PUTRI SENJA DAN REMAH ROTI

Maz Li
Chapter #21

Menyatakan Perasaan

Minggu sore pada waktu dan tempat yang dijanjikan. Selepas waktu Asar, Arkais bergegas mandi, berkaca, dan menyemprotkan minyak wangi. Ia langsung berangkat, Aura bukan tipe gadis yang suka menunggu. Besok Arkais akan berangkat ke Yogyakarta, pertemuan ini sangat penting baginya.

Sore berwajah cerah sumringah, langit biru bersih tanpa awan. Jalanan ramai oleh muda-mudi yang saling memadu kasih, serta keluarga yang pulang setelah liburan akhir pekan.

Taman kota, tempat favorit Aura selain pantai.

Sambil berjalan menuju lokasi, Arkais mencoba menebak alasan Aura memilih taman kota daripada kafe atau tempat lainnya. Sesampainya di taman, ia langsung menuju bangku yang berada di bawah pohon akasia tua. Sejak lulus kuliah, bangku itu adalah tempat duduk favorit Aura ketika menyepi bersama buku-buku kesukaannya.

Aura menoleh seakan tahu dan sadar akan kedatangan Arkais. Ia melambaikan tangan, selengkung garis terbit dari bibir tipisnya. Lengkungan yang selalu bisa melenyapkan segala lelah Arkais setiap kali beban yang bertumpuk-tumpuk di dalam kening dan dadanya hendak menyeruak keluar. Sebenarnya, keduanya tidak terlalu percaya dengan yang namanya ikatan batin. Tetapi, kebetulan ini selalu terjadi berkali-kali, terlalu sering untuk disebut kebetulan.

Aura menggeserkan tubuh, memberi ruang di kursi untuk Arkais. Ia menatap Arkais dengan tatapan sayu, seperti seorang anak kecil yang melihat boneka kesayangannya sedang sedih. Lalu seperti biasa, ia melontarkan pertanyaan-pertanyaan aneh.

“Apa kamu baru saja kehilangan sebuah coklat manis dari kantongmu Ark?” Tanya Aura dengan mata berbinar.

Arkais tersenyum mendengar pertanyaan aneh itu. Jalan pikiran Aura memang susah ditebak. Imajinasinya kadang melampaui batas akal sehat, setiap kali Arkais berkata imajinasinya tidak masuk akal. Ia selalu menjawab, “imajinasi memang tidak boleh masuk akal.”

Perdebatan itu selesai, Arkais kalah telak.

“Sebuah coklat manis dari kantongku ya Ra? Emmm,” Arkais pura-pura berpikir.

“Enggak, sepertinya aku kehilangan satu truk permen lolipop, aku juga kehilangan segudang boneka yang setiap malamnya bisa mengajakku bicara,” tambahnya sambil terkekeh.

“Boneka itu mengajakmu bicara? Itu terdengar mengerikan Ark,” ujar Aura dengan wajah kaget.

“Dan pertanyaan anehmu itu terlalu menggelikan Ra.” Arkais tidak mau kalah.

Mereka tertawa, menghapus segala sedih yang mereka bawa dari rumah. Tidak ada yang lebih menyenangkan dan menenangkan selain menjadi gila sementara, melupakan segala beban kehidupan yang tidak ada habisnya.

Mata mereka menatap langit terang berwarna mambang kuning. Gumpalan awan juga turut berwarna jingga pekat. Ada tiga warna dalam satu hamparan langit, ada dua hati yang masih saling memendam rasa. Hati milik dua tubuh yang saling duduk berdekatan dengan mata menatap langit yang sama dan membayangkan hal yang sama pula, membayangkan wajah mereka berdua.

Lihat selengkapnya