Langkah mereka melamban seirama dengan degupan jantung Putri yang tidak menentu. Dersik diharapkan dapat menyejukkan kalbu. Esok tiada duka, pun lara.
Ah, tapi itu hanya asa semata. Ya, asa seorang bocah naif yang mencari keberuntungan di dalam gedung mewah bercat putih ini. Riuh rendah kota pun tak akan tahu jika ada seorang anak ingin juga diperlakukan sama.
"Dengar, kelak duri-duri itu akan menumpul dengan sendirinya, kemudian rapuh. Hanya baja lah yang mampu bertahan." Tanpa ingin menggurui, Laila berucap demikian semata-mata hanya memberikan kekuatan pada Putri.
Laila berucap benar. Tak selamanya duri dapat melukai seseorang. Ada kalanya ia akan repas termakan oleh waktu. Lapuk, lalu tumpul tidak berdaya. Ya, tapi tidak bagi Putri. Dirinya tak ingin repas tergerus kejamnya kota metropolitan.
Putri mengangguk samar kemudian menggamit tangan Laila erat. Ia memang bukan manusia sempurna. Baginya, tidak menyakiti orang lain itu sudah cukup.
"Itu Maira," ucap Laila membuyarkan tatapan kosong Putri.
Gadis itu terkesiap dan mencoba menetralkan degup jantung. Matanya bergerak mengikuti telunjuk Laila. Benar saja, di sana ada Maira. Entah ke mana fokusnya hingga tak melihat sosok yang dicari-cari sejak tadi.
"Yuk, samperin," ajak Putri. Ia berlari kecil agar cepat sampai pada Maira. Namun, langkahnya terhenti ketika seseorang menghadangnya dengan mata ditutup dasi. Sadar akan terjadi hal yang tidak diinginkan, gadis itu pun mundur satu langkah agar tidak terlalu dekat dengan anak tersebut.
"Gue cinta sama lo! Mau kagak jadi cewek gue?" teriaknya sambil tersenyum senang.
Putri menautkan alis sesaat. Detak jantung gadis itu seakan berhenti. Seseorang mengatakan cinta padanya? Tentu saja ia senang. Ah, tapi sepertinya itu tidak mungkin. Pemuda ini tidak lah sudi berkata demikian jika mengetahui hal sebenarnya. Ia paham betul soal itu. Bahkan, salah satu pelajar yang membencinya adalah anak tersebut.
Ya, pemuda itu adalah Pangeran. Bocah konyol yang suka mengintip cewek-cewek cantik untuk dijadikan target keusilannya. Tampan memang, tapi pelajar kelas 11 IPA 2 ini bukan cowok tenar seperti tokoh-tokoh film dan novel, bahkan hampir tak dikenali oleh pelajar lain yang bukan satu kelas. Pun tidak pintar. Namun, entah mengapa Putri tertarik jika melihat pria ini menggoda orang lain dengan caranya yang terbilang lucu dan tidak tahu malu.
"Lo denger gue, kan?" tanya Pangeran sambil menangkupkan tangan untuk memohon agar cintanya diterima. Senyumnya semakin lebar ketika merasa orang yang dihadang tidak menamparnya. Itu berarti, aksinya berhasil.
Setelah mematung kurang lebih lima menit, Putri pun mengatur napas dan berniat mengabaikan orang yang berdiri di hadapannya. Gedung megah ini akan runtuh, lalu menimpa dirinya jika tetap bertahan. Tamatlah riwayatnya berurusan dengan pria satu ini. Sementara tidak jauh dari tempat itu, seorang pelajar laki-laki lain tengah terbahak menyaksikan Pangeran beraksi.
Siapa lagi jika bukan sahabat Pangeran. Pelajar yang selalu berbicara dengan menggunakan bahasa Betawi kapan pun dan di mana pun ini bernama Panji.
"Jawab, plisss! Mata gue gelap ditutup begini!"
Tidak ada jawaban dari Putri yang ternyata belum berlalu. Merasa tidak ada respons, akhirnya Pangeran membuka tutup matanya kasar.
Pangeran terkejut bukan kepalang setelah mengetahui bahwa yang ada di hadapannya adalah Putri, bukan Maira. Tentu saja sumpah serapah terlontar tanpa mampu ditahan. Mulutnya berkomat-kamit sambil melotot. Entah apa yang diucapkan. Tangannya yang lebar, memegang puncak kepala gadis itu geram. Tak peduli gadis di hadapannya ini menangis atau tidak. Yang jelas, ia merasa sedang dipermainkan.
Putri terhenyak. Ia belum pernah dibentak sedemikian rupa meski kerap dirundung dan dihina oleh teman-temannya yang lain. Sakit, tapi dirinya tetap berusaha untuk sabar. Tidak ada pilihan lain, bukan? Jika menangis dapat mengatasi masalahnya, mungkin ia akan melakukannya setiap saat.
"Hew, PMS, yak?" jawab Putri mencoba santai—mengenyahkan kegetiran yang merambat dalam hati. Senyum miring disunggingkan untuk mengusir rasa sesak di dadanya.
Perkataan santai Putri memancing reaksi Pangeran. Anak lelaki itu mendekatkan wajah ke arah Putri seakan ingin menelannya serta merta. "Apa senyum-senyum? Jangan harap bisa pacaran sama gue kecuali kalo lo bisa tinggi!" ucapnya lalu tertawa pongah. Sambil membungkuk, tangannya menepuk kening Putri kasar.