Putri

Cinta Bercerita
Chapter #1

Chapter #1. Gue Berharga

“Ugly ducking!”

Dua kata seolah mampu memecah gendang telinga salah satu pelajar yang baru saja menginjakkan kaki di gerbang sekolah SMA Prasasti, salah satu sekolah megah yang ada di Jakarta Selatan. Terdengar pelan memang, tapi sangat menohok hati. 

Bisikan-bisikan siswa yang melihatnya melintas pagi itu hampir membuatnya kehilangan semangat. Langkah kecil yang semula terayun, kini semakin melebar agar cepat sampai ke kelas. 

Perasaan sedih menggelayut dalam hati setiap saat ia diperlakukan tidak baik oleh teman sekolahnya. Namun, apa boleh buat, ia hanya bisa memasang wajah senyum. 

Beberapa siswa yang ada di sana menoleh saat menyadari gadis tersebut melintas. Tak ayal mereka pun turut menyahut satu sama lain. 

"Akan lebih seru jika ada beberapa yang sepertinya!" celetuk pelajar lain sambil tertawa mengejek. 

"Betul, tuh!" sahut yang lainnya lagi. "Biar punya komunitas."

Sialnya, ia harus melewati lapangan luas untuk sampai di kelas. Hal tersebut sangat memuakkan. Nasib baik, gedung mewah yang ada di jalan Terogong Raya itu belum terlalu ramai.

Gadis rambut ikal tersebut hanya diam, ia tetap mengayunkan langkah meski terasa berat. Harapannya hanya satu pagi itu, semoga semuanya akan berlalu. Masalahnya akan terbang terbawa angin, dan terhempas ke lautan bebas berganti dengan sesuatu yang menyenangkan. 

Dialah Putri, pelajar kelas 11 IPA 1. Parasnya cantik dengan lesung pipit di sebelah kanan. Rambut bergelombang sepundak, begitu menggemaskan. Mata bulatnya adalah favorit sang ayah. Sayangnya, ia tidak menarik di mata seluruh siswa di sekolahnya, pun orang lain. 

Kadang, sikap acuh serta diam yang ditunjukkan Putri membuat sebagian pelajar geram. Mereka kesal karena tidak mendapatkan perlawanan sama sekali meski ejekan demi ejekan dilontarkan. Bahkan, gadis itu tidak pernah marah atau pun merasa kesal. Bukan karena senang diejek, baginya tiada guna jika membalas perbuatan mereka dengan hal yang sama. Benar, bukan? 

"Oi, budek lo, ya? Udah berbeda, budek lagi lo!"

Terkadang sapaan seperti itu kerap didapat oleh Putri. Pedas, tapi ia berusaha untuk tidak peduli. Satu-satunya cara agar tidak mendengar celoteh mereka adalah menyumpal telinganya menggunakan headset. Ya, walaupun benda tersebut tidak sepenuhnya membantu, setidaknya dapat sedikit melindungi telinganya. 

"Aneh!" Ada pula yang menyebutnya demikian. Bagi Putri, hidup bukan untuk membuat orang lain terkesan. Terserah mau berkata apa, asalkan bukan dirinya yang memulai. 

"Gue berharga!" ucap Putri sambil menepuk dada bangga. Sayangnya, hal itu hanya ia ucapkan dalam hati. Ya, hanya dalam hati. Sebab, pada siapa gadis itu harus mengadu? Dan untuk kepentingan apa? 

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Maira, sahabat baik Putri yang tak sengaja menyaksikan ulah teman-teman sekolahnya dari kejauhan. Setengah berlari, gadis itu berusaha menyamakan langkah agar lebih mudah untuk berbincang. 

Maira, sosok lemah lembut yang mengklaim dirinya sebagai sahabat Putri. Terlihat seperti tidak berdaya memang, tapi kadang ia berubah menjadi galak jika ada yang mengusiknya. Gaya bicara mendayu acap kali membuat Putri harus memasang telinga lebar-lebar atau paling tidak mendekatkan telinga agar mendengar ucapan sangat sahabat. 

Putri tersenyum lalu menggeleng. "Santai aja! Lagian udah biasa, kan?"

Maira menarik napas lega. Meski Putri tidak bermasalah selalu mendapatkan perlakuan buruk dari teman-temannya, tapi ia merasa kasihan. Rasanya sedih bercampur marah. Hanya peluk hangat yang mampu ia beri pada gadis malang tersebut. 

Memarahi mereka yang selalu semena-mena pada orang lain adalah hal ingin ia lakukan. Nyatanya, semua itu sia-sia. Entah terbuat dari apa hati mereka, sehingga tega merundung orang lain yang tidak melakukan kesalahan apa-apa. 

"Baiklah!" ucap Maira mengalah. 

"Badan boleh kayak gue, Ra. Tapi pikiran sama hati jangan!" ucap Putri. Tangannya menggamit Maira bergegas menuju kelas yang berada tidak jauh dari lapangan basket. 

Maira bungkam dan mengikuti langkah Putri. Hatinya membenarkan ucapan sahabatnya. Percuma memiliki tubuh sempurna jika hati serta pikirannya selalu berburuk sangka pada orang lain, dan berbicara menyakiti.

Lihat selengkapnya