Queen of The Soul

Alfi Suraya K.
Chapter #1

Dissosiactive Identy Disorder

“Hidup bukan untuk melakukan, tapi melakukan untuk hidup. Hidup bukan untuk sekedar menangis tanpa kekuatan, bukan untuk menyerah, bukan untuk mati sia-sia, bukan untuk sekedar berkorban untuk seseorang yang kau sayangi. Namun saat kau terluka dan berdarah, rasanya sangat sakit, maka siramlah luka itu dengan air walau kau akan merasakan perih yang membuatmu menenteskan air mata. Karena luka yang terdalam adalah luka yang berada di dalam ruang gelap di sisi lain dalam hatimu, yang takkan dapat kau ketahui bentuknya, yang takkan dapat kau jelaskan rasa perih dan sakitnya, yang takkan dapat kau temukan obat untuk menyembuhkannya. Ia hidup di setiap hembusan nafasmu, ia hidup di setiap penglihatanmu, dan ia hidup bersama aliran darah dan nadimu, ialah dendam. Ia akan hidup kapan pun, di mana pun, berapa lama pun, selama kau terus menginginkannya untuk hidup bersamamu.”

Semua kalimat dan kata-kata itu takkan pernah dapat kulupakan. Itu sudah tertanam subur di dalam hatiku, dan kalimat yang selalu terdengar dalam otakku adalah, “Ia akan hidup kapan pun, di mana pun, berapa lama pun, selama kau terus menginginkannya untuk hidup bersamamu.”

Kadang kita tak menyadari hal sekecil itu yang akan berdampak besar di dalam jiwa kita semua, dan hal kecil itu akan bertumbuh sampai ia dewasa kelak ia akan menjadi Ratu yang menguasai jiwa dan ragamu, dan hal yang menyeramkan adalah ia takkan pernah mati selama kau selalu menyebut namanya, dan selama kau masih memberikan nafas untuknya. Dengan keadaan yang sangat sehat Sang Ratu akan membuat daerah kekuasaannya dan memperluaskan kekuasaannya saat penduduk Kerajaannya mulai meluas dan kuat. Menyeramkan atau tidak? Saat mereka menguasai jiwa dan ragamu? Yang pasti itu akan sangat mengganggu hidupmu.

Cerita ini bukan hanya cerita tentang diriku. Tapi tentang orang-orang yang hidup di dalam jiwaku. Alurnya mungkin akan sedikit membingungkanmu. Jadi jangan pergi dan tetap lah menikmati alurnya. Tapi di sini lah kalian akan berusaha mengenali mereka. Mereka yang mempunyai satu tubuh denganku. Jiwa yang lain.

  Aku bahkan sangat tak bisa melihat diriku dalam sebuah cermin, karena itu sangat menyebalkan, aku membenci sosok di sana. Yeah…kau benar seseorang di hadapanku, di dalam cermin, “Kau pikir kau cantik? Kau hebat? Kau takkan pernah bisa mengalahkanku, sampai kapanpun.” ujarnya di sana dengan wajah dinginnya. Ia berambut hitampanjangtepat di bawah dadanya, matanya indah, senyumannya sangat menarik, alisnya terbentuk tepat seperti wanita yang sangat angkuh, kulitnya putih dan menunjukan bahwa wajah naturalnya yang sangat mempesona itu. Ia menunjukan senyuman miring dan tenang menatapku tajam, “Kau memujiku? Atau memuji dirimu sendiri? Kau kalah.” Ia berbicara di sana. Tunggu kenapa ia selalu mengucapkan itu? “Kau kalah.

Lantas aku menatapnya heran dan mengerutkan dahiku, “Aku takkan pernah kalah. Alexa.” Aku berseringai, Yeah namanya Alexa, nama wanita angkuh itu. Aku membalikan tubuhku dan melangkah meraih tas di atas rak dekat ranjang tidurku, seraya memakainya. Lalu melangkah keluar dari kamar. Saat menutup pintu kamar, kulihat jelas lorong yang sepi dengan dinding terbuat dari kayu jati, dan lantai keramik yang sangat bersih, namun ruangan ini hanya diterangi oleh lampu dinding yang kecil. Aku melangkah layaknya wanita feminim, tepat kepada jalan yang menuju ke ruangan kerjaku. Keluar dari lorong ini yang kulihat hanyalah ruangan luas di sana terdapat piano, biola, gitar, dan kursi, dan terdapat beberapa pintu di sini, namun aku melirik pintu di sebelah kanan. Nah…, ini dia pintu menuju ruang kantorku.

Hentakan sepatu boots-ku melangkah ke arah pintu di sana, tunggu? Aku mendengar hentakan lebih keras. Aku menghentikan langkahku saat aku berdiri tepat di hadapan pintu, “Ini bukan suara sepatuku.” Pikirku.

“Memang bukan.” Suara di sebelah kananku, tatapanku meluncur tepat pada sosok Pria tua renta dengan jas rapih dan pita di kerahnya. “Huh…Josh, harus berapa kali aku katakan? Jangan suka muncul tiba-tiba di hadapanku.” dan kini ia menunjukan senyuman kepadaku garis-garis dekat dahi dan pipinya menjelaskan ia pria tua.

“Hanya ingin menyapamu. Mengatakan bahwa semua lingkungan rumahmu sudah siap dan rapih, Alyson.” ujarnya mengucapkan namaku di akhir kalimatnya. Iya Aku Alyson gadis kelahiran California.

“Baiklah itu bagus. Katakan pada pelayan untuk segera membereskan semua kebutuhan semua kekasihku.” aku dengan sangat lembut. Biarku jelaskan kekasihku adalah para binatang peliharaanku.

“Tenanglah… semua baik-baik saja Tuan Putri yang sangat terhormat.” Balasnya, sejujurnya aku tidak menyukai kalimat itu, terutama pada kata ‘Tuan Putri’ tunggu? Aku bukan anaknya dan dia bukanlah Raja di rumah ini. Tidak lama dari itu dua cheetah ber-umur 2th berlari ceria menghampiriku, aku tersenyum lebar melihatnya dan saat mereka memukul kepalanya ke kakiku. Aku menjongkok dan mengelus keduanya dan mencium keningnya. Mereka lucu bukan, ini kekasihku namanya Chee dan Taa.

“Kau yang paling tampan.” sapaku tersenyum menyapanya.

“Huh aku akan sangat kualahan untuk memasukan mereka ke kandangnya.” keluh Josh.

“Jangan khawatir Josh biarkan mereka berada di sini. Kau menjaganya, aku masih banyak urusan.” balasku tersenyum seraya berdiri.

Lihat selengkapnya