Queen Boxing

Fey Hanindya
Chapter #3

Episode 3

Rumah yang terdapat pohon mangga dan rambutan dengan cat putih yang sudah agak kusam itu tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Biasanya Bu Ratih akan pergi berbelanja dengan Bi Surti ke pasar. Namun, tidak pagi ini. Minggu benar-benar hari yang tepat untuk rebahan dan meliburkan segala kegiatan.

Bu Ratih yang merupakan pemilik kos itu sudah hafal betul dengan tabiat anak-anak kosnya. Terutama Jaka dan Ucup. Meski mereka tidak bersaudara, sangat sedikit perbedaan yang ditemukan antara ke duanya.

Mungkin, perbedaan yang paling kentara hanyalah Jaka memiliki pacar yang digonta-ganti tiap beberapa bulan sekali. Sedangkan Ucup … tidak perlu ditanya. Dia memang lelaki buaya darat. Namun, tampangnya sama sekali tak mendukung. Karena itu, Ucup sering menunggak pembayaran uang kosan untuk mendapatkan cewek incarannya dengan uang jajannya tiap bulan.

Pancaran sinar surya semakin menyengat, hal itu juga yang membuat beberapa orang enggan keluar dari rumah di hari libur mereka. Tidak perlu heran, di Jogja, bahkan penjaga kios pun libur di hari minggu. Memang sedikit aneh. Padahal jika dipikir-pikir, penghasilan mereka tiap hari itu tidak banyak. Kenapa meliburkan diri di hari Minggu? Mungkin family time.

Allahuakbar ... Allahuakbar ….

Cepat sekali waktu berlalu, azan asar sudah berkumandang. Seperti biasa, Agung yang tak pernah absen dari salat berjamaah itu akan pergi ke masjid terdekat.

“Yang lain wes pada bangun belum, Gung?” tanya Bu Ratih yang melihat Agung baru saja turun dari lantai atas dengan pakaian ibadah lengkapnya.

“Belum, Bu. Hibernasi seharian. Saya ke masjid dulu, ya, Bu.” Agung melangkah ke arah pintu, punggungnya menghilang usai pintu depan ditutup.

Bukan Bu Ratih namanya jika hanya berdiam diri di rumah. Sore itu, pemilik kos laki-laki itu membuatkan beberapa risol untuk menemani sore minggunya. Bu Ratih memiliki satu ruko kecil. Dia menjualkan roti-roti di sana. Namun, roti-roti itu dibuatkan oleh para pegawainya. Pemiliknya hanya membagikan resep, mengajari, dan memantau kinerja para pegawai.

Tiba-tiba sosok seorang penghuni kos menghampiri wanita paruh baya yang bertubuh lumayan berisi tersebut. “Wah, wangi banget. Masak apa, Bu?”

Benar saja. Jaka memang tak pernah kalah cepat jika Bu Ratih memasak sesuatu di dapur. Hidungnya sangat sensitif terhadap bau makanan. Apalagi makanan gratis.

“Goreng risol. Radi udah bangun, Jak?” Sambil terus menggoreng, Bu Ratih menjawab obrolan Jaka. Dengan cekatan tangan itu mencelupkan risol polos dengan baluran telur, lantas digulingkan di tepung panir, sampai berakhir di penggorengan.

“Belum, Bu,” jawab cowok berkulit putih  itu setelah mengambil satu risol yang sudah digoreng. “Hah, panas, Bu!” Jaka berteriak setelah memberikan satu gigitan sambil menghembuskan napas melalu mulut terbukanya.

“Kamu sih! Udah tau baru diangkat dari wajan. Malah langsung dicomot.”

Beberapa kali Jaka meniup risol ditangan dengan napasnya supaya mendingin. Gorengan itu memang paling enak kalau sudah dicocol dengan saus pedas. Mantap e poll.

Usai menggoreng semuanya, Bu Ratih meminta Jaka untuk memanggil semua penghuni kos. Sesuai dugaan, tak membutuhkan waktu lama untuk berkumpul dengan iming-iming makanan.

Semua terlihat asyik menyantap gorengan tanpa ada jeda dan saling berebut. Sesekali Jaka mengusili Radi yang memang selalu terlihat polos. Radi memang sering menjadi bahan bulian penghuni kos. Bahkan Agung yang terlihat sangat agamis dan sopan saja beberapa kali sempat megusilinya. Radi memang buliable.

“Memang masakan Bu Ratih yang the best. Restoran Pak Junho saja kalah,” celutuk Aldi. Dia memang bekerja sebagai pegawai di restoran korea milik Pak Junho, warga korea yang memilih membuka usaha di Indonesia. Tidak salah Aldi bekerja di sana. Lihat saja penampilannya yang ke-korea-korea-an itu. Mulai dari rambut merahnya yang katanya mirip V BTS, dan wajanya yang … yah, lumayan good looking sih katanya mirip Kim So Hyun.

“Yaiyalah, ibu siapa dulu dong!” Radi menjawab dengan bangga yang dibalas dengan seruan ‘huuu’ dari yang lainnya. Gelak tawa memecah keheningan dari pagi di rumah itu. Bu Ratih merasa sangat bahagia dengan adanya anak-anak kosnya di rumah tersebut. Sejak kepergian sang suami empat tahun lalu, rumah itu terasa sangat sepi. Sehingga wanita itu memutuskan untuk membuka kos di rumahnya.

Lihat selengkapnya