Bagi Jorji, bermain bulu tangkis adalah hobi yang berubah menjadi cita-cita. Sejak mengatakan mimpinya kepada Papa untuk menjadi Atlet bulu tangkis, Jorji hanya berlatih dan bersiap. Jorji tidak tahu bahwa sektor tunggal putri yang sekarang akan menjadi tempatnya adalah sektor yang sepi dan penuh tekanan.
Ketika Mia Audina memutuskan untuk mengubah kewarganegaraannya, Sektor Tunggal Putri Indonesia terasa hampa. Mia yang diharapkan mampu menjadi senior yang menopang juniornya telah pergi meninggalkan kekosongan yang panjang. Alhasil, sejak tahun kepergian Mia itu sektor tunggal putri hampir tidak menorehkan prestasi apapun khususnya pada tingkat senior.
Nama-nama pemain sekor Tunggal Putri datang silih berganti namun tak kunjung berhasil mendapatkan prestasi yang membanggakan. Catatan sejarah tentang kehebatan Susi Susanti, Verawaty, Lie Ivanna, Minarni, dan Si Anak Ajaib Mia Audina membuat ekspektasi dan harapan kepada pemain tunggal putri sangat tinggi.
Pengumuman peserta yang lolos seleksi masuk Platnas telah diumumkan. Pada sektor tunggal putri sendiri tidak terlalu banyak nama-nama baru untuk tingkat Utama. Jorji sendiri berhasil masuk sebagai Anggota PLATNAS PBSI tunggal putri tingkat pratama bersama Fitirani, Ruselli, Hanna dan Mayrina.
Para Atlet baru tunggal putri disambut dengan baik oleh kakak-kakak senior.
“Seperti dugaan kami, kalian berlima lah yang datang ke Padepokan Biru ini!” Yuswandari, salah sorang senior menyambut Jorji dan empat lainnya.
“Terima kasih, Kak. Aku selalu menonton pertandingan Kakak!” Fitriani mengatakannya dengan semangat yang langsung disambut senyum oleh Yuswandari.
“Ayo kita ke lantai dua, asrama tunggal putri disana. Teman-teman yang lain sudah menunggu!”
Keenam atlet bulu tangkis tunggal putri itu berjalan bersisian. Yuswandari adalah yang paling senior dari para senior yang lain. Usianya saat itu sudah dua puluh lima tahun, empat orang Atlet tunggal putri lainnya sudah di atas dua puluh tahun. Tunggal Putri Indonesia di tahun-tahun itu memang mengalami masa kekosongan. Dengan Angkatan Yuswandari yang sudah kepala dua, baru Angkatan Jorjilah ada pemain berumur 14-16 tahun.
Masa kekosongan itu sering membuat para pemain tunggal putri menjadi terbebani oleh ekspektasi para pecinta bulu tangkis. Yuswandari dan teman-temannya pun saat ini merasakan hal itu. Mereka penuh dengan beban, mereka dituntut untuk dapat menang dalam setiap pertandingan. Ketika mereka kalah para pendukung berubah menjadi perundung yang mencemooh dan memaki mereka. Apalagi sekarang ini media sosial memberikan akses yang mudah kepada para pendukung untuk memberikan komentar langsung kepada para atlet. Sebenarnya, semua sektor di bulu tangkis sering mendapat perundungan dari netizen tapi memang sekor tunggal putri yang paling sering mengalaminya.
Tentu saja ada pecinta bulu tangkis yang tetap membela mereka namun selalu masih kalah jumlah dengan para pembenci. Tunggal putri datang silih berganti, ada yang hanya dapat bertahan setahun, ada yang mengundurkan diri dengan mengemukakan banyak alasan dan hal-hal lain. Maka dari itu mereka tidak punya pemain yang berusia di atas dua puluh lima tahun yang bisa dijadikan panutan. Yuswandari pun hanya menjadi senior sebab faktor umur, jika berbicara tentang prestasi maka Yuswandari sendiripun paham bahwa dirinya masih jauh untuk bisa dikatakan senior.
Tapi sebagai yang tertua, Yuswandari tetap mengupayakan menaungi para adik-adiknya. Kecintaannya pada bulu tangkis dan harapannya kepada sektor tunggal putri Indonesia membuat dia siap untuk mengambil peran apapun demi meningkatkan prestasi para atlet tunggal putri.
“Selamat dataaaaaang” Kalimat itu disampaikan oleh lima orang atlet tunggal putri nasional begitu Jorji dan kawan-kawan menginjak anak tangga yang terakhir. Fitriani langsung melompat, dia mengenal semua senior yang menyambutnya itu. Jorji juga mengenal tapi memang dia tidak sereaktif Fitriani.
“Ini lantai dua, rumahnya tunggal putri. Karena jumlah atlet senior dan pratamanya sama-sama lima maka masing-masing pratama akan sekamar dengan satu senior.”