Queen Boxing

Fey Hanindya
Chapter #15

Episode 15

“Nak Radi, kamu tidak perlu datang ke sini setiap hari. Kamu kan kuliah, nanti malah makin terbebani sama keadaan kami,” ucap Bu Mila yang merupakan mamanya Jana.

 “Mboten nopo-nopo[1] kok, Tante. Wong aku juga uwes semester akhir yang jadwal kosonge akeh. Kalau neng kene kan aku ono temen ngobrol,” jelas Radi berbohong dengan logat Jawa yang medok. Nyatanya dia memiliki banyak teman di organisasi dan juga di kosan. Tentu saja semua orang yang berada di sana juga paham kalau Radi ingin melakukan pendekatan sama keluarganya sang pujaan hati.

Tiga hari sejak keberangkatan Dewi ke Thailand, Radi setiap hari berkunjung ke rumah keluarga Pak Budi. Baik sekedar membantu di warung, menemani Jana ke rumah sakit, atau hal-hal lain yang bisa dibantu.

Sikap Pak Budi sekeluarga sangat ramah pada Radi. Tidak seperti Dewi—acuh tak acuh.

“Mas Radi, boleh temani aku belanja buat bikin kue nggak?” Sepertinya Jana cukup jenuh dengan rutinitasnya belakangan ini. Ia hanya ke sekolah, rumah sakit, dan tidur. Sudah lama gadis itu tak melakukan hobinya yaitu membuat kue.

“Boleh. Sekarang?” tanya Radi balik sambil memegang satu gorengan di tangannya. “Aku tau tempat beli bahan kue yang lengkap dan murah. Soalnya ibuku punya toko kue.”

“Wah! Benarkah? Boleh dong sesekali aku diajak ke toko ibunya Mas Radi?” Mata melas Jana yang berbinar-binar saat meminta itu membuat Radi dan Bu Mila sedikit terkekeh.

“Tidak usah dihiraukan, Nak Radi. Nanti merepotkan. Biar Ibu saja yang bawa Jana,” timbal Bu Mila yang berhenti sebentar memotong daun bawang.

Radi melambaikan tangan cepat tanda memberi tanda tidak. Sebelum sempat menjawab, Jana menyambar dengan tak kalah cepat. “Mama ini kayak sama siapa aja. Mas Radi kan calon kakak ipar Jana. Nggak apa-apa dong.”

Jana terkekeh sambil menutupkan tangan ke mulutnya dengan tidak rapat. Sedangkan Radi, mahasiswa itu batuk dengan keras karena terkejut mendengar ucapan Jana. Ia terlihat canggung dan kikuk untuk sesaat.

“Ya sudah, ayo kita berangkat, Mas!” Jana langsung menarik lengan Radi agar lelaki itu bangun dari bangkunya. Untung saja soto ayam sarapannya sudah habis.

Bu Mila mengomeli Jana, tapi gadis itu tak menggubris dan tetap menarik lengan Radi pergi.

***

Suhu di Bangkok hari ini mencapai 29 derajat Celsius. Tidak sepanas Indonesia. Dewi bahkan terbiasa dengan terik matahari yang membakar kulit. Tak heran kulitnya yang sawo matang makin terlihat gelap kian hari.

Ruang ganti yang hampir sama luasnya dengan ruang ganti Balai Sarbini dimanfaatkan oleh para peserta, termasuk Dewi. Setengah jam yang lalu mereka sudah mendapatkan informasi dari pihak panitia tentang penimbangan berat badan.

Di arena pertandingan sudah terdengar sorak sorai penonton, dokter dan para juri sudah siap. Tak ketinggalan, wartawan yang sudah sejak dua jam yang lalu bertengger di sudut paling pas untuk pengambilan gambar. Mungkin pertandingan tak akan begitu seru tanpa makelar judi, bukan? Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh penggila judi.

Ruang ganti yang diisi oleh AC itu hanya ada Dewi, dan sang manajer. Pak Dani mengurus persiapan Rio untuk pertandingan nanti. Beliau yakin kalau Dewi sudah siap dengan segala sesuatu.

Tiba-tiba saja suara ketukan pintu membuat dua wanita itu menoleh. Itu Pak Lhong, lelaki yang ditemui Dewi saat di bandara tempo hari.

“Nice to see you again, Dewi! Waktu timbang berat lima menit lagi, ya!”

Dewi terkejut melihat penampakan lelaki itu. Dari baju yang dikenakan Pak Lhong menandakan kalau pria itu salah satu dari pihak penyelenggara lomba. Sungguh kebetulan.

Sang Queen Boxing bangun dari tempat duduk, meregangkan leher, sekarang dia akan memulai.

“Siap jadi juara, Queen Boxing?” Willa menepuk pundak Dewi sambil menyunggingkan senyum semangat. “Tentu saja! Aku akan membawa pulang kemenangan dan kuberikan untuk adikku,” sahut Dewi mantap.

Ternyata tidak hanya di arena pertandingan yang penuh, ruang timbangan tak kalah ramai oleh orang-orang. Wartawan-wartawan yang haus akan informasi mendominasi ruang itu. Willa dan Dewi harus menyelipkan tubuh mereka membelah kerumunan.

“66.5 kilogram,” kata juri untuk berat badan Margarette, lawan tinju Dewi yang sudah berada di ruang timbangan sejak lalu.

Lihat selengkapnya