Queen Boxing

Fey Hanindya
Chapter #5

Episode 5

Dewi bergerak dengan tenang mendekati musuhnya yang menunjukkan wajah ganas. Jab kanan yang baru saja dilontarkan oleh Dewi berhasil dihindari oleh Vera, petinju yang sebenarnya hanya mengandalkan badannya yang kekar saja, dia tak memiliki strategi yang matang sebagai seorang petinju.

Rusuk kanan yang patah membuat Dewi harus berhati-hati dalam bergerak. Dia berharap lawannya tak mengetahui kondisinya saat ini. Akan sangat berbahaya jika lawannya itu menargetkan rusuk kanan milik Dewi.

“Kondisi lo kayaknya agak kurang sehat, Bung. Lebih baik mengalah aja. Dari pada tinju gue ngehantam tengkuk kepala loe.” Kini Vera semakin merasa besar kepala karena beberapa pukulan Dewi berhasil ditangkisnya.

Dewi melayangkan jab dua kali. Hanya jab pertama yang berhasil mengenai sudut bibir lawannya. Vera mendekat tanpa ragu lantas menghantamkan hook kiri dengan teramat agresif. Yang dilakukan Dewi hanyalah memblokir pukulan itu.

Sepertinya Vera merasa sangat puas dengan pukulan bertubi-tubi miliknya tak dapat ditangkis oleh Dewi. Kedua petinju itu terlihat sama-sama terengah-engah di tengah ronde ke enam. Tak ada yang pernah melihat permainan si-Queen Boxing yang seburuk ini. Dewi benar-benar tak siap bertarung kali ini. Staminanya belum pulih, dia memang seharusnya masih terbaring di ranjang rumah sakit.

Ting.

C’mon, Wi! Gue udah taruhan banyak buat kemenangan lo. Pokoknya lo harus menang sebelum ronde ke-8. Kalau nggak, gue nggak bisa pinjamin lo uang. Bangkrut gue.” Dengan sebatang rokok yang sudah tinggal setengah lagi, Cindy memperingati Dewi dengan nada mengancam.

Tak ada yang tak hormat pada Cindy di Black House itu. Tempat perjudian ilegal yang sering dibuat tinju sebagai ajang taruhan. Tak seperti tinju amatir atau profesional, tinju di Black House tak banyak memiliki peraturan. Kamu boleh memukul di mana pun, sekuat apa pun, bahkan sampai lawanmu tak berdaya lagi. Pemenangnya akan mendapatkan uang dari Cindy sebagai pengelola Black House itu. Sedangkan yang kalah, dia hanya akan menjadi orang buangan yang beruntung tidak mati hari itu.

Asap rokok sudah mengepul di depan wajah Dewi, membuat wajah Cindy tak dapat terlihat lagi. Hanya rambut hijau tosca bercampur pink yang terlihat jelas. Tanpa menjawab sepatah kata pun, Dewi langsung beranjak dari tempat itu, mengobati luka-lukanya sendiri.

Kalau nggak karena butuh uang, malas banget gue lihat muka tante-tante girang itu lagi, batin Dewi sambil menahan amarahnya.

Sebagai orang terkaya di kalangan orang-orang berjudi dan bertaruh, Cindy kerap kali memberikan pinjaman uang kepada Dewi tanpa adanya tambahan bunga. Namun, ada satu syarat yang haru dipenuhi oleh petinju kesayangannya itu. Dia harus ikut pertandingan secara cuma-cuma dan mengantongi kemenangan. Dari sanalah Cindy memperoleh uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman.

Ting.

Ronde ke enam telah dimulai. Rasa ngilu pada rusuk sebelah kanan membuat Dewi semakin susah bergerak. Meski hanya memakai tanktop dan celana boxer, seluruh badan Dewi tak henti-hentinya dibasahi oleh keringat.

Ring tinju yang hanya dipagari oleh jaring-jaring seperti lapangan Futsal yang tak terlalu luas membuat seolah-olah para penonton sedang melihat dua ayam diadu. Gemuruh teriakan penonton di dalam tempat gelap yang hanya diterangi oleh beberapa lampu sorot itu bergema masuk ke dalam kepala. Black House memang cukup besar. Para penghuninya pun para mafia dan penjudi berkantong tebal.

“Dewi! Dewi! Dewi! Teriakan-teriakan itu membuat Vera, si lawan bertarung semakin naik darah. Dia percaya diri, hanya dia yang berhak memperoleh kemenangan mala mini.

Wasit sudah meniup peluitnya dan kedua petinju sudah saling memasang kuda-kuda masing-masing. Gaya si petarung yang menjadi lawan Dewi memang tak terkalahkan—banyak gaya kalau istilah orang-orang.

Lihat selengkapnya