Puzzle Pieces of Love

Arlita Dela
Chapter #7

Love or Friendship

Selama beberapa minggu sejak kejadian malam itu, Calista terus di landa kegelisahan yang menggebu di hatinya. Batinnya bertautan tiap kali ia sendiri. Calista terus memandangi cincin indah nan mengkilau di jari manisnya. Hingga akhirnya Calista memutuskan untuk mengutarakan apa yang selama ini ia rasakan terhadap pertunangannya. Calista berkata bahwa ia terpaksa menerima itu semua karena tak ingin mempermalukan keluarganya serta Izki. Izki murka, dirinya benar-benar tak menyangka. Izki memasrahkan keadaan pada Calista, namun Calista tak dapat memilih harus seperti apa karena ia tak ingin semuanya berantakan cuma karena egonya selama ini. Izki membentak Calista, dengan sekuat tenaga lantas Calista beranjak dari bangku taman meninggalkan Izki. Air mata meluncur deras di pipinya. Calista berlari sekeras tenaga. Calista terisak di sepanjang jalan. Sementara Izki tak menahan ataupun mengejar. Sebab Izkipun sangat marah oleh kata-kata itu. Calista merasa bersalah. Ia hanya ingin mengutarakan yang sebenarnya ia rasakan. Namun, Izki membentaknya hingga Calista kesal dan pergi tanpa jejak. Calista mencoba mencintainya dalam diam. Memperhatikannya dalam kejauhan. Merindukannya dalam gelap.

***

Setelah beberapa minggu kemudian, tibalah hari dimana Calista akan menjadi pasangan hidup Izki. Selama proses persiapan pernikahannya, Calista mencoba membuka hati. Izkipun menerimanya dengan baik dan melupakan perdebatan kala itu. Mereka berdua nampak bagai sang kekasih yang sangat bahagia.

“Sayang. … Ayo cepat!! Gak enak tamu undangan sudah datang,” seru Izki membuka bibir pintu. Calista sedang sibuk dengan make up-nya yang tak kunjung usai.

“Iya sabar sayang.” jawab Calista lembut.

Acara pernikahan itu meriah. Di datangi oleh sederetan orang-orang ternama. Namun, tak satupun dari sahabat mereka yang nampak di antara ribuan orang. Sangat miris bila dirasa, setelah sekian lama menjalani persahabatan. Namun di saat hari kebahagiaan tiba, tak ada sesosok sahabat yang menemani. Calista dan Izki sangat menginginkan mereka datang namun jarak dan waktu yang menjadi penghalang. Walaupun kini sudah berada di era globalisasi, tak satupun dari mereka yang dapat menemukan contact salah satu dari sahabatnya.

Acara pernikahannya terkesan indah nan mewah. Interior yang dipilih sangatlah indah dengan balutan tema bernuansa putih dan pink yang lekat terlihat hampir di setiap sudut gedung. Makanannya pun dipilih dengan menyesuaikan tema acara. Para tamu undangan terlihat sangat menikmati acara yang telah di design khusus itu. Kebahagiaan bagaikan atmosfer yang menyertai setiap orang di acara indah yang penuh cinta.

Calista dan Izki terlihat sangat kelelahan atas acara pernikahannya yang berjalan dengan baik dan dapat dikatakan spectacular. Sehingga mereka berdua memilih untuk lekas ganti kostum dan segera tidur. Tak ada lagi niatan untuk menikmati malam pertama sebab desakan rasa lelah dan energi yang telah terkuras habis memaksa mereka untuk lekas menutup mata. Izki terus merayu Calista namun tetap saja Calista menolaknya. Calista memberikan penawaran lain yaitu dengan bulan madu di Bali. Nampaknya Izkipun merindukan nuansa indah Bali. Maka dengan terpaksa Izki mengurungkan niatnya dan membuat rencana baru untuk bulan madu di Bali.

***

Keesokan harinya, saat mentari pagi mulai menyinarkan wajah mereka dari balik jendela, mereka bergegas bangkit dan menuju kamar mandi. Setelah mandi tak lupa Calista menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya tercinta. Ternyata di meja makan sudah ada Ibunda Izki yang sedang sarapan.

 Calista menyapanya dengan senyuman terindah. Saat Calista mengolesi rotinya dengan selai strawberry, Izki datang menghampiri Calista dan segera duduk di sampingnya. Izki menatap Ibundanya dan segera meminta izin perihal rencana kepergian mereka ke Bali. Dengan senang hati Ibunda Izki memberikan persetujuan dan menanyakan kapan mereka pergi. Sontak Izki menjawab dengan cepat bahwa besok lusa ia akan segera berangkat ke Bali.

Calista tercengang tak percaya. Secepat itukah apa yang ia inginkan dapat terwujud. Izki segera mengambil handphone miliknya dan memesan hotel untuk mereka beristirahat di Bali. Tak lupa pula Izki memesan tiket pesawat agar mereka dapat melakukan perjalanan dengan tenang tanpa perlu memirkirkan biaya administrasi lagi. Calista memandangi handphone Izki, ia berperan aktif dalam memilih hotel yang akan mereka pesan. Calista meminta kepada Izki untuk memilih hotel di sekitar Pantai Kuta.

“Yang ini aja. Ini viewnya bagus,” jari Calista menunjuk salah satu kamar yang bertema modern romantic. Kamar itu memiliki design interior yang menawan serta pemandangan yang sangat cantik dilengkapi kolam renang yang berhadapan langsung ke arah pantai.

“Kalian mau berapa lama disana?” tanya Ayahanda Izki yang baru saja datang tetapi telah mendengar percakapan mereka dari awal.

“Sekitar seminggu pah,” jawab Calista sambil menghabiskan roti dipiringnya.

Ayahanda Izki menyuruh mereka segera packing. Izki menawarkan apakah kedua orang tuanya ingin ikut pulang ke Indonesia atau tidak. Namun Ibunda Izki menolak itu dengan alesan takut mengganggu mereka, lekas Izki dan Calista izin membereskan barang-barang yang akan mereka bawa. Keesokan harinya. Mereka berdua lekas menuju bandara untuk segera take off di Bali. Mereka sangat menunggu saat-saat itu karena mereka sungguh merindukan indahnya pesona kekayaan bangsa Indonesia.

***

Setelah kurang lebih 3 jam Calista dan Izki duduk manis di pesawat, tibalah mereka di pulau impian yaitu Pulau Dewata Bali. Lekas mereka langsung memesan salah satu taxi lalu menuju hotel yang telah di pesannya dari jauh-jauh hari. Sampailah mereka di hotel idaman.

“Kamu tunggu di lobi hotel bentar ya. Aku ambil kunci dulu,” Izki memandang Calista sambil melirik lobi hotel yang penuh dengan beberapa sofa unik dengan sentuhan nuansa Bali.

“Iya oke sayang.” Calista berjalan ke arah lobi dan segera duduk dengan cantik nan anggun. Sementara Izki sibuk mengurusi segala adminstrasi yang harus di konfirmasi atas pemesanannya via digital.

“Nih kuncinya. Ke kamar yuk. Mas tolong bawakan koper-koper ini ya ke kamar 099.” Izki memerintah salah satu staf hotel untuk membawa koper mereka menuju kamar. Izki lekas menggandeng tangan Calista mesra dan lembut menuju kamar hotel yang telah di pesan.

“Emm … ini 098 berarti kita di sebelahnya!” Calista menunjuk ke arah pintu yang tertera angka 099 dengan ukiran yang cantik menawan di atas pintu kayu itu.

Lekas Calista dan Izki masuk ke kamar yang telah mereka pesan. Calista dibuat tercengang oleh kamarnya yang eksotis. Pemandangan pantai Kuta yang indah terhampar jelas dari balik jendela kaca. Calista menikmati keindahan alam semesta dengan tersenyum bangga dapat kembali memijaki bumi pertiwi yang indah tiada duanya. Izki lekas menatap hal serupa, sejenak mereka berdua terhanyut oleh keindahan pantai yang terhampar di depan mata. Deburan ombak biru melambai mesra. Lukisan awan putih berbias langit biru begitu menawan bila dipandang. Pasir kuning emas begitu mempesona. Dengan dihiasi beberapa pengunjung yang memberi warna-warna indah pada bibir pantai.

Seusai menikmati keindahan alam, Izki mengajak Calista untuk beristirahat. Calista ingat akan janjinya, maka ia harus segera memenuhi janjinya itu. Izki sungguh tak sabar menanti hal yang selama ini ia harapkan hingga kini mereka terhanyut dalam suasana.

 Selama kurang lebih dua jam, Calista tertidur dengan terlelap. Sementara Izki sibuk bercinta walau hanya satu pihak. Selama Calista tertidur ia tak henti-hentinya melakukan apa yang ia mau. Tangannyapun meraih setiap sudut dan membuka baju Calista hingga ketika ia terbangun tubuh Calista tak terbalut busana melainkan hanya selimut yang menutupi tubuh indahnya. Calista sangat lelah hingga ia tak tersadar akan kelakuan suaminya.

Ketika Calista bangun ia merasakan dingin menusuk tulangnya. Betapa terkejutnya ia memandangi badannya yang tak terbalut busana. Dengan cepat ia menarik baju handuknya dan berjalan ke kamar mandi. Setelah setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi, Calista keluar dengan tatanan yang rapi. Kini Izkipun sudah terlihat rapi dan bersiap untuk berjalan-jalan. Calista sangat terkejut kapan Izki bersiap-siap. Lekas Calista dan Izki segera menuju Pantai Kuta dan beberapa tempat lainnya. Akhirnya mereka berdua bergegas keluar dari hotel itu. Namun, ketika mereka berada di lobi hotel, dompet Izki tertinggal di meja samping tempat tidur.

“Aduh! Sayang dompet aku ketinggalan dimeja,” Izki cemas sambil mencoba meraba beberapa tempat di tubuhnya.

“Yaudah aku ambil dulu ya. Kamu tunggu aja di sini, sekalian aku mau ambil peralatan make up aku yang tertinggal.”

“Aku temenin aja ya?”

“Gak usah aku bisa sendiri. Pokoknya kamu diam-diam di sini! Aku ambil sebentar ya,” Calista bergegas menuju lift dan segera ke kamarnya.

Ketika Calista sedang terbesit oleh langkah kakinya dan sibuk mencari kunci di tas kecilnya, ada seseorang yang baru keluar dari kamar 098. Kedua pasangan itu sangat tak asing di matanya. Namun, Calista tak memperdulikannya karena sibuk dengan aktifitasnya. Hingga sepasang kekasih itu melewati Calista sambil bercanda tawa berdua. Calista tersentak mendengar suaranya hingga ia menoleh dan sesaat salah satu dari sepasang kekasih itu tersadar bahwa Calista sedang memandanginya.

Lihat selengkapnya