Wajah Putri semringah, tampak dari senyum yang ia lempar pada penjaga kantin sekolah. Sebuah plastik ukuran sedang berwarna biru memenuhi tangan mungilnya. Tampaknya, gadis itu baru saja dari koperasi sekolah.
“Ada lagi, Neng?” Penjaga kantin mengulurkan sesuatu yang dipesan oleh gadis itu. “Biar Mamang aja yang bantu bawa.”
Putri menggeleng dengan cepat. Bukan tidak mau dibantu, hanya saja ia tak mau merepotkan orang lain apalagi orang yang menawarkan bantuan sudah tidak muda lagi seperti dua orang di depannya.
“Terima kasih, Bu, Mang.”
Waktu seakan melamban, seperti ingin membiarkan Putri menghabiskan masa sialnya. Wajah-wajah ayu dan tampan terlintas di benak gadis itu tanpa diminta. Berandai sikap dan sifat mereka pun sama. Jika keadaan begitu, akan terasa lebih indah, bukan?
Faktanya, perlakuan teman-temannya tak semanis sikap si bapak ojek yang ia tumpangi saat ini. Meski terkesan tidak rapi, jaket entah sudah berapa lama tidak dicuci, tapi perlakuannya sangat santun. Benar kata orang bijak, jangan menilai orang dari luarnya saja. Bisa saja bapak ojek menolak penumpang sepertinya, toh banyak alasan untuk menolak.
“Adek mau di antar ke mana?”
Sambil membenahi helm ojek warna merah muda, Putri menyahut dengan suara sedikit berteriak. “Ke Kampung Baru, ya, Pak.”
Tanpa bertanya lagi, si bapak ojek melajukan motornya ke arah Kebayoran Lama melewati jalan Sultan Iskandar Muda. Hanya butuh waktu kurang lebih 15 menit. Itu artinya, Putri akan lebih cepat sampai ke tempat tujuan tiga menit dari pada lewat jalan Ciputat Raya. Great. Ia tak perlu menahan serangan sinar matahari selama itu.
Ojek yang ia tumpangi pun berhenti, tepat di saat dirinya tengah melamun. Suara klakson tak berpengaruh pada telinga Putri. Entah karena terlalu fokus berimajinasi, atau karena pendengarannya tertutup helm tebal.
“Sampai, Neng.” Meski ragu, akhirnya si bapak memberanikan diri mengguncang bahu Putri agak keras.
“Ya, ada apa?” Putri sontak terlonjak kemudian melompat dari motor gesit. Gadis itu mengamati sekitar dengan seksama dan menatap pengemudi ojek malu-malu. Ia berlalu, setelah membayar tagihan tentunya.
Kawasan kumuh. Di sanalah Putri berpijak. Banyak yang bisa ia lakukan. Bermain dengan mereka—anak-anak jalanan, di mana kata orang status sosialnya berbeda. Bercerita, dan bercanda. Meski tempat tersebut sangat kotor, setidaknya anak-anak jalanan itu tidak mengejek satu sama lain seperti yang dilakukan orang-orang kepadanya.
"Kak Puput datang!" teriak salah seorang anak saat melihat Putri mendekat dengan membawa dua kantung plastik berisikan origami dan permen yang sengaja ia beli di koperasi sekolah menggunakan uang sakunya.
Putri tersenyum tipis. Tangannya melambai agar teman-teman kecilnya berkumpul dan mendekat.
"Rindu aku tidak?" tanya Putri setelah mereka berkumpul dan duduk di koran bekas yang sengaja dibentang.
Anak-anak jalanan itu mengangguk senang. Ada yang bergelayut manja pada tangan Putri, ada juga yang menatapnya hingga tak berkedip.
"Kakak ke mana aja? Kami hampir lupa cara membaca," ucap salah seorang dari mereka yang bernama Bunga.
Putri mendekatkan wajah pada Bunga. "Hmm, kakak sedang terapi memperbaiki bentuk tubuh biar temen-temen Kakak pada suka!" ujarnya berkelakar.
Anak-anak itu menatap Putri sendu. "Kakak kan baik, kenapa pada nggak suka?"
Putri terlihat sedang berpikir, mencari jawaban yang tepat untuk mereka. Tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada mereka, bukan? Menurut Putri, itu tidak etis untuk disampaikan pada anak-anak.
"Liat aja, kita sama tinggi," jelas Putri sambil tersenyum. "Kalian jadi anak baik, ya. Karena apa yang kita lakukan kelak akan kembali jua kepada kita,” sambungnya sambil mengusap peluh. Terik matahari telah membuat tubuhnya sedikit basah oleh keringat.
Bunga dan teman-temannya mengangguk. Setelah itu, Putri membagikan origami pada mereka untuk membuat kupu-kupu sebagai bentuk bahwa semua masalah pasti akan berlalu dan terbang, kemudian berakhir pada kelopak bunga nan menawan.
Pikiran positif lah yang selalu tertanam di hati Putri dan dibagikan kepada mereka yang butuh semangatnya. Meskipun terkadang ia merasa rapuh jua.