Malamnya, sebelum tidur, seperti biasa, aku membuka email, membalas kadang juga berbalas email dengan mas Saaih.
Ketika ku buka ternyata ada dua email masuk dari mas Saaih. Begini tulisnya,
Untuk,
Adik Mas
Halo Montaza!
Gimana, adik saya masih suka jalan-jalan sore sendiri di taman? Bolak-balik di jembatan cinta, ngukur jarak katanya.
Salam Mediterania!
Gimana nih, Ahya masih suka duduk-duduk manis main pasir sambil nangis yah?
Iya nih, kemarin habis curhat katanya rindu berat sama maktabah di sini, di Iskandariyah kalau mau masuk harus bayar sih, terus juga no food and drink di ruang baca, kalau mau ke toilet juga jaaaauuuuuuuh banget. Jadi males ke maktabah deh katanya.
Tapi bagaimana pun semoga Ahya baik dan bahagia selalu yaa.
Salam Rindu,
Masmu
Aku tersenyum setiap membaca email dari mas Saaih. Entah mengapa aku bisa merasakan ketulusan yang kuat dari rangkaian kata-katanya. Aku juga merasa ujaran rindunya adalah sebuah kejujuran. Aku membalasnya begini,
Huhuuuu…..
Hari ini jadi rindu semua Mas. Rindu Quba, rindu Bunda, rindu Mas. Hari ini nggak ke taman, nggak ke laut juga. Mas masih inget cerita Ahya beberapa waktu lalu tentang Muusir?
Iyaa yang mahasiswa osean berdarah Aceh-Minang. Tadi nggak sengaja kami ketemu loh, di depan maktabah, Ahya kan lagi ngumpulin niat buat masuk sambil mikir-mikir buku apa yang mau Ahya baca, eh tiba-tiba dia muncul. Ya udah deh akhirnya kami keliling-keliling di luar maktabah sambil ngobrol-ngobrol banyak gitu deh sampai sore.
Ternyata orangnya seru mas. Banyak tuker pikiran juga. Oh ya dia juga punya adik perempuan lagi kuliah juga di kampus yang sama dengan teh Naya. Adiknya sepantaran Ahya lagi, jadi katanya, kalau lihat Ahya dia jadi inget adiknya. Hehe....
Salam sayang,
Ahya
Aku langsung mengirim balasan email itu dan membaca email kedua dari mas Saaih. Begini tertulisnya,
Mas mau cerita Ya, tolong baca baik-baik yaa....
Tahukah kamu wahai adik Mas?! Sepergimu banyak mereka yang berlomba menarik perhatiannya. Mencoba menggantikan posisimu di sisinya. Namun percayalah, dia baik-baik saja. Dia selalu berusaha mengatakan untuk Tidak Berpaling Darimu tanpa kata. Dia sesekali menyuarakan,
"Yang singgah akan pergi, sebentar. Ku yakin akan kembali. Dia tahu jalan pulang."
Mas tahu, kamu memiliki alasan kuat untuk pergi, tapi kamu juga memiliki alasan dan kewajiban untuk kembali.
Nasihat Mas, Inget Ya, nggak ada yang mengetahui akhir.
Aku datar membacanya. Aku selalu tidak berhasil menyelami rasa seperti apa yang mas Saaih coba sampaikan ketika bercerita tentang dia yang lain di sana. Aku tahu ada yang sampai hari ini bertekad untuk masih menanti kembaliku dengan sangat. Aku berduga mas Saaih khawatir karena aku menceritakan tentang Muusir sebelumnya. Aku tidak membalasnya. Aku membuka balasan email mas Saaih yang tadi ku balas.
Begini balasannya,
Adik Mas tersayang,