Sinar mentari pagi menyinarkan wajah cool Nicholas yang sedang berjalan di koridor campus. Dengan tas berwarna hijau toska dan sepatu hitam yang mengilat, ia berjalan tegap di tengah koridor yang ramai. Penampilannyapun dilengkapi dengan kaos biru dibalut kemeja putih berlengan panjang, serta jeans biru. Rambut yang berponi dibuatnya jambul khatulistiwa bagaikan Syahrini. Jambul itu... sebagai ciri khas Nicholas di hadapan para cewek di campus. Semua mata tertuju padanya. Lirikan itu terpancar sangat jelas bahwa betapa bahagianya ia disekelilingnya banyak cewek yang memandanginya.
"Hai Nicholas," sapa Tia dengan mengibaskan rambut ikal panjangnya dihadapan Nicho. Nicho membalas sapaan itu dengan menebar pesona yang ada pada dirinya. Pesona itu membius Tia di pagi hari. Beberapa pasang mata yang berlalu-lalangpun ikut memperhatikannya.
"Kamu udah sarapan belum? Makan yuk," sambung Tia.
Tiba-tiba ada 2 sahabat Nicho menghampiri Nicho dan Tia. Sehingga Tia jengkel karena moment di pagi hari yang indah terganggu oleh 2 sahabat Nicho. Setiap kali Tia ingin bercanda gurau bersama serta menghabiskan sepanjang hari yang ia miliki, selalu saja kedua sahabat Nicho itu menggagalkan rencananya.
"Hei, Bro!" sapa Ferrel sembari menepuk pundak Nicho. Nicho menyambut hangat kedatangan kedua sahabat karibnya itu dengan salam pergaulan mereka. Canda tawa diantara mereka sangat mengusik telinga Tia.
"Ih! Ferrel, Erlang ngapain sih!! Ganggu aja. Oh ya kamukan belum jawab aku Nic, kamu udah sarapan belum? Ayo sarapan sama aku," Menarik tangan Nicho.
"Hei ... what's up girl?! Ngapain sih pagi-pagi udah centil aja. Sana ah!" ucap Erlangga dengan muka ketus. Erlangga sangat jengkel ketika pagi harinya dimulai dengan pemandangan yang membosankan yaitu kehadiran Tia diantara mereka.
"Ihs jahat banget si." ucapnya seraya pergi sembari menyibakkan rambut panjang ikalnya kehadapan Erlangga. Tia jengkel oleh Ferrel dan Erlangga yang menghalanginya untuk makan berdua dengan sang pujaan hati. Hingga Tia memiliki sedikit dendam dihati dan ingin segera mewujudkan kekesalannya dengan cara lain tanpa diketahui oleh siapapun.
Erlangga dan Ferrel memang tidak suka pada Tia, karena ia selalu saja merebut Nicho ketika mereka sedang bercanda ria. Mereka bertigapun lekas pergi ke kantin untuk sarapan. Ketika sampai dikantin, Nicholas menyeruak meja yang penuh dengan cewek-cewek modis di campus. Disana terlihat ada empat gadis centil yang sedang duduk-duduk santai. Ada yang sedang makan bubur ayam, makan lollipop, baca novel ada pula yang sedang sibuk dengan gadget dan berdandan. Ya mereka terkenal sekali di campus ini sebagai geng The Angel.
Tak ada satupun yang berhasil lolos gabung di genk mereka karena begitu banyak persyaratan dan ketentuan untuk gabung bersama mereka. Mereka sangat terkenal bagai ratu di campus. Seantero Rayapun tau bahwa merekalah yang sangat menarik diantara yang lain. Walau masih semester 2 mereka sangat terkenal di campus ini. Salah satu ketentuan untuk gabung bersama mereka ialah anak dancer. Mereka berempat mengikuti kegiatan yang sangat digemari semua anak di campus. Dengan Ara sebagai ketua ladies dancernya. Selain harus anggota dancer, kandidat yang ingin gabung di The Angel harus modis, cantik, dan kaya. Karena rata-rata dari mereka ialah anak orang kaya yang selalu meminta uang kepada orang tua dan dihamburkan begitu saja.
"Hei girls! " sapa Nicho dengan senyum sumringah lekas duduk diatas meja. Semua mata kini tertuju hanya kepadanya. Dirinya sangat senang jika menjadi bahan tontonan sebab saat itu terjadi, rasa percaya dirinya yang tinggi akan terlihat jelas.
"Eh, hai Nicho sayang." ucap Ara dilanjutkan dengan kecupan hangat di pipi cowo cool itu.
"Ekhem.. pagi-pagi udah dapat ciuman nih Nicho, masa Nicho doang! Gua enggak nih?" tanya Erlangga sinis kepada yang lainnya. Beberapa pasang mata cantik itu hanya saling melempar pandang satu sama lain.
"Pengen banget ya?" jawab Ara dengan manja sungguh sangat menggoda, bahkan Ferrelpun ikut tergoda oleh rayuan maut yang baru saja keluar dari bibir bidadari campus.
"Pengenlah!!" Erlangga terlihat sangat yakin dan antusias. Jarang-jarang dirinya diberi pertanyaan demikian. Entah apa yang ada dibenaknya kala itu, yang ia inginkan hanya diperlakukan selayaknya Nicho. Ia merasa hidup tak adil bagi dirinya, jika harus dibandingkan oleh Nicho.
"Muachhh... udahkan?" ledek Ara pada Erlangga. Lantas tawa pecah diantara mereka. Para gadis centil itu merasa bahwa ini ialah lelucon namun jauh dilubuk hatinya, Erlangga tersakiti oleh lelucon yang tak etis itu. Namun Erlangga tau bahwa dunia kejam. Ini hanya sebagian kecil kekejaman dunia yang ia rasakan. Banyak orang diluar sana yang tertawa diatas penderitaan orang lain. Banyak pula yang tertawa karena menyakiti perasaan orang lain semata.
"Dih sadis! Kirain beneran." ucap Erlangga dengan jengkelnya, menutup kekesalan di ujung bibir dengan senyuman tipis yang terukir.
Di saat mereka asik dengan percakapan di pagi itu, Erlangga tak sengaja menatap jam sporty hitam yang melingkar di tangan kirinya. Erlangga refleks berseru bahwa ia harus segera masuk ke kelas karena ada mata kuliah pagi. Segera Erlangga menarik kedua sahabatnya dengan cepat, namun sayang Ara segera mencegah langkah mereka. Ara menghasut mereka untuk berkamuflase sebagai anak kutu buku di perpustakaan. Tanpa fikir panjang, ide gila itupun terlaksanakan.
Sesampainya di perpustakaan, mereka menjelma sebagai mahasiswa-mahasiswi disiplin dengan duduk rapi sejajar sembari membuka lembaran demi lembaran buku yang mereka pilih dari ribuan buku di perpustakaan. Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk kamuflase agar tidak dicurigai oleh penjaga perpustakaan. Karena mereka mendapat mata kuliah pagi yang pada umumnya semua mahasiswa masuk ke ruang kelas.
"Hei kalian, kok tidak masuk ke kelas?" ucap sang penjaga perpustakaan menatap menyelidik dari balik kaca mata yang diturunkannya hingga ke permukaan hidung. Mata itu, sangat menyeramkan dan tajam bagaikan mata elang yang ingin menyambar mangsanya. Lirikan mata yang menukik itupun bagaikan samurai dari negeri sakura. Mengkilat dan sangat menakutkan.
"Mmm... ini pak, kita sedang mengerjakan tugas tapi sedang cari refrensi di suruh dosen perkelompok ke perpusnya," ucap Erlangga mencoba membela diri dan mengucapkan alasan yang kini tertera di kepalanya. Entah alasan yang datang dari mana, yang pasti itu dapat menyelamatkan kelangsungan hidup mereka.
"Oh ya sudah. Jangan berisik!" ucapnya tegas lalu memperbaiki posisi kaca mata dan duduknya seperti sedia kala.
"Baik pak!!" jawab mereka serentak.
Sekitar 30 menitan mereka habiskan waktu di dalam perpustakaan dengan ditemani berbagai buku. Hal itu sangat membosankan bagi mereka. Jadi, dengan sigap, mereka keluar perpustakaan menuju kantin. Mereka makan, bercanda ria di kantin campus. Seakan kantin milik mereka. Tak ada seorangpun yang dapat menganggu kebersamaan mereka. Itu serasa surga dunia. Tak ada aturan, apalagi aparat yang hobinya mengatur orang.
Kini waktu bergulir cepat, sudah waktunya mata kuliah kedua. Mereka segera masuk ke kelas masing-masing. Mereka memang sering berkeliaran saat jam mata kuliah pertama. Karena mereka masih malas menerima pelajaran di pagi buta. Apa lagi jika harus berjumpa dengan beberapa dosen yang sangat ahli membangkitkan semangat untuk melanjutkan mimpi-mimpi terpendam yang kian berharap menjadi sebuah kenyataan.
"Bye guys, sampai jumpa nanti siang ya," ucap Nicho seraya melambaikan tangan sembari sesekali mengedipkan sebelah matanya.
"Byee juga beib." jawab Ara dengan tersenyum manis serta melambaikan lollipop diatasnya.