Papua
Sesuai dengan catatanmu Ra, aku memulai perjalanan ini dari ujung timur Indonesia. Perbedaan waktu antara Bengkulu dan Papua membuat sore di sini serasa datang lebih cepat. Ini senja pertama yang aku lihat selain senja di Bengkulu Ra. Menawan sekali.
Telah kuangkat gelasku ke langit, bersulang pada jingga yang baru datang di serambi Bosnik, Distrik Blak Timur, Papua. Pesisir laut Sagara Indah penuh sunyi, senja di sini melepas diri tiga puluh menit dari pusat kota. Tak apa, itu bagus. Dengan begitu aku bisa leluasa menikmati jinggamu tanpa keriuhan. Aku bebas bercanda dengan sosokmu yang membayang dalam keremangan.
Mari bersulang, siapapun yang merasa kesepian. Kurayakan awal jejak petualanganku menemukan sisa-sisa dirimu yang masih tertinggal di bumi. Segala yang aku tempuh hanyalah alasan untuk menjadi utuh. Setiap kali sore menjelang, aku tahu kau datang sebagai jingga yang turun pelan-pelan dari lembayung. Kita seolah tidak pernah lepas dari takdir-takdir buruk. seperti katamu, takdir-takdir baik hanya akan selalu berakhir buruk.
Matahari tenggelam di timur Indonesia datang lebih cepat, menanggalkan kemewahan hotel bintang empat di Pantai Marauw. Tetapi, kau pasti akan aroma laut Pantai Yenusi. Harumnya lembut seperti semangkuk petrichor di gurun sahara.
Senja di Pantai Sagara Indah
****
Papua Barat
Raja Ampat Ra, aku membelah laut untuk bisa sampai ke sini. Sedangkan aku memilih Pulau Gag sebagai tempat menunggu kau terbit di lazuardi barat. Tepat menjelang pukul setengah enam sore Waktu Indonesia Timur. Gelombang pasang surut di tubuh Tuturuga adalah sajak-sajak baru yang tak kukenali rimanya, aku tahu ia menyembunyikanmu di balik butir pasir putih yang padat. Aku tahu kau tengah menguji keteguhanku mencintai kefanaan, mencintai ketiadaan.
Ikan-ikan kecil di rumah karang itu malu-malu menatap aku Ra. Mereka berlari keluar-masuk sambil membawa senampan kukis timun laut, lalu meleparkannya ke permukaan hingga terbawa ombak dan mendarat di sela-sela kakiku. Aku mengambil segenggam kata-kata yang kita kumpulkan di Pantai Sungai Suci, Bengkulu. Kemudian aku tebarkan ke sekitar mereka. Aku ingin kata-kata itu tumbuh menjadi puisi hidup di tubuh mereka.