"Sabar adalah penentu setiap amarah."
"Almira!."
Suara tegas dari seorang Pria berusia 35 tahun itu telah membuat Almira mengalihkan pandangannya dari Senja yang terlihat ketakutan. Bahkan tubuh Senja sudah menggigil, saat Almira mendekatinya.
"Jaga ucapan kamu. Dia bukan anak haram Mir." dengan nada tegas, lelaki itu menggenggam tangan Almira dan melepaskan cengkramannya dari kemeja Senja.
Senja masih shock dengan sebutan anak haram yang Almira sematkan padanya. Dia hanya diam, seolah telinganya tuli akan perdebatan yang di lakukan oleh Anjas dan Almira.
Bahkan selama 3 tahun, dirinya tinggal bersama Adam dan Mawar, Almira sangat tidak suka padanya. Dan dia memperlihatkannya secara terang-terangan. Bahkan tak jarang dia melukai hati Senja dengan beragam umpatan atau sebagainya.
"Abang tau darimana kalau dia bukan anak haram." tunjuknya pada Senja.
Lelaki yang dia panggil Abang itu menghela nafas sejenak. Dia bahkan ingin sekali menjelaskan tentang Senja. Tapi ini bukan saatnya Almira tahu. Ada saatnya nanti Almira akan tahu semuanya tentang Senja.
Lelaki itu membelai rambut Almira-- adik bungsunya penuh kasih Sayang. Kehidupan yang broken home telah merubah sisi Almira yang manis, menjadi sosok wanita yang keras kepala dan jahat, bahkan hampir tidak punya hati.
Anjas bahkan masih ingat bagaimana sang Ayah pergi meninggalkan rumah karena seorang perempuan yang datang ke rumah, dengan pengakuan gilanya. Perempuan itu mengatakan hamil anak Ayahnya, dan yang lebih gilanya lagi, perempuan itu adalah seketaris sang Ayah.
Saat itu, dia berusia 17 tahun sama seperti Senja. Bahkan dia menguatkan hati Ibunda tercintanya, bahkan dia melupakan bagaimana perasaan adik bungsunya ini, sampai dia berubah menjadi sosok wanita yang seperti saat ini.
Anjas merasa bersalah, dia tidak memperhatikan bagaimana perasaan Almira saat itu, yang dia pentingkan adalah Diah-- ibunya. Dia bahkan takut, jika Diah akan nekat dan memilih jalan bunuh diri.
Anjas membelai rambut Almira sekali lagi. "Kamu pulang Mir, jaga ibu di rumah. Biar Abang yang jagain kak Mawar." pinta Anjas dengan lembut.
Almira mengangguk setuju, lalu pandangannya beralih ke arah Senja yang hanya diam di sampingnya. Almira menunjuk Senja dengan jari telunjuknya yang memiliki kuku yang terawat.
"Suruh dia jauh-jauh dari kak Mawar. Anak haram pembawa sial!." lengkap sudah makian yang di terima oleh Senja hari ini.
Dia hanya menunduk menyembunyikan segala kesedihan yang amat dalam. Dia bukan anak haram, dia bukan anak pembawa sial. Ingin sekali dia menjerit seperti itu di depan Almira.
Tapi Senja tahu, ini hanya sia-sia. Almira tidak akan percaya jika dia menjelaskan secara detail. Hanya akan menghabiskan nafasnya setengah dan sia-sia.