkali-kali. Ia mulai bisa mengendalikan diri. Mobil melesat menuju rumah sakit, ia sedikit menengadahkan kepala agar airmatanya tidak jatuh ke wajah ibunya yang belum sadarkan diri.
Sesampainya di rumah sakit, ia baru bisa melihat dengan jelas kondisi ibunya. Wajahnya begitu pucat. Ia duduk termangu di luar ruang Instalasi Gawat Darurat ketika ibunya sedang diperiksa oleh petugas rumah sakit.
Dari parkiran, Pakde Roso dan Bik Sunar menghampiri Aura. Di belakang mereka mengekor seorang Arkais dengan wajah tidak kalah khawatir. Ia tidak banyak bertanya dan bicara, ia hanya memandangi Aura. Matanya yang berbicara banyak hal, ia ingin melakukan sesuatu tetapi bingung harus melakukan apa. Ia tidak pernah berada di situasi seperti ini.
Bik Sunar membelai wajah Aura, lalu masuk ke ruang IGD untuk melihat keadaan ibu Aura. Tidak lama setelah itu, ia keluar menghampiri Aura.
“Duduk dulu nak,” ia menggandeng Aura ke kursi panjang di teras IGD.
Aura tidak sabar ingin tahu apa yang baru saja terjadi pada ibunya, ia langsung menghujani Bik Sunar dengan banyak pertanyaan.
“Bik, bunda kenapa?” Aura kembali terisak.
“Tadi sore, bibi berniat mengantarkan sayur ke rumahmu. Bibi sudah memanggil ibumu sampai berteriak sedikit kencang tetapi tidak ada jawaban. Perasaan bibi gak enak banget, akhirnya bibi mencari ibumu lewat pintu belakang. Di sana, bibi menemukan ibumu sudah tergeletak gak sadarkan diri. Bibi menjerit histeris sampai semua orang pada datang, waktu diperiksa ternyata ibumu masih bernapas makanya langsung dibawa ke Rumah Sakit.”
Aura menyandarkan kepalanya ke pundak Bik Sunar, tiba-tiba ia merasa sangat lemas. Ia membayangkan detik-detik ketika ibunya kesakitan. Ia membayangkan saat ibunya berteriak minta tolong tetapi tidak ada yang mendengar, ia membayangkan bagaimana ibunya menahan rasa sakit hingga perlahan kehilangan kesadarannya.