Qasidah Berjanji

Mizan Publishing
Chapter #2

Bab 1

QASIDAH, anak perempuan cerdas nan mungil berumur tujuh tahun itu sedang sibuk dengan baju-baju, sepatu, dan mainan yang sedang dia rapikan. Sesekali, dia mencocokkan baju dengan aksesori lainnya.

Tidak berapa lama kemudian, alarm terdengar dari I-Pad Holo di seberang kasur. I-Pad Holo adalah sejenis iPad, namun semua tampilan visualnya terpancar di udara menggunakan teknologi hologram.

“Itu, kan, jenis suara alarm Ratu Pelangi!” sentak Qasidah. “Aduh! Ratu Pelangi-ku merasa sedih!” Suara Qasidah memekik. Dengan spontan, dia melompat ke atas kasur, kemudian meng-unlock I-Pad Holo-nya, lalu membuka aplikasi permainan Kingdoms.

Di udara terpampang jelas pendaran gambar dari I-Pad Holo. Terlihat wajah jelita berpakaian warnawarni dengan tiara indah di atas kepala Sang Ratu. Sayangnya, wajah Sang Ratu tertekuk. Visualisasi air mata nyaris terbentuk di kedua sudut matanya.

“Ya, ampun, Ratu kenapa?” Qasidah gusar.

Sensor suara I-Pad langsung bekerja. Muncul indikator kebahagiaan dari Sang Ratu—15%.

“Waaah, kok, bisa tinggal lima belas persen begini?” Qasidah gelagapan.

Walau panik, Qasidah tahu apa yang harus dia lakukan. Dengan sigap, dia memencet gambar istana. Di dalam istana, banyak sarana bermain untuk Ratu. Qasidah rela membuang-buang waktu dan tenaga untuk memainkan semua permainan, dari Buster Box sampai Racing Queen demi melihat Ratu-nya gembira. Qasidah sibuk memencet-mencet simbol di udara dari pendaran gambar-gambar I-Pad Holo itu.

Beberapa saat kemudian, indikator kebahagiaan muncul lagi dari bawah layar sebanyak 95%. Qasidah tersenyum puas sambil berkata kepada Ratu Pelangi di udara.

“Ratu harus selalu senang, ya? Jangan sedih lagi. Nanti, kita akan bermain bersama lagi seperti tadi.” Qasidah meringis senang, dia memandang wajah Ratu Pelangi yang sekarang dihiasi senyum lebar.

Setelah itu, Qasidah menutup I-Pad Holo. Dia mengambil boneka lentur Putri Pelangi dan Pangeran Bunga, kemudian menaruh keduanya di atap Istana Mainan.

Qasidah menyeringai sekali lagi, kemudian kembali asyik dengan pakaian-pakaian yang akan dipadupadankan.

Setelah puas dengan baju-baju, Qasidah menelepon sobat karibnya, Rida. Qasidah ingin memberi tahu Rida tentang baju-baju Ratu Pelangi yang dia koleksi dan akan dia pakai saat Idulfitri.

IPhone-nya terbungkus dalam aksesori berbalingbaling seperti helikopter mengikutinya otomatis berjarak 30 sentimeter dari telinganya. Qasidah terus berceloteh dengan Rida, membahas apa-apa yang akan disiapkannya menjelang Ramadhan dan Idulfitri. Tentu saja hal-hal yang berhubungan seputar gadis-gadis cilik.

“Iya, besok aku mau pakai baju gambar mahkota Ratu Pelangi.”

Dia berbicara lewat bluetooth bermerek “egoist” dengan corak unik seperti anting wayang berukir kelapkelip di telinganya. Dia seperti putri peri dalam film Lord of The Ring. Qasidah terus berceloteh sambil bercermin dengan baju-baju yang dipaparkan satu per satu di depan cermin. Lalu, dia selfie bersama boneka Ratu Pelangi yang bisa bergerak sendiri dan mengedipkan mata—masih sambil mendengarkan Rida di earphone bluetooth-nya.

“Ehem ..., iya, iya …. Yah, kadang-kadang bingung juga, sih, ngepasinnya. Habis banyak sekali barangbarangku.” Qasidah meringis lebar sambil mengepaskan baju serta mahkota Ratu Pelangi ke depan tubuhnya, lalu dia menghadap kamera.

IPhone yang mengambang di udara otomatis mengambil foto, lalu memproyeksikan hasilnya ke udara. Qasidah meringis-ringis, namun sekejap ekspresinya berubah.

“Apa?!” Qasidah agak terkejut dengan komen Rida. Dia langsung beraksi. “Mirror, mirror on my Pad … coba bilang kepadaku ….”

I-Pad Holo di samping cermin di atas meja rias secara otomatis terbuka menjadi tiga bagian. Dari bagianbagian tersebut terpendar sinar-sinar hologram. Sinarsinar hologram itu menjadi satu dan terbentuklah wajah seseorang. Seseorang seperti Alfred—pelayannya Batman.

“Apa yang harus kukatakan kepadamu, Qasidah?”

Qasidah tidak membuang waktu sedetik pun.

“Bila aku memakai baju bergambar mahkota Ratu Pelangi, apakah jadi tidak bagus?”

“Qasidah, nilai bagus adalah ciptaan manusia. Kepribadian yang kuat akan menciptakan gaya bagus tersendiri.”

Kalimat terakhir Pak Mirror on I-Pad itu dibarengi Qasidah. Tampaknya, kalimat pembuka itu sudah se-ring didengar Qasidah. “Ayolah, Pak Mirror, langsung saja katakan. Dalam kondisiku sekarang, apakah baju bergambar mahkota Ratu Pelangi itu akan membuatku tidak bagus bagi kebanyakan orang?” Qasidah penasaran.

“Qasidah ..., di mataku kamu anak pintar, penuh semangat, dan cantik. Sebuah gambar mahkota bisa saja mengesankan impian atau kehendak kebendaan yang tidak kesampaian dari seseorang. Alangkah disayangkan bila kepribadianmu yang baik mengandung nilai-nilai tersebut ….”

Qasidah menyerap saran Pak Mirror dengan semangat dan tanpa berkecil hati. “Sebuah masukan yang berharga, Pak Mirror. Ay lov yu,” Qasidah menyudahi.

“Ay lov yu tu,” Pak Mirror pamit. Dan, otomatis hologram padam, I-Pad Holo pun melipat lagi, kemudian menutup menjadi sebuah kotak.

“Oke, ngabuburit besok akan mengenakan kaus biru dan celana sedengkul. Aku bawa gadget yang warnanya senada untuk merekam kejadian di taman kota. Aku udah kangen membelai burung merak dan kelinci di sana,” celoteh Qasidah kepada Rida.

Rida terperanjat. Dia menunjuk-nunjuk jendela kamar Qasidah. Ya, mereka kawan sebelah rumah sehingga dapat melihat satu sama lain lewat jendela.

Qasidah menunjuk bluetooth earphone-nya kepada Rida. Rida mengangguk-angguk sambil berloncatan histeris mengiakan dan mengagumi. Tentu saja ini merupakan sebuah kenikmatan tersendiri bagi Qasidah. Rida mengayunkan tangan ke dalam, mengisyaratkan agar Qasidah segera datang ke kamar Rida. Qasidah pun mengiakan dengan anggukan antusias.

Tetapi sebelum dia keluar kamar, Ibu sudah berada di depannya. Sang Bunda tercinta meminta Qasidah berganti baju. Beliau akan mengajak Qasidah mengikuti bakti amal sedekah ke rumah yatim menjelang Ramadhan dan Idulfitri.

“Ayo, Nak, cepat ganti baju dan pakai sepatumu. Kita akan mengikuti kegiatan bakti amal.” Kemudian, Ibu turun.

Qasidah memberengut dan duduk di kasur.

“Ayo, dong, Qasidah, sedekah itu sangat mulia di sisi Allah. Sangat baik untukmu, Nak.” Ibu Qasidah membujuk.

Qasidah bergeming di tempat semula, sampaisampai Ibu menghampirinya lagi.

“Aaah, tidak mau, Ibuuu .... Aku mau bermain bersama Rida,” Qasidah merengek. Air matanya sudah mengalir. “Kasihan Rida, kan, sendirian …,” Qasidah bermodus.

Sang Bunda melihat ke arah jendela. “I-Phone, telepon Rida.” I-Phone di udara langsung men-dial nomor dan menyalakan speaker. Dan, sekejap saja ....

Lihat selengkapnya