Queen Boxing

Fey Hanindya
Chapter #17

Episode 17

Dewi dan tim sudah membereskan semua barang-barangnya. Hanya tinggal satu pertandingan lagi dan mereka akan segera pulang. Dewi masuk ke babak final, sedangkan Rio sudah tersisih di babak semifinal sebelumnya.

Namun, ini sudah merupakan kemajuan yang besar bagi Rio karena pertandingan ini adalah pertandingan pertamanya di luar Indonesia.

“Tinggal dikit lagi, Wi! Kita harus bisa bawa pulang juara 1 ini.” Willa mengucapkannya dengan mantap.

Banyak pasang mata yang seolah meyakinkan Dewi kalau dia pasti akan berhasil. Semua mendukungnya. Hanya saja, masalah besar sedang berada di pikiran petinju tersebut.

Dewi sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Sorot matanya menunjukkan kegelisahan. Namun, tidak ada yang menanyakan tentang apa itu. Semua berpikir kalau petinju itu hanya sedang gugup menuju pertandingan finalnya.

“Sambutlah bintang baru di pertarungan ini Prameswari Mahadewi,” teriak Satra Kasemchai sebagai komentator. Ia mengarahkan tangan kanannya menunjuk Dewi.

“Dan lawan mainnya yang tak kalah ganas, Katina Isadora!” Hampir seluruh penghuni stadion meneriakkan nama Katina. Sepertinya petinju itu cukup tangguh.

Bersamaan dengan itu suara bel berdentang menandakan dua petinju itu siap beradu otot memperebutkan juara dunia kali ini.

Dewi mencoba memusatkan perhatiannya penuh pada sang lawan. Namun, air mata berkali-kali jatuh membasahi pipi petinju itu. Dua jab yang dilontarkan sia-sia.

Dari tadi Dewi hanya memberikan ancang-ancang dan memperbagus kuda-kudanya. Hanya pukulan lawan yang berhasil mendapatkan poin. Semua pukulan Dewi sia-sia.

Willa mencoba berteriak memberi semangat. Sang manajer serta pelatih meneriaki beberapa strategi penting yang dianggap telah dilupakan oleh Dewi.

Seketika sebuah hook kanan yang dilayangkan lawan menghantam tepat di rahang sang Queen Boxing. Ia terhuyung. Namun, kali ini Dewi tak lagi menyeimbangkan tubuhnya.

Seorang Prameswari Mahadewi ambruk di ronde pertama adalah hal yang tidak pernah terjadi dalam dua dekade ini. Tubuhnya terjatuh miring menghantam kanvas.

“Wi, bangun!” Willa berteriak sekencang mungkin untuk membuat Dewi membuka matanya.

Air mata Dewi mengalir dengan derasnya, tapi wanita itu tak membuka matanya dan terus. Wasit mulai menghitung mundur dengan lantang.

Sayangnya Dewi tak juga membuka matanya hingga hitungan terakhir.

“Gelar juara dunia tinju dunia wanita kali jatuh kepada Katina Isadora, dari Rusia.” Satra mengumumkan.

Petinju Rusia itu tersenyum bangga dan bersorak menyambut kemenangannya. Bersamaan dengan itu Dewi bangun dan meraung kencang.

Petinju itu terus meraung dan meraung seraya memukul-mukul kanvas yang keras itu. Semua orang terheran-heran dengan tingkah Dewi. Percakapan sang pelatih dengan Rio tentang kematian Jana yang tak sengaja terdengar oleh Dewi membuat petinju itu menderita.

Ia terbatuk-batuk di atas ring sambil terus meraung. Yang menjadi sorotan di akhir pertandingan itu bukanlah lagi sang pemenang. Namun, Dewi yang tiba-tiba menangis.

Kini Dewi turun dari ring tinju dengan buru-buru menuju penginapannya. Wanita itu mengambil barang-barang yang sudah terbungkus rapi dan berlari meninggalkan tempat itu.

Saat hendak menuju jalan raya yang berjarak 500 KM dari pusat pertandingan, sebuah mobil tanpa atap berjalan pelan menghampiri Dewi.

Benar saja, dia adalah Pak Lhong. Sepertinya amukan Dewi di atas ring membuat Pak Lhong mengikuti Dewi dari belakang karena khawatir.

“Kamu mau ke mana, Dewi? Are you ok.” Dewi tak menggubris pertanyaan itu.

Jangankan pertanyaan Pak Lhong, Willa yang raut wajahnya lebih khawatir diacuhkan oleh Dewi saat bertanya kenapa. Namun, pelatihnya dan Rio sepertinya sudah paham dengan kondisi ini. Mungkin Willa akan tahu dari mereka tanpa harus ia yang memberitahu.

“Naiklah, Dewi! Aku akan mengantarmu.” Tanpa basa-basi Dewi langsung menumpangi mobil hitam dengan atap terbuka itu.

Lihat selengkapnya