Queen Jorji

Eza Budiono
Chapter #5

BAB 5 : RIVALITAS

“Ma, Jorji menang!” Itu kalimat yang disampaikan oleh Jorji begitu panggilan teleponnya diangkat. Papa yang sudah menduga kabar yang akan disampaikan oleh Jorji itu memberikan kesempatan kepada istrinya untuk menjawab.

“Wah, syukurlah Nak, kamu luar biasa!” Ucap Ibunya mencoba senatural mungkin. Mereka sudah tahu Jorji menang karena menyakiskan pertandingan itu secara langsung. Papa tertawa melihat Mama yang canggung menjawab telepon dari Jorji.

“Lawanku juga hebat Ma, dia keren sekali!”

“Oh iya, siapa namanya?”

“Fitriani, Ma. Kami mungkin akan sering bertemu dan mudah-mudahan bisa masuk pelatnas bersama!”

“Kamu tentu lebih keren lagi, Jorji.” Kali ini Papa yang menjawab telepon. “Tapi ingat, jangan cepat puas. Ini masih tapak pertama, syukurlah kamu sudah sampai di final. Ingat pesan Papa?”

“Final yang satu akan memanggil final-final lainnya.”

“Benar, kamu harus terus yakin, berlatih dan disiplin sehingga final-final yang lain tetap kamu dapatkan.”

Percakapan itu berakhir dengan Jorji tetap tidak tahu bahwa Papa dan Mamanya sedang berada di kota yang sama dengannya. Mama sudah mengajak Papa untuk menemui Jorji di penginapan Tim Mutiara Kardinal tapi Papa menolak.

“Jangan, nanti dipertandingan selanjutnya Jorji berpikir kita menontonnya!”

Rivalitas yang terjadi antara Jorji dan Fitriani benar-benar belanjut. Pada Turnamen Nasional kedua yang dilaksanakan di Jawa Barat keduanya kembali bertemu di final. Jorji yang pada pertandingan sebelumnya keluar sebagai pemenang tidak serta merta langsung menjadi yang paling diunggulkan. Para penonton dan pengamat bulu tangkis tahu bahwa keduanya berada dalam performa yang setara.

Pada pertandingan itu dukungan kepada Jorji memang lebih banyak disebabkan pertandingan itu dekat dengan Klub Mutiara Kardinal. Jorji unggul di set pertama setelah berhasil menang dengan skor menegangkan 27-25. Deuce yang terjadi berulang-ulang membuat para penonton bersorak. Ini pertandingan yang benar-benar setara. Tapi kemenangan Jorji hanya pada set pertama, set kedua dan ketiga dimenangkan oleh Fitriani. Setelah pertandingan itu Jorji dihukum oleh pelatih.

“Apa yang kau lakukan, kau pikir ini hanya permainan?” Jorji menunduk, air matanya mengalir dengan deras.

“Maafkan saya, Pelatih!”

“Kau sudah unggul 11-2 di set kedua tadi Jorji!”

Setelah unggul telak di set kedua Jorji melempem. Dia merasa di atas angin dan yakin pertandingan itu akan dimenangkan dengan mudah olehnya. Jorji tersenyum seolah telah mengantongi kemenangan. Beberapa pukulannya eror hingga memberikan tiga poin beruntun secara gratis kepada Fitri.

Ketika keadaan itu terjadi Jorji mulai sadar dan mencoba kembali ke pola permainannya. Tapi semuanya tidak pernah semudah itu dalam pertandingan, Jorji gagal kembali sedangkan Fitri menggila. Fitri menghabisi Jorji di set kedua dengan skor telak 21-13. Pada Set ketiga pertandingan menjadi milik Fitriani. Pukulan-pukulan kerasnya gagal dikembalikan dan membuat dia menang 21-17.

“Aku tidak perlu maafmu. Ingat, kau adalah atlet dan semua kesungguhan yang kau lakukan baik itu di lapangan, di luar lapangan, pada saat latihan atau pertandingan, semuanya adalah untuk dirimu sendiri!”

Jorji menunduk, airmata, keringat dan ingus dari hidung menyatu di wajahnya.

“Apa yang kau pelajari hari ini?”

“Aku harus selalu serius, Pelatih. Pertandingan tidak benar-benar selesai sampai wasit menyebutkan pemenangnya!”

Lihat selengkapnya