Queen Jorji

Eza Budiono
Chapter #7

BAB 7 : DOMINASI

Kehidupan di Padepokan Biru berkali-kali lipat lebih berat daripada di Klub Mutiara Kardinal. Para Pelatih telah membuat daftar latihan yang harus dipenuhi oleh atlet setiap harinya. Jorji dan rekan-rekannya di pratama pun berulang kali harus melakukan latih tanding sesama mereka atau dengan tunggal putri utama.

Tiga bulan di Padepokan Biru Jorji telah betanding dengan seluruh punggawa tunggal putri. Jorji masih mendominasi dibandingkan dengan tiga orang teman seangkatannya, hanya dengan Fitriani Jorji masih lebih banyak kalah daripada menangnya. Untuk pertandingan dengan para Tunggal Putri Utama, Jorji sama sekali belum pernah menang.

Memang meskipun Tunggal Putri Utama belum berhasil menorehkan prestasi di tingkat internasional, mereka tetaplah tungal putri utama negara dengan sejarah bulu tangkis yang besar. Jorji berulang kali dikalahkan habis-habisan oleh para senior. Para senior pun tak pernah melembek, tak pernah memberikan kesempatan kepada Jorji hanya karena kasihan, semua berlatih dengan serius di setiap latih tanding yang dilakukan.

“Jika kalian pikir latihan ini sudah berat, yakinlah lawan-lawan kalian di negara lain berlatih jauh lebih berat!” Ucap pelatih untuk menyemangati semua pemain.

Benar memang, jika dipikir-pikir, Kak Yus yang sudah berumur 25 tahun berulang kali berhasil dikalahkan oleh seorang pemain berusia dua puluh tahun dari negara lain. Senioritas dalam bulu tangkis memang sangat penting tapi untuk kesempatan memenangkan pertandingan tidak hanya terbatas pada umur saja. Setiap yang berusaha dengan maksimal maka dia akan memenangkan pertandingannya.

Jorji menyadari hal itu, pertama dia harus bisa mendominasi dari Fitri. Apa yang harus dilakukan Jorji untuk bisa mendominasi dengan Fitri hanyalah terus berlatih dan mensimulasikan permainan di dalam kepalanya. Fitriani adalah target pertama Jorji, dia harus menjadi unggulan pertama tunggal putri Indonesia untuk tingkat pratama.

Maka Jorji mencoba latihan dengan lebih giat lagi. Jika orang-orang memulai latihan pagi pukul lima maka Jorji sudah bisa dipastikan telah berada di lapangan pukul empat pagi. Jorji juga tak sungkan mengajak para pemain putra untuk latih tanding. Mulanya dia hanya berani mengajak pemain-pemain tingkat pratama seperti Ginting dan Jojo, lambat laut dia mulai berani menantang Simon, Sony, dan tunggal putra utama lainnya. Pelatih tidak mempermasalahkan tindakan yang dilakukan Jorji selama menu latihan yang telah ditetapkan terus dilaksanakan dengan baik.

Pengalaman-pengalaman dan kerja keras Jorji tampak memberikan hasil. Ketika melakukan latih tanding lagi dengan Fitriani Jori mendominasi. Perubahan yang terjadi pada Jorji terutama pada kekuatan dan deffense, ternyata itulah tujuan Jorji memilih melawan para pemain putra yang kecenderungannya memang memiliki kekuatan lebih besar daripada pemain putri.

“Sudah wajar jika pemain putra punya power yang lebih kuat.” Ucap seorang senior ketika para pemain tunggal putri istirahat setelah melakukan lari pagi.

“Tapi kedepan kita memang harus bisa menutupi hal itu, Kak.” Jorji menimpali, semua orang kemudian memerhatikan dia.

“Maksdunya, Jor?”

“Bulu tangkis terus berubah, teknik, strategi dan banyak hal lain terus berubah. Begitu juga di banyak cabang olahraga lain. Kalau aku tidak salah, di sepak bola juga sudah mulai ada posisi yang ditinggalkan. Bulu tangkis yang terus berubah itu membuat kita harus memiliki banyak pilihan strategi termasuk kekuatan. Aku yakin jika kita melakukan porsi latihan yang sama dengan putra maka kekuatan kita juga bisa sama dengan mereka.”

“Tapi apa kita sanggup, Jor?”

“Aku yakin kita sanggup jika kita sungguh-sungguh. Hari ini aku sudah berhasil lari sepuluh putaran Padepokan Biru persis seperti yang dibebankan kepada para pemain putra.”

“Setengah tahun lagi kau bisa jauh lebih hebat dari kami, Jor.” Ucap Yus sambil merangkul teman sekamarnya itu.

“Aku ngalahin Fitri dulu lah, Kak!”

Lihat selengkapnya