Pada dasarnya, Das Blitzkrieg adalah permainan yang meliputi: 1. Mengadakan war atau perang antarklan sesering mungkin (dan tentu saja memenangkannya); 2. Mencari loot yang berarti mencari item-item berguna di alam liar atau mencuri koin emas milik player lain dengan cara mengalahkan monster penjaga gerbang gudang emas player tersebut; dan 3. Meng-upgrade koleksi monster di barak, monster penjaga gudang emas, dan gudang emas itu sendiri. Player yang bisa menyeimbangkan tiga hal tersebut sekaligus terus membuat progres dalam ketiganya adalah player yang hebat. Itulah yang dikatakan Halim saat memperkenalkan Das Blitzkrieg kepada Delisa.
Sebenarnya, aturan dalam Das Blitzkrieg tidak muluk-muluk, terutama kalau hanya bermain sebagai single player. Tapi, begitu masuk sebuah klan, tanggung jawab seorang player tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi juga seluruh anggota klan. Kualitas setiap player dan kekompakan menentukan kemajuan klan. Aturan-aturan dan patuh tidaknya anggota terhadap peraturan tersebut juga menentukan kemajuan sebuah klan. Aturan-aturan paling dasar dalam klan biasanya meliputi donasi dan strategi perang. Anggota-anggota dalam sebuah klan bisa saling menyumbangkan emas dan item. Pada kebanyakan klan, berapa banyak donasi dan berapa banyak yang diterima harus diseimbangkan supaya tidak ada player yang menjadi pengemis. Sementara itu, strategi perang setiap klan bisa berbeda-beda, tetapi intinya tetap sama: menang war.
Klan Doa Ibu punya banyak sekali aturan, dari yang paling dasar sampai yang paling spesifik, dari yang paling krusial sampai yang paling bodoh. Aturan yang paling dasar, misalnya: player nomor satu harus melawan player nomor satu dari klan lawan dalam general battle saat war, begitu juga player nomor dua, tiga, dan seterusnya. Itu untuk menyeimbangkan kekuatan. Kemudian, aturan spesifik, misalnya: tiga pemain dengan level paling rendah (Tomi, Agung, dan Bayu) dilarang memberi donasi Adnan dengan item level rendahan karena itu tidak berguna sama sekali untuk player sekelas Adnan. Pembuat aturan itu tidak lain adalah Adnan sendiri, aturan yang pada mulanya membuat Tomi nyaris meninju wajahnya karena terkesan sangat merendahkan, tapi lama-kelamaan mereka paham dan patuh. Sebagai balasannya, satu-dua kali Adnan mendonasikan item level menengah (bagi Adnan) yang merupakan item level tinggi (bagi tiga player itu).
Aturan yang paling krusial, misalnya: saat war, setiap anggota klan harus giliran aktif untuk berjaga-jaga kalau klan lawan ada yang ingin mengajukan single battle, atau untuk sekadar memantau selisih poin dengan klan lawan. Lalu, aturan yang paling bodoh, misalnya: siapa yang kalah dua kali berturut-turut dalam general battle ataupun single battle saat war, harus makan bakso di kantin dengan tujuh sendok sambal, dilarang pakai kecap dan dilarang minum sampai baksonya habis, sedangkan player lain menonton dengan tawa kejam sambil mendokumentasikannya. Kadang, kalau kekejaman mereka sedang melampaui batas, mereka akan mengunggah video teman satu klan mereka makan bakso setan ke YouTube, lalu membagikannya ke berbagai media sosial sehingga setidaknya seperlima siswa di sekolah ini melihatnya.
Ketika Delisa masuk klan Doa Ibu, lima cowok yang sudah bergabung dengan klan itu sebelumnya (Adnan, Wahid, Halim, Iqbal, dan Indra) membuat dua aturan tambahan mengenai Delisa: 1. tidak ada perlakuan khusus untuk satu-satunya player cewek di klan ini karena semua player itu sama; dan 2. tidak ada anggota klan yang berpacaran dengan Delisa. Belakangan, ketika Tomi, Agung, dan Bayu bergabung, cowok-cowok itu juga diberi tahu tentang aturan itu dan mereka menyetujuinya.
Delisa hanya tahu aturan yang kedua.
Itu pun dia melanggarnya.
Tiga hari setelah bergabung dengan klan Doa Ibu, saat pelajaran Kimia, Delisa menyobek selembar kertas dari buku catatannya, melipatnya menjadi pesawat, lalu menerbangkannya ke bangku Adnan.
Benda itu mendarat di jidat Adnan.
Adnan mengedarkan pandangan ke seisi kelas, bertanya-tanya siapa yang berani memainkan lelucon seperti itu kepadanya, lalu dia melihat Delisa mengacungkan dua jempol ke arahnya. Gadis itu memberi isyarat supaya Adnan membukanya.
Maka, dengan heran, tapi sedikit terpaksa, Adnan pun membukanya.
“Apaan, tuh?” tanya Wahid yang duduk sebangku dengan Adnan.
“Nggak tahu, si Delisa iseng banget,” kata Adnan. Begitu kertasnya terbuka, isinya tulisan panjang sekali.
Melihat tulisan tangan Delisa yang kecil-kecil dan banyak sekali itu seperti batalion semut, Wahid langsung memalingkan wajah dan melanjutkan mencatat. Dia tidak curiga sama sekali bahwa itu adalah kayu bakar yang pada hari-hari ke depannya akan menyulut api besar, pelanggaran terhadap aturan nomor 22 tentang Delisa.
Isi surat-pesawat-kertas itu kurang lebih begini:
Hai, Adnan. Hai. Hai hai hai.
Hai, Adnan yang baik hati, tidak sombong, tampan, dan keren sekali.
Terima kasih kemarin sudah donate Glittery Flame (padahal itu rare item, loh, susah carinya) ke aku. Jadi, sekarang nagaku naik level dan semburan apinya lebih gede. Aku pasti bakal pakai naga itu buat war besok.
Adnan, kamu itu baiiik banget. Aku mau membalas kebaikanmu tapi nggak bisa, soalnya levelku lebih rendah dari kamu. Aku nggak punya rare item apa pun yang bisa aku donate ke kamu. Kamu juga lebih pintar dari aku kalau soal pelajaran. Jadi, aku nggak bisa kasih sontekan ke kamu—yang ada aku nyontek dari kamu, hehe :D.
Sebagai gantinya, aku bikin cerita buat kamu.
Cerita ini terjadi beneran dalam mimpiku. Semalam, aku mimpi begini:
Aku jadi putri yang rambutnya pirang, panjang, dan bercahaya kayak di film Disney: Rapunzel. Aku punya peliharaan unicorn, dan aku menunggangi unicorn-ku di sebuah bukit.
Tiba-tiba langit menjadi gelap, ada mendung besar yang mengeluarkan petir keras.
Lalu, seorang nenek sihir datang naik kelelawar raksasa yang matanya merah dan punya taring panjang.
Aku takut sekali.
Dengan suara kayak kaleng raksasa diseret di jalan makadam, nenek sihir itu berkata, “Putri Delisa, aku akan menggunduli rambutmu dan mengambil unicorn-mu.” Nenek sihir itu mengeluarkan tongkat sihirnya, sepertinya akan membaca mantra penggundul rambut dan jaring besar penangkap unicorn.
Aku teriak, “Jangan! Aku tidak mau gundul! Aku juga cinta unicornku! Kenapa kamu ingin mengambil milikku? Kamu iri?”
Nenek sihir itu malah marah-marah. Petir menyambar-nyambar lagi dan kelelawar raksasa menunjukkan taring-taringnya yang panjang. Kata nenek sihir itu, “Kau punya dua pilihan, Putri. Rambut dan unicorn-mu atau aku akan membunuhmu sekarang juga!”
Kubilang, “Tidak akan!” Lalu, kutunggangi unicorn-ku, cepat-cepat kabur dari situ, tapi nenek sihir itu bisa mengejar. Kelelawarnya menyeruduk unicorn-ku dan aku jatuh.
“Nah, sekarang aku akan menggunduli rambutmu dan mengambil unicorn-mu.” Nenek sihir itu mulai membaca mantra aneh.
Aku berteriak, “Jangaaan!!!”
Lalu, tiba-tiba ada suara berseru, “Menjauhlah dari Putri Delisa!”
Aku dan nenek sihir itu kaget. Di langit, tiba-tiba muncul naga merah perkasa yang ditunggangi Kesatria dengan baju zirah emas. Kesatria itu membawa pedang dan perisai berkilau yang memantulkan cahaya matahari dan menyilaukan Nenek Sihir.
“Siapa kau? Ini bukan urusanmu!”
“Tentu saja ini urusanku!”
Lalu, kesatria itu berduel dengan penuh keberanian melawan Nenek Sihir. Nenek sihir itu akhirnya kalah dan pergi meninggalkan kami.
Kesatria itu kemudian menoleh padaku dan mengulurkan tangannya kepadaku. Saat itu aku baru sadar bahwa kesatria itu adalah kamu, Adnan.
Dahi Adnan berkerut terus selama membaca isi surat-pesawat-kertas dari Delisa itu. Tapi, begitu sampai di baris terakhir, Adnan menoleh ke arah Delisa dengan mata menyipit, setengah tidak percaya. Rasa-rasanya dia sudah menulis “Sesama anggota klan tidak boleh berpacaran” di nomor 22 daftar peraturan klan, tepat di bawah deskripsi klan. Delisa juga sudah membacanya tepat di depan mata Adnan, Halim, dan Wahid.
Meskipun Adnan berusaha mengabaikan surat itu, senyum lebar Delisa dan acungan jempolnya yang penuh semangat beberapa kali terlintas di ingatan Adnan, entah itu sekadar mengganggunya entah membuatnya merasa akan gila.
Adnan dan Delisa tidak bicara apa-apa tentang surat itu di sekolah. Saat jam makan siang, Delisa duduk bersama Adnan dan anggota klan lain di kantin. Mereka makan siang sambil mengobrol sekaligus mencari loot, tapi tidak dapat dimungkiri bahwa sesuatu berubah menjadi agak canggung di antara mereka. Terutama bagi Adnan yang sebenarnya sangat canggung, tapi selama ini selalu menutup-nutupi sifat canggungnya itu dengan menjadi pendiam.
Adnan tidak mungkin membicarakan topik sensitif itu di sekolah. Selain akan menimbulkan kecurigaan, dia sendiri tidak yakin punya keberanian untuk bicara secara langsung. Jadi, saat pulang sekolah, dia mengirim pesan BBM kepada Delisa. Percakapan mereka kurang lebih seperti ini:
Adnan Abqary : Maksudmu tadi apa?
Delisaaa✿ : Masa ga paham maksudku?
Adnan Abqary : Enggak.
Delisaaa✿ : Duh. Capek-capek nulis panjang padahal -_-.
Adnan Abqary : Makanya terus terang.
Delisaaa✿ : Ya, itu aku terus terang.
Adnan Abqary : Belum terang di sini. Masih gelap.