Seminggu berlalu. Akan tetapi selama seminggu Nicho tidak melihat gadis itu sama sekali. ‘Kemanakah gadis itu’ umpatnya dalam hati. Tanpa ia sadari kini dirinya merindukan wajah mungil nan mempesona itu. Terlebih ia rindu akan suara jazzynya. Iapun masih penasaran siapakah nama gadis itu. “Hei Bro.. Diam aja, mikirin siapa?” Erlangga menghancurkan lamunannya. Nicho tak menjawab, hanya melirik Erlangga sembari menghembuskan nafas, mencoba memperbaiki posisi duduknya dan kembali menatap kosong ke depan. Erlangga merasa terabaikan, terlebih kini sikap Nicho berubah tak ada lagi keceriaan dan pesona yang ia tebarkan keseluruh penjuru campus. Hanya kesedihan, diam, murung yang terpampang jelas di wajahnya.
“Gua rindu gadis yang diperpus minggu lalu,” Tiba-tiba saja Nicho membuka mulut. Mengucapkan sebait kalimat lalu mengatupkannya kembali. Imajinasinya terbang di bawa angan menjelajahi dunia semu akan kejadian satu minggu yang lalu. Kejadian yang sangat memalukan dirinya sekaligus kejadian pertama ketika dirinya ber-adu argumen dengan gadis idaman hatinya.
“Oh itu! Itumah Calista teman gua semasa SMA,” ucap Erlangga acuh.
Nicho memfokuskan pikirannya. Mencoba mencerna kembali kalimat yang baru saja Erlangga ucapkan. “Hah!! Apa lu bilang? Calista? Teman SMA?”
“Iya. Emangnya kenapa sih? Lu suka sama dia? Kaya gitu selera lu?”
“Ah enggak!! Tapi kenapa ya gua tertarik sama dia. Siapa namanya tadi? Kok lu ga pernah tegur sapa?”
“Weits santai dong satu-satu nanyanya jangan kaya kereta gitu.”
“Haha maaf yaudah jawab!” Nicho sangat antusias. Ia ingin sesegera mungkin mengetahui profile gadis idamannya yang kini ia ketahui namanya. Nicho merasa dunia seakan sempit. Kemanapun ia melangkah, tanpa ia sadari bahwa dirinya sedang berbalik arah. Hingga ia akan bertemu dengannya pada kesempatan yang berbeda.
“Kok lu bisa sih tertarik sama dia. Lu liat dari sudut pandang apa,Bro? Calista namanya. Gua ga akrab cuma sekedar kenal karena dia terkenal dulu di SMA,”
“Hei kalian!! Lagi bahas apa sih? Gabung dong,” Ferrel mengacaukan suasana.
“Iniloh dia lagi kepoin cewek yang waktu itu di perpustakaan,”
“Ihs udah diem!! Kalau Ara dengar bisa berantakan. Dia kayanya polos dan cantik bisa kali ah gua kotorin,” ucap Nicho berbisik, kini gairah hidupnya kembali hadir ketika membahas Calista.
“Wih gila lu bro! Jangan ah kasian anak orang,” sergah Ferrel.
“Udah lu santai aja gua ga akan apa-apain dia kok paling cuma nyicipin dikit.”
“Ihs jangan dia temen gua,tapi dulu!” ucap Erlangga memamerkan sederetan giginya yang putih bersih.
“Tapi ga deketkan?”
“Iya sih. Tapi...,”
Ketika Erlangga akan meneruskan ucapannya sontak ia balik ketempat duduknya, karena dosen sudah memasuki ruangan. Tanpa mereka sadari bahwa Silly mendengarkan percakapan mereka. Silly sebagai anggota The Angel segera melaporkannya kepada Ara. Sontak Ara langsung penasaran ingin rasanya ia menghampiri Nicho tetapi ia takut karena dosen ini cukup killer.
Ketika jam mata kuliah telah usai, Ara langsung menghampiri Nicho. Nicho tak memperdulikan kehadiran Ara di sebelahnya. Karena ia sedang sibuk membereskan buku dan ingin segera mencari tau keberadaan gadis itu. Seminggu saja serasa sebulan bagi Nicho, karena ia sangat merindukan gadis itu.
“Nic.. Nic.. tunggu!!” Ara berlari ke arah Nicho yang meninggalkannya begitu saja.
“Apa?!” jawabnya acuh.
“Lu mau kemana? Masih marah? Gua denger denger lu lagi tertarik sama yang namanya Calista. Siapa dia?”
“Ga perlu tau!” Pergi meninggalkan Ara.
“Tunggu...,” meraih tangan Nicho dan menahannya. “Apa lu mau gua bantuin? Lu taukan seberapa terkenalnya The Angel di campus ini.” sambungnya.
“Bantu? Dengan cara?” Berpaling menatap Ara.
“Gua punya ide bagus. Gimana kalau kita bicarakan ini di cafe biasa,”
“Ga usah manfaatin suasana dah! Apalagi berani-berani nipu gua,” Nicho menatap Ara dengan tatapan menukik, dirinya tak ingin terjebak oleh muslihat Ara.
“Loh siapa yang manfaatin keadaan. Kalau ga mau yaudah.” Ara melenggang pergi meninggalkan Nicho dengan harapan palsu. Nicho tak ingin hal itu terbuang sia-sia. Tak ada lagi kesempatan kedua. Hingga ia yakini dirinya untuk menahan Ara.
“Eh iya iya mau ayo!!”
Sebenarnya Nicho malas jika harus berurusan dengan cewek ini lagi. Tapi demi tawaran bagusnya itu, ia berani menyanggupi tawaran ke cafe siang ini. Dengan menancap gas, ia berlalu ke cafe. Ia sengaja memacu mobil sportnya karena tak ingin berlama-lama dengan Ara.
“Hmm mau mesen apa?” tawar Nicho pada Ara.
“Kayak biasa aja deh,” jawab Ara dengan nada manja.
“Mas … Pesen Ice Chocolate 2 dan Spaghettinya 2!!” Perintah Nicho kepada sang waiters.
“Oke … Tunggu sekitar 5 menitan ya mas,” waiters itu merekahkan senyuman di wajahnya dan segera bersungit pergi.
“Jadi … Apa rencana bagus lu?”
“Gini loh … Kan banyak banget kandidat yang ingin gabung di The Angel, tapi ga ada seorangpun yang kita terima. Jadi gimana kalau gua deketin dia dan ajak dia bergabung.”
“Ya … Terus?” ucapnya cuek.
“Terus yang gua tau diakan ga terkenal dan ga gaul, gimana kalau kita bikin dia gaul tapi jadi Badgirl ?”
“Dengan cara?” Tanya Nicho sedikit penasaran.
“Ahh.. itumah gampang deh,”
“Kalau dia gak mau gimana? Emangnya apa sih motivasi lu buat bantu gua?”
“Emm.. apa ya? Gua sih gak mau munafik. Gua cuma mau lu bantu gua buat jadian sama Ferrel.”
“HAH?!! Gila lu.. Belum puas sama Bagus? Jangan PHO!! Dia tuh udah 2 tahun sama Tasya,” ucap Nicho dengan nada tinggi.
“Ah males gua sama Bagus. Jadi gak mau nih?”
“Maaf ini mas makanannya,” ucap waiters sembari meletakkan makanan di meja mereka.
Kedatangan waiters itu sangat mengganggu percakapan diantara mereka. Karena makanan sudah didepan mata, maka tanpa fikir panjang Nicho memberi aba-aba kepada Ara untuk makan terlebih dahulu. Merekapun sibuk dengan makanan masing-masing. Mereka saling bertatapan tapi pikiran diambang kebingungan. Nicho terus mempertimbangkan keputusannya. Ia tak ingin merelakan sahabatnya demi urusan pribadinya. Tetapi ia ingin Calista segera berada di genggamannya. Ketika 15 menit berlalu, merekapun selesai.
“Jadi.. Lu terima ga tawaran gua?” Ara kembali membuka pembicaraan.
“Emm.. Gimana ya? Gua fikir-fikir dulu deh. Besok gua kasih jawaban!” Nicho menjawabnya tegas.
“Oh oke kalau gitu gua tunggu jawaban lu,”
“Yaudah kalau gitu ayu balik!! Mas ... minta billnya.”
“Oh ya sebentar, atas nama siapa?” sang waiters mulai menghampiri mereka.
“Nicho.”
“Oh ya sebentar ya mas,” ucapnya lalu pergi. “Ini mas.” sambungnya ketika kembali ke meja mereka.
“Ini uangnya.” Nicho menyerahkan sejumlah uang yang harus dibayarkannya.
“Makasih.”