Queen Jorji

Eza Budiono
Chapter #11

BAB 11 : MUNDUR SELAGI JUNIOR

Sektor tunggal putri menjadi bulan-bulanan netizen. Tahun 2018 tanpa prestasi sama sekali membuat Jorji, Fitri dan kawan-kawan berulang kali diserang dengan komentar-komentar negatif. Para atlet tingkat pratama yang masuk ke Padepokan Biru pada tahun 2017 tidak tersisa satupun, semuanya mengundurkan diri dengan alasan yang sama yaitu tidak sanggup memenuhi ekspektasi para pendukung.

Mereka ibarat layu sebelum berkembang. Pada tingkat pratama mereka selalu dibandingkan dengan Jorji yang berhasil menjadi juara dunia. Atlet-atlet muda itu diberikan ekspektasi yang tinggi sehingga mulai terbebani dan gagal bermain sebaik mungkin. Tahun 2018 tidak ada satupun pratama yang naik menjadi tingkat utama dan Padepokan Biru harus menerima atlet baru untuk dilatih dan dimulai dari awal lagi.

Tingkat Senior sama menyedihkannya, Jorji dan Fitri yang menjadi tulang punggung gagal mencapai prestasi yang memuaskan. Jorji masih berhasil masuk ke perempat final dan satu kali semifinal BWF Tour, Fitriani sama sekali kehilangan sentuhan, dia selalu kalah di babak pertama atau kedua. Netizen mengamuk, mencaci maki keduanya seolah lupa bahwa mereka adalah anak-anak berumur 19 dan 20 tahun.

Fitriani berubah, dari pribadi yang ceria dan mudah berbicara menjadi lebih pendiam. Dia tidak pernah lagi berbicara dengan teman sesama atlet kecuali hal yang penting saja. Jorji menyadari itu tapi ketika dia bertanya, Fitri menolak.

“Tidak Jor, aku tidak berubah. Aku hanya mencoba untuk lebih fokus!”

“Tapi kau seperti menjadi orang lain, Fit.”

“Tidak Jor, kita berdua ini senior yang paling diharapkan, aku hanya mencoba untuk terus berlatih dan tidak ada waktu lagi untuk seperti dulu. Aku harus fokus, pertandingan di tingkat senior benar-benar berada di level berbeda.”

Perubahan itu pun akhirnya dibiarkan oleh Jorji. Jika dilihat dari porsi latihan memang ada pengingkatan signifikan dari Fitri. Dia selalu menarik dirinya untuk lebih lagi dalam latihan. Dia ingin menjadi panutan dan senior yang baik dengan menunjukkan kepada adik-adiknya bahwa dia ulet dan pantang menyerah.

Raut wajah senyum Fitriani yang selalu berhasil membuat para penonton bertepuk tangan hilang sudah. Entah sejak kapan Fitri tidak pernah lagi tersenyum bahkan ketika melakukan latih tanding. Adik-adik yang baru masuk Padepokan pun sungkan untuk berbicara dengan Fitri, mereka hanya mengangguk, menebar senyum atau hal-hal remeh lainnya. Bagi mereka, Fitri benar-benar berada di dalam dunianya sendiri.

Tapi beban yang dipegang oleh Fitri itu akhirnya menjadi boomerang baginya. Pertandingan yang dilakoni Fitri tak pernah memuaskan. Begitupun dengan para senior yang lain yang juga akhirnya selalu gagal dalam pertandingan internasional mereka. Sektor Tunggal putri benar-benar dalam kondisi buruk di tahun-tahun itu.

Jorji tidak berbeda. Hendak bagaimanapun dia mengusir pemikiran itu tetap saja dia akhirnya terbebani. Pertandingan buruk Fitri yang setahun lebih cepat masuk ke tim senior membuat tuntutan kepada Jorji semakin berat. Apalagi dia adalah seorang juara dunia junior, tentu saja dia seharusnya bisa berbicara banyak di level senior.

Jorji menunjukkan itu dengan cukup baik, di pertandingan-pertandingan awal untuk tingkat senior dia berhasil mencapai satu semifinal. Sayangnya, hal itu tidak pernah cukup bagi netizen, mereka hanya tahu bahwa prestasi bulu tangkis itu hanya juara satu atau dua. Penampilan Jorji semakin tertekan ketika Han Yue, pemain yang dikalahkannya di Final Piala Dunia Junior menunjukkan prestasi yang signifikan dan berhasil menembus sepuluh besar dunia satu tahun setelah masuk di tingkat senior.

Di pertengahan tahun 2018 akhrinya Jorji juga turut dimaki-maki oleh netizen. Kata-kata yang semakin kasar mulai bertebaran di kolom komentar instagramnya, Jorji akhirnya menonaktifkan komentar itu.

“Kau menangis, Jor?”

“Ini sudah kelewatan kan, Fit?”

“Aku sudah mengalaminya sejak gagal di Piala Dunia Junior dua tahun lalu, Jor!”

Lihat selengkapnya