“Mari kita sambut di pojok kiri saya seorang petarung yang dijuluki dengan ‘Queen Boxing’; Dewi! Dalam 60 pertandingannya, dia berhasil meng-KO lawannya sebanyak 32 kali. Apakah kali ini dia akan kembali meng-KO lawannya?
“Dan saksikan petarung di sebelah kanan saya, Danira! Bisa disebutkan bahwa Danira ini adalah pendatang baru di kelas walter. Jadi, siapakah yang akan membawa pulang kemenangan siang hari ini?”
Suara menggelegar dari stadion olahraga, menggaung-gaungkan nama petinju favorit masing-masing. Hampir seluruh isi stadion meneriakkan nama Dewi.
Ting.
Suara bel berdenting menandakan ronde pertama sudah dimulai. Kedua petinju itu memulai pertandingan dengan saling memberi tatapan ganas sembari memutari ring kanvas.
Sat.
Pemain baru memang masih dengan semangat membaranya. Danira melayangkan jab kiri dengan kuda-kuda yang tak begitu kokoh. Dewi yang melihat kesempatan itu melayangkan pukulann hook kiri dan kanannya bergantian.
Gemuruh stadion mengisi ruangan besar itu melihat Dewi menjatuhkan lawan seketika. Ini menjadi poin yang besar bagi Dewi. Meskipun sang lawan belum KO, tapi sepertinya ronde ke dua tak perlu menunggu menit ke dua untuk Dewi memenangkan pertandingan.
Ronde ke dua dimulai. Terlihat Danira Menyusun strategi dengan lebih matang kali ini. Walaupun pelipisnya robek akibat hook yang dilontarkan oleh lawannya pada ronde awal, itu tak membuat Danira ragu dan takut. Semangatnya masih membara. Kalau kata kebanyakan penonton sih, maklum masih anak baru.
Pada menit awal, perempuan berdarah sumatera itu berusaha melayangkan jab-jab serta uppercut yang menjadi andalannya saat musuh mendekat. Pukulan-pukulan tersebut hanya mengenai angin.
Bukannya membalas, hampir dua menit Dewi hanya menghindar dan tak menyerang balik sama sekali. Pelatih dan manajer yang berdiri di samping ring berteriak untuk menyemangati dirinya. Mereka tahu kalau petinju itu sedang memikirkan kehidupannya yang benar-benar perlahan membunuhnya. Lebih kejam daripada saat berada di atas ring.
“Serang dia balik, Wi! Pakai tinju Braddock!”
Dewi sangat mengidolakan Braddock. Menurut Dewi kehidupannya hampir sama dengan kehidupan petinju legenda itu. Namun, Braddock tak pernah menyerah dengan hidup dan selalu berjuang demi keluarga.
Tinju andalan Braddock adalah pukulan menyilang kanan. Pukulan itu pula yang menjadi pukulan andalan sang singa di dalam ring itu.
Namun, alih-alih mendengarkan sang manajer, Dewi hanya melakukan clinch[1] untuk mengulur waktu agar ronde ini cepat berakhir. Danira memanfaatkan keadaan itu dengan mumukul wajah lawan yang sangat dekat itu. Dewi hanya bertahan, sesekali membalas, lantas bertahan kembali.
Jujur saja banyak raut wajah penonton yang kecewa dengan tindakan Dewi. Mereka bahkan sudah bertaruh besar untuk kemenangan Dewi. Seolah-olah Dewi sedang bermain-main dan mengkhianati penggemarnya saat itu.
Ronde ke empat sudah dimulai. Mata sang Queen Boxing benar-benar tak terlihat api sama sekali. Para penonton merasa sangat kecewa. Mereka sepertinya harus merelakan uang taruhan hari ini.
“Kita lihat ronde ke empat ini, si anak baru masih terlihat berapi-api dan bersiap menerkam mangsanya. Namun, apa yang terjadi? Pujaan hati para penggemar tinju yang menjadi lawan anak baru ini sepertinya sedang mengalami hari yang buruk. Kita lihat saja apakah semuanya akan berakhir di ronde ini?” Komentator masih dengan mikrofon kecilnya tak henti-hentinya mengoceh. Kadang-kadang mengeluarkan kata-kata penyemangat, tapi tak jarang juga menjatuhkan mental petinju.
“Dewi! Sadar, Wi! Kamu harus fokus. Tak usah pikirkan yang di luar pertandingan,” teriak pelatih yang kini berdiri di samping bawah Dewi.
Tak perlu waktu lama, Danira melayangkan jab-jab dan pukulan kombinasi ke arah Dewi. Sang lawan yang tak sempat mengelak itu terlempar ke pojok ring sambil sempoyongan. Untung saja ada tali ring yang menahannya, jika tidak bisa saja Dewi terjungkal ke bawah arena pertandingan.