Selama dua bulan ayah Aura berusaha keras mengumpulkan modal yang diminta Loda.
Beliau menghubungi semua rekan kerjanya di kepolisian untuk meminjam uang dengan jaminan yang tidak tanggung-tanggung. Dari segala harta benda yang telah mereka kumpulkan seumur hidup hingga barang-barang milik Aura yang memiliki harga jual. Semua beliau gadaikan sebagai jaminan pinjaman.
Bunda hanya bisa diam menyaksikan kegilaan suaminya. Pernah suatu kali bunda memperingatkan beliau untuk berhati-hati, serta menjelaskan berbagai kemungkinan buruk yang terjadi. Namun, bukannya mendapat tanggapan yang positif, bunda malah mendapat jawaban yang memerihkan telinga dan pipinya.
Pada hari, tanggal, dan waktu yang telah disepakati. Loda mempertemukan Ayah Aura dengan beberapa orang asing lain yang ia sebut sebegai rekan bisnis. Dandanan mereka benar-benar meyakinkan. Bahkan salah satu dari mereka mengaku sebagai jenderal berpangkat tinggi di institusi hukum negara. Kedatangan orang-orang itu semakin meyakinkan ayah Aura. Setelah mereka saling mengobrol ngalur-ngidul selama beberapa jam. Akhirnya dengan penuh keyakinan beliau menyerahkan uang 879 juta rupiah hasil pinjaman dari semua orang kepada Lado.
Setelah itu, selama sebulan ayah Aura bolak-balik ke Kalimantan. Dari kegiatan survei lokasi hingga peresmian yang dihadiri pejabat tinggi setempat. Ayah Aura tiba-tiba menjadi orang yang sangat sibuk, bahkan lebih sibuk daripada sebelumnya. Dalam sehari beliau bisa menghabiskan berjam-jam berbicara di telepon.
Hasil produksi awal dilaporkan tidak sebesar yang diperkirakan. Meski demikian beliau mulai mampu untuk mencicil hutangnya kepada orang-orang, hal itu beliau lakukan untuk membuktikan kepada orang-orang yang pernah mencibirnya bahwa semuanya bukanlah penipuan. Beliau ingin menunjukkan bahwa beliau tidak sebodoh itu, bisa tertipu dengan mudah.
Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Mendekati laporan hasil produksi kedua yang digadang-gadang sebagai hasil yang mampu melunasi seluruh hutang keluarga. Tiba-tiba teleponnya menjadi sunyi dari dering. Ayah Aura mulai gelisah, lelaki misterius bernama Loda itu mulai sulit dihubungi. Beberapa kolega yang beliau kenal juga mulai hilang kontak satu persatu.
Keadaan ekonomi keluarga mulai menuju masa krisis, para penagih hutang mulai berdatangan ke rumah tanpa mengenal waktu. Bahkan mereka mulai memberikan ancaman verbal maupun fisik. Bunda mulai takut keluar rumah karena malu. Aura yang menjadi sasaran, ia yang akhirnya harus keluar berbelanja berbagai keperluan. Untung saja, ia adalah seorang gadic cuek dan tidak peduli dengan cibiran orang terhadap keluarganya. Namun, lama-kelamaan telinga dan hatinya panas juga.
Ayah Aura memutuskan untuk pergi ke Kalimantan, memastikan apa yang sedang terjadi. Sesampainya di sana, nyawanya seperti tercerabut dari tubuh. Ternyata tambang itu bukanlah milik perusahaan yang selama ini diketahuinya.
Ia mencoba mencari informasi mengenai Loda dan para koleganya. Namun, tidak satupun dari pihak perusahaan yang mengenal mereka. Lalu ayah Aura menanyakan tentang obrolan mereka ketika peresmian tambang. Pihak perusahaan mengatakan bahwa mereka kira rombongan ayah Aura adalah tamu undangan warga sekitar.