Saat itu umurku 16 tahun, aku menyadari memang aku selalu disembunyikan oleh Ayahku. Ia tak pernah mengakui diriku sebagai anaknya di hadapan publik. Ayahku orang terpenting bagi beberapa agen rahasia, komunitas-komunitas tersembunyi, dan sebagainya, ehem dia ahli telematika. Mungkin alasan mengapa ia menyembunyikan aku itu? Karena ia mengamankan jiwaku. Tapi aku sama sekali tak peduli dengan dirinya dan jasanya kepada aku dan keluargaku.
Keluarga kami sering bertengkar terutama Ibuku dan Ayahku. Mungkin aku hanya bocah 16 tahun yang marah saat melihat Ayahku mengeluarkan seluruh urat di wajahnya, menandakan bahwa ia marah. Yeah dia marah di hadapan Ibuku yang menangis. Selama ini ia sering melakukan kekerasan kepada keluarga dan melakukan pembunuhan kepada orang-orang jadi? Bukan tidak mungkin bahwa ia akan membunuh Ibuku. Saat itu aku hanya bisa menangis melihat ia mencekik Ibuku sampai Ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Melihat hal itu aku menyadari keberadaan pistol di atas rak di sampingku. Kuraih senjata itu seraya mengarahkan kepadanya tepat di jantungnya dengan tangan bergemetar. Namun ia tak menyadari hal itu, ia terus memandangi Ibuku yang terjatuh terbaring di lantai, semua seolah bahwa ia mulai sadar dari hasutan setan dalam emosi jiwanya.
Tubuhnya berkeringat memandang Ibuku yang terbaring, tubuhnya bergetar cepat dan aku masih mengarahkan senjata itu kepadanya.“Tidak…!!! Argh!”jeritnya memegang kepalanya kuat. Melihatnya seperti tergila aku semakin ketakutan dan berkeringat menarik peluru pistol itu sambil menangis.
“Alyson! Kau akan merasakan yang sama! Jangan lakukan itu, kumohon. Argh!”jeritnya memegang dadanya tepat dibagian jantungnya, yeah dia menekan bagian itu. Ia memandangku dengan matanya ya membulat dan semakin membesar berusaha keluar dari kelopak matanya itu. Kini ia mulai sulit untuk berbicara, nafasnya tersedak dan tak teratur, ia berusaha mengucapkan kata-kata.
“Mereka abadi…” ujarnya melemas sontak aku berteriak, “Tidak! Kau telah menanam luka itu dan kau membunuh Ibuku!” teriakku seraya melepaskan tembakan itu BOOMS! Meluncur tepat di dadanya seraya ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Ia tak bernyawa lagi? Semuanya sunyi?
“Alyson!” Suara panggilan dari belakang berserta langkah cepat itu bisa kurasakan, namun tak membuatku berpaling dari dua orang yang terbaring di hadapanku. Ayahku dan Ibuku? “Aku membunuhnya?” ujarku nyaris tak terdengar, aku ketakutan tanganku bergemetar, bibirku bergemetar, rasanya panas, aku berkeringat, aku basah dan aku ketakutan. Aku membalikan tubuhku dan melihat orang kepercayaan keluarga kami, “Josh?” ia menatapku heran dan melihat kedua orang tuaku di sana. “Kau tau aku tak mungkin membunuhnya!” teriakku kencang menangis dan masih memegang pistol itu. Aku berlari keluar dari ruangan itu, meninggalkan mereka, menuju kamarku dan mengemas semuanya, semua yang menurutku harus aku bawa, semua barang yang Ayahku miliki.
Huh… itu masa lalu yang sangat kelam, aku takkan pernah bisa melupakan hal itu. Pistol itu masih kusimpan, FN 57 (Five-seveN). Sejak saat itu aku pergi ke rumah Ayahku dan bersikap seakan aku tak mengalami hal yang kemarin terjadi di markas rahasia Ayahku itu. Josh menyembunyikan semua ini, karena ia selalu mengatakan bahwa Ayahku sangat menginginkan aku untuk hidup, karena Ayah menyayangiku, tapi kurasa tidak. Selama ia hidup ia selalu menutupi aku dan keluarganya, ia tak pernah memperkenalkan keluarganya kepada publik. Beberapa oknum dan kerabat Ayah tau siapa namaku dan siapa saja nama saudaraku, tapi mereka juga merahasiakan hal itu. Hanya beberapa orang terdekat yang mengetahui siapa kami.
Aku Alyson Hilferding. Itu nama asli pemberian Ayahku. Namun aku mengubahnya menjadi Alice Hilf, alasannya? Itu sudah pasti bersembunyi dari semua kesalahan Ayahku, bahkan kesalahanku sekali pun, aku membunuh Ayahku? Karena hal itu terekam jelas pada CCTV mereka mungkin masih mencari diriku. Aku bahkan tak tau apa benar aku membunuh Ayahku?
Bagaimana aku bisa kembali ke rumah ini? Rumah yang penuh dengan lorong, pintu, dan berbagai senjata tersembunyi. Josh? Josh yang mengejarku saat aku menginjak umur 18 tahun tepat saat aku lulus dari SMA. Ia mengatakan pada para kerabat bahwa aku adalah anaknya, yang juga murid dari Steven Hilferding, yaitu Ayahku. Aku tak tau mengapa Josh sebegitu peduli dengan diriku.
Alyson, nama asliku. Alice, nama palsuku. Alexa? Teman imaginasiku. Bukan teman tapi dia memang hidup dalam jiwaku.
Kalimat yang takkan pernah dapat kulupakan adalah, “Melakukan untuk hidup.” Itu kata Ayahku. Tapi aku membenci Pria melakukan kriminal, kecurangan, melecehkan wanita, dan membunuh binatang. Untuk mereka? Akan kutunjukan bagaimana cara membunuh yang benar. Alexa selalu bilang, “Bunuh atau dibunuh” dan aku ingin menjawab “Dibunuh” tunggu? Itu jawaban dari mulut Alice bukan Alyson. Ini perdebatan yang sering terjadi di antara kita…
“Hanya ada dua pilihan bunuh atau dibunuh?” Alexa.
“Dibunuh.” Alice.
“Membunuh.” Alexa. Aku? Alyson tak dapat menjawab apapun, selain menuruti perkataan Alexa yang mencekik leherku, aku menjawab, “Membunuh”.
“Hidup bukan untuk melakukan tetapi hidup untuk kedamaian dan melakukan untuk tetap hidup.”
**